Puisi-puisi Kedung Darma Romansha (Yogyakarta): Dan Sunyi Berceracau Lewat Burung-Burung

untuk puisi Kedung

Kubur Terakhir

 

malam ini kita tertawa

mencium harum bunga

yang minggat dari tubuhmu.

kau beringsut melihat mata mengintaimu

di balik rimbun kenangan.

menumpuk serupa kubur nama

yang pernah kau catat

epitaf-epitaf yang kau ceritakan

dan menitipkannya dalam puisiku.

 

malam memanjang

menyerupai lorong gelap di kepalamu.

kau sembunyi di tubuhmu yang lain

sebab masa lalu menyimpan rapi segala yang pergi.

orang-orang tak mengenalmu

kecuali ia yang dilahirkan dari masa lalu

menambal luka dan bertukar sepi.

 

 


 

Dua Sajak Dalam Satu Malam

 

are yang kesepian

(azan awal)

iblis menggelar fajar palsu

are merengek minta susu:

“Yah…entus..”

segelas susu selesai

segelas resah tak selesai-selesai.

si ayah menyumat rasa kesalnya

pada sebatang rokok

are tak lagi merengek.

setengah cangkir kopi habis

setengah cerpen mengapung di atasnya.

 

“Yah… eta, bing…”

si ayah pura-pura tak dengar

rokoknya mengepul

mirip cerobong kereta tua.

berkali-kali are ngoceh

mirip pedagang asongan kereta

“Nanti ya…. lihat kereta sama mobilnya,

komputernya masih dipakai ayah kerja.”

are kecewa dan keluar rumah.

di halaman rumah,

tiga penyair muda sibuk menghimpun diksi

dari kesepian, puisi yang kesepian.

(azan shubuh)

are membongkar mainannya yang berdebu.

“Om, aen.. om…”

”Nanti, masih gelap. are tidur lagi sana!”

are main sendiri

ngoceh sendiri

ngomel sendiri

ibunya sibuk mencuci

piring kotor, gelas kotor, baju kotor,

dan lantai dapur yang kotor.

 

amigos yang pemalas

apakah bedanya koto dan amigos?

jelas keduanya sama-sama masih bernafas.

amigos asli persia

bulunya lebat dan lembut pula

itulah alasan kenapa ia suka tidur.

 

amigos hilang

koto resah melebihi kehilangan pacar

hilang pacar, banyak gantinya

hilang amigos, uang gantinya.

 

satu malam

ini sajak ditulis dengan lapar

penyair yang ingin kaya dan terkenal

ini sajak dijual eceran

bisa pesan buat pacar

atau calon pacar

atau siapa pun

tanpa batas umur

silahkan memesan!

puisi kejar mingguan.

 


 

Kita Lupa Jemuran

 

gelap mengental di jantung

rembesan sunyi

membasahi tubuhku.

di luar,

jemuran masih tergantung

kita terka jarak esok

masihkah ada matahari?

membaca cuaca

dan beberapa rencana yang terbuang

kitapun terus memutar jam

mengokohkan langkah

dan jejak-jejak yang tertinggal

di tubuh kita.

 


 

Musim yang Tiba-tiba Menepi di Sela-sela Bulu Matamu

 

tak biasa kutemukan engkau siang hari

di bawah payung pohonan

musim tiba-tiba menepi

di sela-sela bulu matamu.

 

kemelut debu, langit cerah.

catatan basah, sebab embun semalam turun

membasahi bait-bait tubuhmu;

kausimpan setiap halamannya di dada kirimu

merapikannya,

kau baca, merekamnya,

setiap kejadian yang curah dari matamu.

 

masih adakah yang harus dibicarakan

selain kemurungan masa depan?

lalu siapa telah menulisnya kemarin

ketika hujan terhenti pada sepasang matamu?

 


 

Dan Sunyi Berceracau Lewat Burung-burung

 

sunyi berceracau lewat burung-burung

angin menghembus diri

jadi daun berguguran

ditingkahi tetes gerimis

dan suara gaduh yang jauh:

 

kurangkumi setiap kecewa

yang kelewat putus asa.

 

sunyi berceracau lewat burung-burung

mencaci segala yang pergi

serupa dosa yang dibingkai

dalam album ingatan.

 

ingatan adalah hantu usia

mencekikmu ketika tiba jeda.

dan hari ini kita mencipta masa silam

dari burung yang pelan-pelan terbang

dari tubuhmu.

 


 

Tujuh Hari di Malam yang Sama

 

lupakan mimpi tujuh malammu

dan mulailah belajar berbohong.

 

mari! sebentar lagi perburuan akan dimulai

di tiap tikungan atau gang-gang sempit

kau akan menemukan kepala yang meleleh.

bola mata hijau. sepatu hijau.

jalan-jalan hijau. gedung-gedung hijau.

harapan yang hijau.

 

jalan-jalan cuek

masa depan merangkak dan hibuk

berdesakan, di dalam rencana yang macet

dan selokan-selokan yang mampet.

 

“Hello, apa kabar?

jam berapa sekarang?

libur akhir pekan akan sama:

kopi dan berita korupsi,

iklan coca cola dan pepsi,

selamat menikmati.”

 

suara mesin berdengung di kepala

mungkin itu rindu

atau suara emakmu,

“Kota tidak membuatmu lupa jalan pulang kan?”

 

rambu-rambu jalan padam

kota padam

senja melipat cahaya

dan orang-orang berumah di kepala.

 

tutup kembali jendelamu

lupakan kejadian yang padam di jalan

pasang selimut dan jadilah pemimpi yang pemberani!

 

 

  • Puisi ini diilhami dari instalasi “Bangun tidur kuterus mandi” karya Sumbul Pranowo.

 


 

Tarling Paceklik

 

cahaya bulan sobek

di atap rumah yang bocor

aroma kayu bakar meruap

di udara yang kotor

suara dangdut tarling

lebih kering dari sawah

dan sungai-sungai kurus.

lolong anjing lapar

melukai mimpi mereka

di sepertiga malam.

doa mereka dicuri

dari lubang mimpi.

dan pagi,

jadi hal paling menakutkan untuk sembuyi.

matahari malas lewat di atas kepala

udara lelah di setiap nafas mereka

dari desa ke kota

dari pabrik ke klub malam

dari rumah bordil ke gang-gang sempit

tempat semua dimulai

dengan keringat dan kepalsuan.

 


 

Cerita Semalam dari Kota Mangga

 

kenangan itu runtuh dari matamu

malam roboh di bahumu.

sebab setiap jeluk tubuhmu

memuat timbunan masa lalu.

di situ kau pernah membangun taman dongeng

tentang pangeran yang menunggangi kuda putih

yang membawa lari hatimu ke tengah hutan.

 

“Ayahku guru, aku SMU.

pangeranku datang dengan honda baru.

lalu minggat setelah menjilati rasa maluku.”

 

senja kemarin sudah tenggelam

matamu pualam

airmata hanya menderaskan masa silam

yang akan menenggelamkanmu.

kembalilah,

seperti bulan lahir karena malam

sebab kekalahan hanya bisa diterima karena kemenangan.

“Tapi kemaluanku dicuri. Seorang pangeran telah membawanya ke hutan”.

maka kembalilah,

pada kemaluan yang akan menjagamu.

Kedung Darma Romansha
Latest posts by Kedung Darma Romansha (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!