Mantap Jiwa Bersama Info Cegatan Jogja (ICJ)

https://twitter.com/icjupdate

Aku ingin benar-benar menjadi selingkuhanmu

Jika aku sudah tak bisa membuat dirimu bernafsu.

Anis Sayidah, “Candaan Buruk tentang Cinta yang Sempurna”, dalam Diet Stalking.

Sudah cukup lama sebenarnya banyak kawan berkisah dengan penuh semangat perihal kelucuan dan kegilaan akun Info Cegatan Jogja (ICJ). Ada yang sampai berusaha meyakinkan saya dengan cara sejenis ini, “Kalau ingin menemukan Indonesia yang menyenangkan, mainlah ke ICJ. Siapkan tawamu sekeras-kerasnya!”

Saya bergeming. Pikir saya, ICJ, sesuai namanya, pastilah takkan lebih dari sekadar postingan info bahwa misal di Ringroad Barat sedang ada operasi Zebra, dan sejenisnya, dan sejamaknya. Apa lucunya?

Tetapi semalam, usai dikunjungi dua kawan, saya memutuskan masuk ke ICJ. Dua kawan itu bercerita tentang kawannya, bernama Mul, yang kehilangan burung-burung di garasinya. Garasinya dicongkel! Ya, tentunya maling yang nyolong, bukan Mul.

Usai memposting berita pencurian burung-burungnya, kisah teman saya, Mul banyak dapat inbox dari sosok-sosok tak dikenal yang memberikan semangat hingga berbagai arahan dan petunjuk untuk berupaya menemukan burung-burungnya.

Saya tak bertanya lebih jauh apakah Mul kemudian berhasil mendapatkan burung-burungnya lagi. Saya justru fokus pada rasa heran yang menghentak di dada, segitunya ya orang-orang di ICJ memberikan empati pada Mul?

Kawan saya meneruskan, “Yang lebih menakjubkan, Mul bisa tertawa lagi ketika membaca komen-komen di postingannya.”

Saya bertanya, “Memangnya apa hubungannya?”

“Ah, ntar baca sendiri,” lanjutnya. “Di antara komen itu ada yang begini: Kalau malingnya ketangkap, nggak usah dikasihkan polisi, dihukum aja suruh mandiin burung-burung itu dengan cara dijilatin setiap hari selama setahun….”

Saya ngakak spontan. Tak kebayang, 10 burung Mul yang hilang dijilati satu-satu layaknya dimandikan sempurna, setiap hari, selama setahun! Matiii!!!

Maka berselancarlah saya ke ICJ, semalam. Saya baru tersadar bahwa telah terlalu lama saya online dan memutuskan keluar dari ICJ sekitar pukul 2 pagi! Ya Tuhan, mantap jiwa bener ICJ ini! Saya lelap dengan hati senang usai tertawa-tawa di atas kasur.

****

Dari berbagai sumber yang adiktif banget sama ICJ, saya dapat informasi bahwa ICJ memang awalnya berisi postingan-postingan seputar cegatan polisi. Sesederhana itu. Lambat laun, berkembang luas seperti sekarang ini: dari postingan cegatan, kecelakaan lalu lintas, pencurian, penjambretan, penipuan, hingga curhat. Ya, curhat.

Saya lantas beradaptasi dengan cepat, bahwa cara terbaik mengail tawa-tawa lepas dari ICJ ialah membaca komen-komennya. Postingannya rata-rata biasa saja, tetapi sungguh komen-komennya yang kebanyakan menggunakan bahasa Jawa ala Jogjanan sanggup mengocok perut sampai kram.

Saya kutipkan sebagiannya di sini.

Ini ada vandal ketangkap, enaknya diapakke, Lur? (Dilengkapi foto pelakunya)

Catat: maksud “vandal” itu ialah perilaku merusak fasilitas umum, misal mencoret-coret jembatan, jalanan, toko, fasilitas publik, dan sebagainya.

Ribuan komen pun menyeruak di postingan itu. Di antaranya begini (silakan tertawa):

Kon dilati sampe ilang (suruh jilatan sampe hilang catnya).

Kon penekan wit kambil njuk anjlok (suruh naik pohon kelapa, lalu menjatuhkan diri).

Ditaleni titite nggo tampar cilik banget njuk digereti montor (diikat penisnya pakai tali yang sangat kecil lalu diseret pake motor).

Lalu ada pula postingan curhat dengan nada begini:

Lur, piye yo, bojoku ki mbiyen langsing, saiki bar manak kok dadi ginuk ra keruan, njuk kudu piye ki, ya? (Bro, gimana ya, istriku dulu langsing, sekarang setelah melahirkan jadi gendut nggak keruan, baiknya aku harus gimana, ya?)

Siapkan tawamu membaca komen-komennya yang ribuan banyak. Di antaranya:

Seseti wae, Lur, njuk daginge didol nek pasar, bathi tho (Diirisi aja, Bro, lalu dagingnya dijual ke pasar, kan dapat untung).

Diijolke nek Barkas, Lur, iso entuk loro (Ditukar tambah ke toko Barkas (Barang Bekas), Bro, kan bisa dapat dua).

Aku duwe solusi jos, Lur. Ijolke ro kancaku, isih langsing, lanang ra lulus sekolah SMP (Aku punya solusi jitu, Bro. Ditukarkan sama temanku, masih langsing, cowok belum lulus SMP).

Satu contoh lagi. Kali ini postingannya menyertakan foto cewek muda yang dandanannya ala-ala Syahrini begitu. Cetar membahana begitu, dengan tagline: pantang keluar sebelum alis kelar. Captionnya begini:

Cewek iki penipu. Ati-ati, Lur, sudah banyak banget yang jadi korbannya, termasuk suami saya. Modusnya jual barang atau ngajak bisnis, begitu uang disetorkan, dia menghilang.

Tahu komen-komennya yang bikin kejer?

Sik, Mbak, bojomu rakyo lanang, to, kok iso bojomu sek lanang kui urusan duit karo mbake kui. Wahhhh, mugo dong lho, Mbak (Bentar, Mbak, suamimu kan lelaki, ya, kok bisa suamimu yang lelaki sampai punya urusan uang sama mbak itu. Wahhh, moga kamu ngerti…).

Nek nganti ketemu aku, tak jejeki anumu, Mbak (Kalau sampai ketemu aku, akan kusodoki pakai kakiku anumu, Mbak).

Ada yang membalas komen tersebut:

Ngopo nggo sikil, Lur, po ra penakan nggo manukmu? (Kenapa pakai kaki, Bro, kan enakan pakai burungmu?).

Ia menjawab:

Lhah, nggo sikil wae rakyo mesti kelelep, Lur, pomeneh ming nggo manuk (Lha, pakai kaki aja mesti longgar tenggelam, Bro, apalagi cuma pakai burung).

Piye nek nggo becak wae? (Gimana kalau pakai becak aja?).

Mbok sisan nggo sepur (Sekalian pakai kereta api).

Sak masinise (sekalian sama masinisnya).

Sak stasiusne sisan (sekalian sama stasiunnya).

Gila, gokil, biadab banget kelucuannya. Kurang lebihnya sejenis itu teks-teks yang bakal mengocok perut siapa pun yang masih menyimpan selera humor di kepalanya. ICJ mengalihkan dengan sempurna karut-marut persepsi, opini, dan world view kita semua tentang Indonesia yang melulu riuh oleh ontran-ontran politik dan agama yang sungguh membosankan. Tak ada debat khilafah di ICJ,  NKRI Syar’i, bela Islam, FPI, Habib Rizieq, Ahok, Syi’ah, Liberal, Palestina, Yahudi, Amerika, dan segala yang penuh berahi-egoisme pada kebenaran-kebenaran parsial itu.

ICJ menciptakan “dunia tersendiri” dengan atmosfir yang santai, penuh tawa, seru, dan utamanya kental persaudaraan lintas SARA, lintas perkenalan. Jika Anda kebetulan harus melintasi suatu wilayah asing di suatu malam, sendirian, naik motor, dan Anda waswas pada gangguan klithih, masuklah ke ICJ, lalu carilah orang-orang yang secara terbuka mengumumkan diri dan kelompoknya siap mengawal atau menemani perjalanan Anda tanpa pamrih, tanpa tarif.

ICJ memberikan pembelajaran eksistensial dengan cara sederhana sekaligus jujur bahwa kita semua adalah manusia dan tetaplah manusia yang membutuhkan manusia-manusia lain, tanpa tendensi politis, agama, dan apa saja.

Seyogianya, begitulah patutnya kita—dalam ungkapan Sigmund Freud—memilih memenangkan “kreasi”, bukan “destruksi”, dalam mengarungi alam dunia ini. Seyogianya, begitu pulalah patutnya kita—dalam nasihat Joestin Gaarder—menggunakan hati nurani, bukan sekadar memiliki hati nurani.

Pada jalur kontribusinya kepada marwah kemanusiaan, ICJ adalah amal jariyah yang sungguh konkret, penuh daya guna, to the point, dan real keseharian! Buat saya, ICJ lebih berharga untuk dipilih sebagai jalan mantap jiwa ketimbang debat-debat faksional tanpa ujung perihal halal-haram dan rebutan kavling surga yang sungguh memuakkan.

Jogja, 25 Januari 2017

Edi AH Iyubenu

Comments

  1. M Faizi Reply

    sudah dibaca..

Leave a Reply to M Faizi Cancel Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!