Jangan Ada Ponsel di Antara Kita

jangan ada ponsel di antara kita
Sumber gambar klimg.com

Suatu malam, Linda mengajak teman dekatnya yang bernama Anggi ke taman kota. Maksud hati Linda ingin curhat sambil makan malam menikmati suasana kota yang ingar-bingar. Namun sial bagi Linda, sampai hampir setengah jam mereka berada di tengah taman yang ramai oleh suara musik dan pengunjung yang lain, Anggi sama sekali tak melepas perhatian dari layar ponselnya. Padahal Linda sudah ngasih kode kurang ganas dengan cara meletakkan ponsel di meja dan tidak menyentuhnya sama sekali, meskipun beberapa kali ada pemberitahuan pesan yang masuk. Lalu, sepulangnya dari taman kota, Linda membuat status di facebook: Aku mengajakmu keluar bukan untuk jadi penonton kamu yang tertawa konyol dengan gadget-mu!

***

Pembaca basabasi yang dicintai Tuhan, fenomena yang dekat mendadak jauh dan yang jauh selalu dekat seperti kisah sangat singkat di atas sering sekali terjadi dan sudah menjadi pemandangan yang biasa belakangan ini, di mana pun! Di restoran, di ruang pertemuan, bahkan di bangku taman yang biasanya digunakan sepasang kekasih untuk berkencan. Loh, berkencan tapi masih sibuk dengan gadget masing-masing? Kenapa tidak pacaran jarak jauh aja? Sekali mendayung, dua pulau terlampaui. Nggak jomblo dan sekaligus bisa tetap fokus ke layar ponsel sepanjang waktu. Ngepoin status-status teman dan bergurau di grup BBM atau WA sambil membalas pesan dari sang kekasih. Enak, toh?!

Sebagian besar dari kita pernah jadi korban atau bahkan malah pelakunya. Nih, buktinya khusyuk banget baca artikel ini sampai lupa ada teman yang dari tadi manyun di depannya. Yang namanya korban, seperti Linda dalam cerita itu, sudah pasti merasa menjadi pihak yang dirugikan. Misalnya cuma berdua di mobil atau motor dengan posisi kita sebagai “sopirnya”. Sepanjang jalan tak ada obrolan sama sekali. Bukannya mencoba untuk menghilangkan rasa bosan dan ngantuk yang melanda si pengendara, teman kita satu-satunya itu malah asyik sendiri dengan gadget-nya. Belum lagi jika kejadiannya di tempat umum, dan hanya berdua dengan seorang teman atau pasangan, rasa nggak nyaman sudah pasti ada karena di hadapan banyak orang, kita tampak seperti manusia kesepian yang menunggu datangnya keajaiban untuk diajak bicara. Cuma ada satu orang yang kita kenal, tapi orang tersebut malah sibuk sendiri, seolah foto makanan di galeri ponselnya akan ikutan basi jika tidak segera diunggah. Kemudian sampai pada kenyataan bahwa kita tidak lebih penting dari gadget-nya. Ibarat sebuah hubungan, ini semacam cinta yang bertepuk sebelah tangan. Pahit? Ojelasss!

Berdasar pengamatan dan pengalaman hasil curhatan teman sekitar, korban pecandu gadget garis keras ini ada tiga golongan.

Pertama, golongan korban yang blak-blakan. Mereka berani mengutarakan kekesalannya karena dicuekin. Baik dengan cara halus maupun terang-terangan. Misalnya dengan kalimat “Bisa tolong taruh dulu ponselnya, aku mau ngomong sesuatu.” atau “Kamu pilih aku atau ponselmu? Jawab pertanyaan Abang, Dek. Jawab!” Lalu, si abang kesal dan berlalu membawa sejuta rasa jengkel. Tiga bulan kemudian, cowok itu menikah dengan orang lain. Ealaaahhh!

Kedua, golongan ini adalah kumpulan korban yang nggak berani negur secara langsung tapi nyindir melalui sosmed atau langsung mengajak pulang. Ya seperti si Linda tadi itu. Nah iya kalau si pelaku nyadar atau minimal merasa tersindir, kalau nggak? Sampai cecak jalan berdiri juga nggak akan mengubah apa pun. Yang namanya perasaan, kalau hanya dipendam dan tidak pernah disampaikan, kita nggak akan pernah tahu jawabannya. Berbalas atau tidak!

Ketiga, golongan orang yang memilih untuk mendiamkan saja. Entah karena memang cuek atau kurang enak untuk menegur teman atau pasangan sendiri. Golongan ini memutuskan untuk menyimpan segala kekesalannya di dalam hati saja. Cukup dia dan Tuhan yang tahu, dan berharap semoga waktu segera menyadarkan si pelaku. *apa ini, kok melebar?

***

I fear the day that technology will surpass our human interaction. The world will have a generation of idiots.–Albert Einstein

Ya, idiot! Buat apa berjanji untuk bertemu di suatu tempat jika kemudian yang terjadi malah sibuk sendiri dengan gadget masing-masing? Menghadirkan kesunyian di tempat yang ramai. Menggadaikan waktu untuk yang maya daripada yang nyata dan jelas sudah teronggok di hadapan kita.

Gaiss, ada kalanya kita benar-benar butuh genggaman dan pelukan hangat yang nyata terasa ketimbang sebaris kata “kamu yang sabar ya” yang nongol di ponsel. Bahkan, jemari lembut orang yang pernah kamu cuekin demi bersenang-senang dengan teman-teman mayamu bisa jadi adalah hal yang paling kamu butuhkan untuk menghapus air mata di pipi ketika tangan sendiri sudah terlalu lemah untuk melakukannya.

***

Ayolah, letakkan dulu ponselmu. Tataplah mataku dan akan kukatakan bahwa aku punya perasaan yang sama. Aku juga mencintaimu! Kalimat berharga itu akan kuucapkan untuk pertama kalinya kepadamu melalui lisan yang mewakili hati, bukan lewat pesan singkat yang tanpa intonasi!

Avifah Ve

Comments

  1. Destia Putri Reply

    Idenya bagus, tapi kok tulisannya dipaksa buat lucu ya??jadinya GARING.. apalagi ada coret2 yang ga asik. Kalau mau pakai coret coret ya harusnya memang lucu..bukan dipaksain.. Jadinya ganggu para pembaca dan pesan jadi ga sampai..

  2. Edi Winarno Reply

    Bagi saya, ini tulisan bagus kok. Beda pendat(an) boleh kan?

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!