Dukun Kimin; Santet dan Dendam Masa Lalu

Hari itu, Mulyo sedang terlibat obrolan dengan Sabar. Berteman kopi yang dibuat oleh Ani—adik Mulyo, topik yang mereka bahas pun beraneka ragam. Mulyo dikenal sebagai mahasiswa yang kuliah di kota. Ia pulang sesekali ke desa. Sementara Sabar adalah laki-laki desa yang menyandang predikat pengangguran.

Sabar pernah membaca di koran, tentang mahasiswa yang beberapa saat lalu memberi kartu kuning kepada Presiden. Ia memastikan hal tersebut kepada Mulyo. Itulah yang menggiring obrolan mereka ke masalah politik di negeri ini. Apalagi tahun 2018 sudah mulai “panas” tentang pemilihan pemimpin. Obrolan dengan cepat berpindah kepada Piala Dunia yang juga segera berlangsung. Tentu saja kaitannya dengan bahasan kartu kuning sebelumnya.

Tengah asyik bercanda tentang cara agar Indonesia masuk dalam Piala Dunia, tetangga mereka yang bernama Mbah Slamet datang. Ia adalah salah satu tetua yang dihormati. Katanya, ia akan ke desa sebelah. Namun, langkah itu terhenti karena godaan tawaran untuk ngopi bersama. Ani mengantarkan kopi untuk Mbah Slamet dan meminta Mulyo untuk masuk ke rumah. Mbok Ayu, ibu mereka yang sedang sakit, memanggilnya.

Indah datang dengan tergopoh-gopoh. Ia mencari Mbah Slamet karena ada yang aneh dengan ibunya yang tiba-tiba berteriak seperti bukan kemauannya sendiri. Sabar bertanya baik-baik tentang kondisi ibu Indah, tetapi ditanggapi dengan tatapan benci. Buru-buru, ia meminta Mbah Slamet untuk pulang bersamanya. Mulyo yang muncul dari dalam rumah sempat terkejut dengan keramaian yang terjadi. Terlebih dengan sikap Indah yang kurang menyenangkan terhadap Sabar.

Di desa tempat tinggal mereka, memang ada beberapa keanehan. Mbok Ayu tengah sakit, bahkan sudah cukup lama. Sementara itu, Atun yang merupakan adik Sabar juga sakit. Malah lebih parah. Menurut salah satu dukun di situ, semua yang dialami oleh warga tidak terlepas dengan perbuatan di masa lalu. Bisa saja ada yang tidak suka lalu mengirim santet.

Dukun Kimin, begitulah orang itu biasa dipanggil. Sabar cukup sering mendatanginya. Niat utamanya adalah meminta bocoran nomor togel, tetapi Dukun Kimin sering bercerita tentang hal lainnya. Sabar menceritakan kembali yang ia ketahui dari Dukun Kimin, tetapi Mulyo tidak percaya begitu saja.

Hingga hari itu tiba.

Atun yang sudah lama sakit, meninggal dunia. Sabar tentu sangat terpukul. Ia semakin meyakini bahwa ada yang berniat jahat kepada keluarganya, yakni dengan mengirim santet. Kecurigaannya tertuju kepada Indah yang selalu memasang wajah benci kepadanya. Bersama Mulyo, ia mencari tahu tentang kejadian aneh yang menimpa desanya. Siapa sangka, ia justru bertemu kenyataan yang sangat berbeda dengan dugaan. Tetua yang selalu ia hormati, ternyata bersekongkol dengan seorang dukun yang ia percaya selama ini, untuk membalas dendam masa lalu.

“Dukun Kimin” adalah judul naskah yang dipentaskan oleh Teater Jaringan Anak Bahasa (JAB) Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta pada Minggu 13 Mei 2018 di Green Hall Kampus 2 UAD Jl. Pramuka, Umbulharjo. Acara ini merupakan studi pentas dalam rangka melaksanakan Program Kerja Pengurus Harian Teater JAB tahun 2018–2019. Dukun Kimin  mengangkat tema Adat, Adab, Arah, yang ditulis Rizki Ramdhani dan disusun oleh Tim Kreatif Studi Pentas Teater JAB 2018. Pementasan tersebut sekaligus kritik sosial tentang kemanusiaan dan politik.

Rizki selaku sutradara mengungkapkan, latar belakang mengangkat tentang kemanusiaan dan politik dalam pementasan tersebut karena jiwa manusia yang tidak luput terhadap dugaan-dugaan. Selain itu, tahun ini juga merupakan tahun politik karena mendekati pemilihan presiden dan kepala daerah. Melalui tokoh-tokohnya, hal itu terepresentasikan dengan baik. Apalagi ada unsur adat yang diusung, yakni kecurigaan dan prasangka buruk yang mengarah kepada perilaku santet.

Banyak dijumpai praktik politik yang menggunakan klenik. Di antaranya untuk mencapai kesuksesan, mencelakai lawan, dan lain sebagainya.

Untuk menyempurnakan pertunjukan, Teater JAB menjalani latihan selama satu bulan. Para pemain merupakan calon anggota baru Teater JAB angkatan 2017 dan peran yang mereka peroleh didapatkan setelah casting.

“Setiap pementasan tidak luput dari kendala. Secara pribadi, saya masih mencari metode yang tepat agar para pemain mudah paham dan mengerti apa yang saya sampaikan,” ujar Rizki.

Ia menambahkan, harapannya untuk para anggota JAB yang ikut pementasan ini akan lebih baik lagi di masa mendatang. Selain itu juga agar mereka dapat memberikan ilmunya kepada orang lain. Tidak lupa, akting bukan satu-satunya keterampilan yang harus dikuasai. Mereka dituntut untuk bisa menulis dan menyusun naskah. Jadi, ini adalah langkah awal untuk langkah lain yang lebih luar biasa.

Pementasan ini dilakoni oleh Ninda Rulinting, Wedhaningtyas Sri, Aditia Kurniawan, Wiwin Astuti, Maulana Aziz S., dan M. Imam Mutaqin. Sebanyak seratus orang dari berbagai komunitas juga ikut mendukung. Maka, tak salah jika pementasan ini terbilang bagus dan istimewa.

Utami Pratiwi

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!