Kala Bahtera tak Lagi Tenang Berlayar

Arvya tidak pernah menduga, aktivitasnya di media sosial perlahan-lahan mampu menghadirkan badai yang mengusik perjalanan bahtera rumah tangganya yang selama ini terbilang tenang berlayar. Semula barangkali sekadar kegembiraan sesaat, mengenang masa silam kala berjumpa dengan banyak kawan lama, bahkan sejumlah reuni pun sempat diikutinya. Arvya bisa menikmatinya tanpa beban, sedangkan keseharian hidupnya masih berlangsung normal belaka. Namun, menjadi sesuatu yang berbeda ketika ia kembali berhubungan dengan sebuah nama istimewa dari waktu lalu. Lelaki yang pernah menjadi kakak kelasnya semasa SMA itu adalah cinta pertama Arvya. Kendati hanya sempat setahun berpacaran, tapi hari-harinya bersama Abdi menjadi memori indah yang terlampau sayang untuk dilupakan bagi Arvya.

Awalnya mereka sebatas menggali kenangan bersama sebagai dua sejoli tempo hari. Namun, lambat laun Arvya merasakan begitu banyak hal yang terkoneksi dengan baik dalam setiap percakapannya dengan Abdi. Seakan-akan hati mereka kembali bertaut satu dengan yang lain. Mereka sebenarnya sama-sama telah berkeluarga, tapi justru masalah yang terjadi dengan pasangan masing-masing acapkali mewarnai perbincangan mereka. Arvya dan Abdi kemudian mulai kerap berjumpa berdua belaka tanpa perantara piranti teknologi, tentunya secara rahasia di tempat yang tidak terlalu terbuka.    

            “Vya, bolehkah aku berterus terang tentang sesuatu?” tanya Abdi pada suatu petang.

            “Tentu saja boleh. Ada apa sih, Mas?” sahut Arvya dengan manja.                      

            “Hmmm, sepertinya aku jatuh cinta lagi padamu. Maafkan aku, jika sudah lancang mengatakan hal itu.”

            “Ah, tak perlu minta maaf segala. Apakah Mas Abdi tidak tahu, sejatinya aku merasakan hal serupa? Cuma sebagai perempuan, tentu aku tak layak menyatakannya lebih dulu. Kusadari, rasa yang dulu pernah ada pelan-pelan mulai tumbuh lagi mengisi relung sanubari.”

            “Wow, puitisnya dirimu sekarang,” ucap Abdi dengan bertepuk tangan kecil.

            “Ah, Mas Abdi bisa saja komentarnya,” kata Arvya sambil mencubit lengan lelaki yang duduk di depannya. Senyuman mereka tersungging bersamaan, menandakan sukacita yang kian bersemi di hati mereka. 

“Vya, kini saatnya kita bicara lebih serius. Sampai berapa lama, kita akan terus menjalani hubungan semacam ini? Bagaimana dengan pasangan kita masing-masing, juga anak-anak kita nanti?”

“Sepertinya untuk sementara, ya begini sajalah hubungan kita. Terus terang, aku belum berniat berpisah dengan suamiku, meski cintaku padanya barangkali tak lagi sama. Lagi pula, kasihan juga anak-anak sekiranya kami nanti bercerai.”

“Ternyata berbeda dengan yang kualami. Sejak bertemu lagi denganmu, aku makin kehilangan rasa cinta pada istriku. Aku justru mulai berpikir untuk berpisah saja dengannya. Toh, anak-anak kami sudah mulai dewasa dan tentu aku tetap bertanggung jawab memenuhi kebutuhan finansial mereka.”

“Sepertinya aku perlu waktu untuk merenungkan banyak hal, Mas. Tentang hubunganku dengan Mark dan anak-anak, juga tentang hubungan kita berdua.”

“Baiklah, mungkin sebaiknya hubungan kita memang cukup seperti ini, sebagaimana yang kau mau.”

***

Sebuah keluarga idaman nan sempurna. Barangkali demikian opini kebanyakan orang yang sekilas belaka menatap kehidupan Arvya bersama Mark dan ketiga buah hati mereka. Arvya nan jelita dan cerdas bekerja sebagai notaris, sedangkan Mark yang tampan adalah seorang arsitek brilian yang sudah cukup lama membuka kantor sendiri. Ketiga anaknya yang masih bocah terdiri dari dua orang lelaki dan seorang perempuan. Mereka semua berwajah rupawan dan terpenuhi segala keperluan hidupnya karena kekayaan maupun kepandaian orangtuanya. Kebahagiaan dalam satu keluarga yang menjadi dambaan sesiapa, bagaikan layak mereka miliki sepanjang masa. Namun, memang tiada yang abadi di muka bumi.

Segala sesuatu yang senantiasa terlihat indah dari luarnya, belum tentu demikian kenyataannya. Gejolak yang tak biasa telah terjadi dalam kehidupan rumah tangga Arvya dan Mark, kendati tak tampak di permukaan. Kali ini bukan masalah sederhana yang biasa mewarnai kehidupan suami istri. Arvya belum lama menyadari bahwa Mark sesungguhnya bukanlah kekasih impiannya, bahkan hingga sebelas tahun usia pernikahan mereka. Cinta sejatinya adalah untuk Abdi seorang. Lebih dari dua puluh tahun mereka tak pernah bertemu, tapi perjumpaan kembali Arvya dengan mantan kekasihnya semasa SMA terbukti mampu menghadirkan keindahan tersendiri. Bagi Arvya, Abdi memiliki sejumlah kelebihan–seperti sifatnya yang humoris dan romantis—yang tak dipunyai oleh Mark.

Arvya memilih menjalani kisah cinta rahasia bersama Abdi, yang dari sisi mana pun sepintas terlihat kalah ketimbang sang suami yang sah. Namun, lelaki itu memenangkan hati sang perempuan cantik pada saat ini. Abdi sebatas pegawai biasa di salah satu dinas tingkat provinsi. Ia langsung bekerja dan tidak melanjutkan pendidikan setelah lulus SMA. Penghasilannya dalam sebulan mungkin hanya sepersepuluh penghasilan Mark dalam waktu yang sama. Secara fisik pun Abdi tidak terlalu tampan, mungkin postur tubuhnya ideal belaka sebagai lelaki yang hobi berolah raga sejak remaja. Abdi sendiri telah berkeluarga lebih dari lima belas tahun lamanya. Anak pertamanya baru masuk SMK, sedangkan si bungsu masih kelas II SMP. Kehadiran kembali Arvya jelas telah menggoyahkan kalbu Abdi. Sikapnya yang berbeda selama berada di rumah mulai mengundang rasa curiga. Sang istri pun akhirnya mengerti perselingkuhan yang dilakukan suaminya. Masanya telah tiba untuk mengungkapkan kegalauan hatinya.

“Jika memang Mas Abdi lebih mencintainya, lebih baik pergilah dari sini, dan kita bercerai saja,” ucap istri Abdi pada suatu malam.

“Baiklah, jika maumu memang begitu. Aku akan pergi dan nanti kita bertemu di pengadilan,” jawab Abdi yang sebenarnya sudah cukup lama menunggu momentum tersebut.

***

Abdi untuk sementara menyewa sebuah kamar seadanya setelah meninggalkan tempat tinggalnya selama ini. Ia mengajak Arvya bertemu untuk menanyakan kepastian hubungan mereka. Kedua orang itu lantas berjumpa di sebuah kafe yang lokasinya cukup tersembunyi di pinggir kota.

“Vya, sudah kukorbankan keutuhan keluargaku demi cinta kita. Proses perceraian dengan istriku sebentar lagi kuurus di pengadilan. Bagaimana denganmu, apakah kau sudah berterus terang kepada suamimu?”

“Maaf, Mas. Aku belum bilang apa-apa kepada Mark. Dia sibuk sekali dengan pekerjaannya akhir-akhir ini. Saban kami berjumpa, waktunya selalu singkat belaka. Bahkan kami pun sudah lama tidak melakukan rekreasi bersama anak-anak seperti dahulu. Aku masih belum tahu mesti bagaimana.”

“Kau cari waktulah untuk bicara serius dengannya. Apakah aku mesti menemuinya di tempat kerja dan ngomong blak-blakan tentang hubungan kita?”

“Jangan, Mas. Aku tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Mark menerima kehadiranmu. Aku khawatir malah terjadi hal yang lebih buruk. Lebih baik segera kuusahakan pertemuan empat mata dengan suamiku. Mas Abdi yang sabar saja menunggunya,” ucap Arvya seraya memegangi kedua tangan Abdi

“Baiklah, akan kutunggu. Ini demi cinta sejati yang telah bersemi kembali.”

Abdi dan Arvya tetap menjalani riwayat asmaranya yang belakangan diketahui banyak orang, terutama teman-teman yang mengenal mereka berdua sejak lama. Abdi yang sempat dipilih menjadi ketua panitia reuni SMA satu angkatan akhirnya malah mengundurkan diri karena merasa tidak lagi memiliki integritas yang baik dan sudah cacat secara moralitas. Ia bahkan memilih tidak menghadiri perjumpaan dengan kawan-kawan lawasnya karena sudah malu hati. Sementara itu, Arvya masih menanti waktu yang tepat untuk menyatakan niatnya mengakhiri perjalanan bahtera rumah tangganya bersama Mark.

Luhur Satya Pambudi
Latest posts by Luhur Satya Pambudi (see all)

Comments

  1. Rml Reply

    55

  2. Miya Reply

    Kak, ini endingnya gimana???

  3. toscahlb© Reply

    Si Abdi yang beg* kalah cerdas sm Arvya

  4. Tian riani Reply

    Nanggung dan gantung

  5. Lentera Biru Reply

    ada kelanjutannya kah?

  6. tedd mint Reply

    Akhir cerita ini diserahkan ke pembaca, mungkin begitu maunya si penulis cerpen ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!