Lahir tanggal 20 April 1889, Hitler adalah warga Austria yang sukses mengubah Jerman menjadi bangsa paling ditakuti dengan NAZI-nya itu. Kisah “kesuksesan” Hitler dalam mengubek-ngubek kedamaian kaum Yahudi di tanah Eropa sudah bukan cerita langka, diramu dengan berbagai versi, yang cinta, yang benci, yang malu-malu. Film-film yang mengangkat tema Perang Dunia II bejibun jumlahnya. Novel-novel dengan setting tahun empat puluhan sama menjamurnya. Memang, sekejam-kejamnya Hitler dengan kumisnya yang sangat aneh seksi itu, ada sisi lain yang orang sukai darinya.
Akuilah itu, Lay!
Seperti halnya para pemimpin dunia lain yang ditumbangkan dari kekuasaan. Tak perlulah cari sampel jauh-jauh di luar negeri, yang tumbang tahun ‘98 kemarin juga gitu, sih. Piye kabare? Enak zamanku tho? Ups kesebut slogan.
Ketika sedang mengendarai motor bebek kesayangan saya,[1] tiba-tiba melintas dalam pikiran ini, bagaimana kalau skenario Hitler dahulu berbeda dari apa yang sekarang menjadi sejarahnya?
Bagaimana jika… HITLER MEMBURU SUKU INDIAN JOMBLO?
Awal mulanya lamunan saya dari sini:
Hitler sejatinya adalah seorang jomblo aka lajang aka single yang akhirnya menikahi Eva Arnaz Braun selama: SEHARI! Menikah di tanggal 29 April, lalu dipisahkan oleh maut 30 April 1945 alias bunuh diri. Selama menjadi pemimpin Jerman, hari-harinya dihabiskan dalam kesendirian. Sebelum menjadi Fuhrer, kabarnya Hitler adalah prajurit. Jangan bayangkan seperti Bradley Cooper dalam film “American Sniper” atau Tom Hanks di “Saving Private Ryan”. Memanggul senjata otomatis, mengintai musuh dari kejauhan, lalu di saat yang tepat melakukan serangan taktis. Sama sekali bukan. Untuk ukuran prajurit, Hitler punya badan yang termasuk kecil, sehingga tugas pengantar pesan lebih pas untuknya. Lincah dalam bermobilisasi di tengah-tengah desingan peluru lawan. Kekuatan orasi adalah kelebihan lain yang memukau dan tidak dimiliki prajurit pada umumnya. Pernah melihat rekaman pidato Hitler dari film-film dokumenter yang masih hitam putih? Di podium, dia membakar semangat para prajurit dan loyalis yang sangat mencintai bangsanya, mengubah mereka menjadi senjata pembunuh lebih berbahaya dibandingkan nuklir Korea Utara.
Hitler adalah jomblo. Lama menjomblo dan karena terlalu asyik sendiri. Asyik dengan obsesinya melibas ras lain, terlebih Yahudi yang dianggapnya tak punya tanah air hingga akhirnya merebut tanah orang dengan berbagai cara. Setidaknya, menurut catatan sejarah, 5,5 juta lebih Yahudi (dewasa sampai anak-anak) menjadi korban pandangan rasisme Hitler-NAZI ditambah korban-korban yang tidak ada sangkut pautnya dengan Yahudi alias sipil kebanyakan. Dalam buku Mein Kampf (Pertempuranku)[2], tulisan yang lahir dari perenungan dalam sel tahanan, Hitler menguraikan awal kebenciannya pada kelicikan Yahudi:
“Semakin aku sering berargumen dengan mereka semakin aku paham terhadap dialektika mereka. Pertama-tama mereka menghitung kebodohan lawan mereka, kemudian ketika tak ada jalan lain mereka akan berpura-pura bodoh. Jika itu pun masih tak membantu, mereka akan berpura-pura tak paham, atau jika ditantang berdebat, mereka akan mengganti subjek pembicaraan dengan terburu-buru dalam mengutip kata-kata hampa yang di mana jika Anda menerimanya, mereka akan menghubungkannya dengan masalah yang benar-benar berbeda dari konteks pembicaraan. Dan jika mereka diserang kembali, mereka akan memberikan alasan dan berpura-pura tidak mengetahui apa yang sedang kita bicarakan.”
Anehnya, memang hanya Yahudi yang benar-benar diburu layaknya bukan manusia lagi. Sejumlah teori konspirasi akhirnya muncul dengan banyak versi, salah satunya rencana besar Yahudi untuk menguasai dunia dengan mengorbankan kaumnya sendiri sebab Hitler sendiri kabarnya mewarisi gen Yahudi. Lagi-lagi teori konspirasi adalah pandangan yang siapa pun bisa menambahkannya sesuka hati, hingga ke ranah Gereja Katolik di Vatikan konon penuh dengan konspirasi dan antek Iluminati. Penggagasnya samar-samar, rumornya nggak hilang-hilang.
Kita nggak benar-benar bisa tahu siapa saja orang-orang yang mempengaruhi pemikiran Hitler dengan melihat banyaknya versi sejarah yang ada. Jangankan sejarah Jerman, sejarah kita sendiri juga beda-beda versi. Sebelum ’98, setahu saya PKI seperti penggambaran di film “Pengkhianatan G 30S/PKI” arahan sutradara Arifin C. Noer. Para petingginya punya rencana-rencana jahat pada negara Indonesia lalu anggotanya membantai orang yang habis shalat Subuh lalu penggambaran panjang dalam durasi 220 menit dan tidak pernah saya tonton sampai habis karena terlalu malam (saya waktu itu masih domisili di area dengan jam WITA), selain juga film itu sangatlah mengerikan mendekati klimaksnya. Segalanya sejak ‘98 berubah dan muncul versi lain tentang kebaikan PKI pada dunia pendidikan yang tidak terungkap ke publik dan bla bla bla. Tidak hanya itu saja, sejarah Indonesia lainnya pun tidak mau kalah, ada versi A, versi B, sampai versi pro-khilafah yang satu itu tuh. Dan mana yang valid, bebas dari politik kepentingan, belum sekarang terkuak.
Sebagai pemimpin besar, Hitler yang betah menjomblo hidupnya diliputi oleh obat-obatan. Tidur dan bangun tidurnya semua diatur dengan suntikan obat-obatan yang saat itu dianggap ekstrem, resep dari dokter pribadinya, dr. Theodor Morell, sekitar tahun 1942. Ketergantungan pada obat medis dan kokain memicu datangnya parkinson, seperti yang dialami oleh petinju legendaris Muhammad Ali. Tangannya gemetar di luar kesadaran.
Otak Hitler memang ukurannya sama dengan kita-kita ini, tapi apa yang ada di dalam otaknya menjadi pembeda. Meski jomblo, Hitler tidak terperangkap dalam kegalauan yang berlarut-larut, menangis semalam ditemani sepasang cecak yang bercumbu mesra di dinding kamar mintak dipites menyesali kepergian mantan dengan pacar barunya yang masih cakepan kita dikit, atau mengharap bisa membaca isi hati gebetan; adakah kita di hatinya selama ini.
Hitler memikirkan kesejahteraan rakyat Jerman, yang terpuruk setelah berakhirnya PD I. Maka perang adalah jalan perubahan. Perang akan membuktikan betapa dahsyatnya kekuatan militer yang mereka punyai sekaligus melibas musuh-musuh utama. (Kalimat lanjutan di paragraf ini sebenarnya mau saya tulis dalam bahasa Jerman agar tampak meyakinkan pembaca, tapi takut typo nanti malah kena bully admin @KampusFiksi). Dan jangan biarkan minoritas menguasai dunia! Hidup Arya!
Dampak serangan Hitler dan NAZI Group menjadi titik balik kebangkitan Yahudi di dunia internasional. Apa yang kita gunakan sekarang selalu bermuara pada Yahudi. Facebook, twitter, Google, Microsoft, McDonald, Universal Studios, HBO, Angelina Jolie, Zac Efron, kondom Durex, susu formula bayi, sampai air mineral kemasan yang sering ngiklan di televisi. Yahudi cepat move on. Contohlah mereka itu, di luar kengenesan nggak punya tanah air.
Sangat disayangkan memang usia NAZI sangat pendek hingga tak sempat mengincar kaum jomblo sebagai target empuk berikutnya. Bayangkan jika jomblo sempat dibuat makin menderita, kemudian beramai-ramai bangkit dan berbalik menjadi golongan kuat yang pantang menerima bully-an dari siapa saja. Secara statistik, jumlah jomblo jelas lebih banyak dari Yahudi. Jomblo bukanlah keturunan, tapi gaya hidup. Kekuasaan akan dipegang para jomblo-jomblo obsesif-narsistik yang berprinsip “sendiri memang lebih asyik”. Jomblo akan masuk dalam KTP menggantikan belum kawin, jomblo belum tentu BELUM KAWIN, Masbro, atau setidaknya beri pilihan macam di friendster facebook itulah, semisal it’s complicated, kan lebih mentereng kesannya. Para pelayan di tempat makan maupun tempat wisata diharamkan bertanya, “Sendiri aja, Mas? Pacarnya nggak dibawa? Mas apa Mbak ini?” Akan ada undang-undang yang secara ketat mengatur hal tersebut dengan hukuman minimal dijitak dua kali secara tidak hormat di depan umum.
Mungkin memang bukan Hitler yang suatu saat nanti akan menjadi pahlawan perubahan bagi para jomblo, tapi jauh di lubuk hati, saya mengagumi sosok ini, kecuali kumisnya. Entahlah. Semoga Hitler tenang di alam sana. Mari melamunkan hal yang lain sambil naik motor bebek. Lagi-lagi, ini hanya dilakukan oleh para ahli, jangan dilakukan di dalam rumah.
[1] Adegan ini dilakukan oleh ahli, jangan ditiru.
[2] Sejarah-hitler.blogspot.com.
- Cerita Ringan Seorang Pekerja Kantoran yang Biasa-Biasa Saja - 21 September 2016
- Arogansi adalah Racun yang Mematikan - 22 May 2016
- AADC 2; Lanjutan Keresahan Hati Rangga dan Cinta - 17 April 2016
Mohammad Yusuf
Jadi kebayang kalau Hitler nyambi jadi pengemudi Go-jek. Hail Fuhrer.
Nisrina Lubis
nah itu juga keren masbro