Apa yang ingin Anda harapkan saat kubu kebaikan melawan kubu kebaikan? Tentunya hal ini tak lazim bagi kita yang biasa menerima bahwa kebaikan harusnya melawan kejahatan. Dari kita kecil, seluruh dongeng yang pernah dihaturkan, diajarkan baik dalam pendidikan formal atau bukan, kebaikan selalu menang melawan kejahatan. Maka kita diharuskan tidak boleh jatuh atau sengaja bersenggolan dengan hal yang jahat apa pun itu bentuknya. Karena contohnya banyak bahwa kejahatan selalu berakhir dengan tidak bahagia. Hanya kenyataannya banyak yang jahat justru tak selalu berakhir tidak bahagia. Contohnya? Pergilah ke pengadilan negeri di tempat Anda dan dengarkan vonis yang dijatuhkan oleh Yang Mulia. Kalau contoh tersebut kurang mengena, ambillah contoh mantan yang senang menyakiti Anda. Lihatlah, para mantan pasti bahagia dengan pasangan mereka yang baru sementara kita masih terjebak dengan bayangannya.
Namun segala sesuatunya digerakkan oleh motif. Apa yang kita pikir jahat, belum tentu adalah hal jahat bagi si pelaku. Pernahkah Anda berpikir kalau ibu tiri di cerita Cinderella itu mempunyai motif yang baik sehingga kita berpikir sebaliknya? Coba pikir andai kata ibu tiri itu tidak memberi tumpangan tempat tinggal kepada si Ella, mungkin Ella akan berakhir menjadi salah satu korban koyakan serigala lapar di hutan yang gagal memakan tiga babi mungil. Pernahkah Anda pikir kalau motif koruptor di negara ini sesungguhnya adalah mereka bingung cara memutar uang agar uang tersebut beranak-pinak tanpa bantuan dukun serta bank gaibnya? Salah satu komika di Indonesia mengatakan, bahwa koruptor adalah orang yang punya jiwa entrepreneurship yang dahsyat karena tidak ingin melihat duit itu diam.
Jadi baiknya kita kembali melihat seseorang itu dari motifnya. Seseorang yang melakukan kebaikan belum tentu motifnya baik dan demikian sebaliknya. Kita mengambil contoh dari film yang sedang diputar saat ini; Batman V Superman.
Film ini tidaklah seburuk penilaian kritikus yang sering Anda lihat di timeline dunia maya. Tidak juga bisa dibilang bagus namun hanya standar saja. Pertarungan yang disajikan begitu singkat sehingga ada kesan janggal dengan judul filmnya. Tapi ide di balik film ini harusnya kita renungkan. Kubu baik—walaupun dia adalah Tuhan dengan penjelmaan alien, Superman melawan kubu baik lainnya—yang sering membuat aparat hukum kelimpungan karena sikapnya main hakim sendiri, Batman.
Motif yang membuat bertengkar tak sesederhana mereka rebutan cewek. Toh buat apa rebutan cewek kalau Batman bisa membeli seluruh wanita yang ia inginkan tanpa perlu khawatir besok harus makan mi instan. Ada tangan yang turut campur sehingga membuat para pahlawan ini harusnya mencopot atribut mereka sehingga bertarung secara gentlemen disajikan. Sayang, plot yang disajikan si sutradara terlalu dipadatkan sehingga penonton harus misuh walau efek yang disajikan terlihat sangat wah. Seperti klimaks yang dihentikan dulu karena harus menunggu pertemuan berikutnya.
Coba kita pandangi satu per satu kedua kubu yang bertarung ini.
Superman yang kita tahu adalah alien dari planet lain sehingga dia menjadi sosok super dari manusia kebanyakan. Karena dia punya motif memandang bahwa dirinya juga punya potensi menimbulkan kehancuran di bumi, berkat seorang wanita, dia memilih tidak melakukannya. See? Wanita itu adalah sosok superpower kuno yang dimiliki di awal penciptaan manusia kalau Anda tak pernah menyadarinya. Siapa yang menyuruh Adam memakan buahnya? Tentu si wanita! Bahkan ada anekdot mengatakan; jika wanita dan tuhan berdebat, siapa yang akan mengalah duluan?
Sedangkan Batman, seorang konglomerat yang kebingungan menghabiskan uangnya lalu membuat kostum karena kota yang ia cintai berisi penjahat, memilih menindak tegas para penjahat dengan caranya sendiri yang justru bertentangan dengan hukum. Di beberapa film lepas tentang Batman, kita sering melihat adegan Batman justru menjadi musuh polisi. Ini bisa menjadi bukti kalau polisi bukan teman masyarakat yang baik kecuali mbak-mbak polwan berambut pendek dengan senyum gingsul yang tak pernah salah memencet lampu sein saat belok.
Untuk tangan yang tak kasatmata yang tampil di sini ditampilkan apik, sayang disajikan tak layak oleh aktornya. Mungkin Anda harus membaca komik dan membaca Wikipedia lalu menonton filmnya untuk tahu kenapa. Jangan malas untuk bertanya kepada sang penulis di kolom komentar.
Nah saat ide kreatif para kreator itu muncul untuk mempertarungkan Superman dan Batman tentu para manusia menjadi dilema. Kita berada di pihak mana? Superman punya motif kebaikan sendiri sedang Batman tentunya juga punya dan karena mereka selalu diceritakan sama-sama melawan kebaikan dan dipertemukan lalu diadu, sisi pilihan kita akan menentukan akhirnya.
Kalau Superman yang menang, kita yang memihak Batman akan langsung membenci Superman karena mengalahkan sisi baik yang kita pilih. Tak pelak pihak dari Superman juga melakukan hal yang sama. Pertanyaannya; siapa yang tertawa di sini?
Kalau Anda menjawab kaum kapitalis, maka jawaban Anda benar. Tangan-tangan yang bekerja di kegelapan yang tidak kita ketahui mengendalikan dunia ini akan tertawa melihat orang mengeluarkan segala sumber daya untuk mendukung idolanya. Kaum-kaum butuh uang ini terlalu sigap memikirkan profit yang dihasilkan ketika dua pembela kebaikan diadu.
Kasus para pembela keadilan diadu; entah itu Batman versus Superman, Captain Amerika versus Iron Man, Kuntilanak versus Pocong, tidak hanya ada di dalam dunia fiksi. Di dunia nyata kita sering melihat pertarungan orang baik melawan orang baik. Contoh yang paling mutakhir mungkin ya ketika pemilihan kepala daerah ibu kota. Apakah gubernur yang suka marah-marah itu pembela kebenaran sementara yang jahat justru langsung dicap baik? Yakinkah Anda dengan motif-motif itu tanpa melihat campur tangan kaum tak kasatmata?
Setuju atau tidak, pertarungan baik melawan baik dengan masing-masing motif dari sudut pandang selalu dimenangkan oleh yang punya power lebih. Dalam kasus Batman versus Superman, di atas kertas kita langsung tahu bahwa Superman yang sering diasosiasikan oleh Tuhan yang turun ke bumi sudah pasti menang. Namun si pencipta membuat Superman mempunyai kelemahan. Kelemahan ini digunakan oleh kubu lain menjadi senjata utama. Jadi saat Superman yang kuat melawan Batman yang pintar sekaligus licik, pertarungan ini sungguh menjadi tak seimbang.
Di film memang dijelaskan siapa yang unggul, walau tentu saja itu tidak terlalu memuaskan karena klimaks yang dihasilkan harus tertunda menunggu film versi lengkap yang akan dijual terpisah. Film yang tak sama dengan film yang sedang tayang saat ini. Bila itu pun kurang memuaskan maka, Anda harus merogoh kocek untuk film lanjutannya yang saat ini sedang digarap berjudul Justice League, di mana Batman kini tak perlu melawan Superman karena di sini mereka akan bertarung bersama untuk melawan kejahatan, motif yang sering kita temui dan harusnya juga diperlihatkan di film ini.
Dari segi norma yang berlaku pun, kebaikan tak boleh melawan kebaikan apa pun itu motifnya! Mengadu domba demi kepentingan sendiri pun sudah salah. Apalagi kepentingan itu membuat kita merogoh kocek untuk membeli tiket untuk sebuah film yang tak begitu buruk dan menghabiskan waktu hanya untuk mempertahankan argumen bahwa yang kuat adalah jagoan kita. Dan terus-menerus kita disajikan drama kebaikan melawan kebaikan ini hingga tanpa disadari kita sudah bersikukuh untuk membela suatu kubu yang menurut kubu lain punya motif yang merusak.
Bagaimanapun, manusia bisa berencana tapi tetap saja kaum kapitalis yang bercanda. Tinggal di sisi mana kita akan melihatnya sambil tertawa.
- Oscar 2019 v Pemuda Antah Berantah - 27 February 2019
- DreadOut (2019); Muatan Lokal yang Tercebur Lubang - 23 January 2019
- Ekspektasi yang Kandas dalam Fantastic Beasts: The Crimes of Grindelwald (2018) - 21 November 2018
Miftaahul Jannah
Setuju sih, pas nonton ini emang sedikit kecewa sama action-nya yang sedikit gitu. Tapi kalo diliat lebih lagi, film ini malah ngasih banyak pesan tersirat yang kalo kita nonton ekspektasinya cuma mau liat berantemnya aja yaaa gak bakal keliatan hahaha. Anyway, good review! Ditunggu review lainnya!
Izhary
Rambut gondrong mengubah karakter. See: Lex Luthor.
Nice review!