Masyarakat Pesisir Utara Sebagai “Poros” Islamisasi Jawa

 

Judul Buku      : Sejarah Islam di Jawa: Menelusuri Genealogi Islam di Jawa

Penulis             : Kamil Hamid Baidawi

Penerbit           : Araskan Publisher

Cetakan           : Pertama, Februari 2020

Tebal buku      : iii-280

ISBN               : 978-623-7537-46-5

Kajian sejarah mengenai bagaimana awal mula Islam masuk ke Pulau Jawa menjadi salah satu kajian yang terbilang cukup pelik. Hampir mustahil menjumpai kesimpulan yang secara meyakinkan dapat menjelaskan kapan Islam mulai masuk dan dikenal di tanah Jawa. Meski begitu, para peneliti hampir tidak pernah menyerah untuk mengkaji varian-varian penting lainnya yang memungkinkan dapat menjelaskan—meski tidak sepenuhnya tuntas—keunikan Islam di tanah Jawa berdasarkan data sejarah yang ada.

Setidaknya ada dua masalah utama yang menyebabkan adanya kesulitan di kalangan para sejarawan untuk mengungkap secara meyakinkan tentang kapan Islam masuk Jawa dan kemudian siapa orang yang pertama kali berjasa memperkenalkan Islam kepada masyarakat Jawa.

Pertama, terkait dengan minimnya data dan bukti-bukti sejarah. Persoalan ini menjadi semakin kusut mengingat Jawa sebelum datangnya Islam telah menjadi basis berdirinya kerajaan Hindu-Budha. Bahkan keberadaan Hindu-Budha telah menciptakan “peradaban” tersendiri di tanah Jawa seiring berdirinya berbagai kerajaan besar.

Kesulitan yang kedua adalah tumpang tindihnya data sejarah dengan kisah dan cerita-cerita rakyat yang sudah menjadi legenda dan tersebar luas di kalangan masyarakat. Sebagian dari cerita-cerita tersebut justru telah bercampur aduk dengan informasi mengenai Islam dan juga Hindu-Budha itu sendiri (hlm. 11).

Terlepas dari adanya kesulitan-kesulitan di atas, Islam di tanah Jawa dalam perkembangannya telah memperlihatkan berbagai keunikan tersendiri yang membedakan dengan daerah asalnya di Arab. Alih-alih memberangus tradisi yang sebagian merupakan warisan masyarakat Hindu-Budha, kehadiran Islam di Jawa justru memanfaatkan tradisi-tradisi lokal untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat sehingga proses islamisasi Jawa relatif berlangsung dengan cara-cara yang damai, santun dan toleran (hlm. 216).

Buku Sejarah Islam di Jawa karya Kamil Hamid Baidawi ini banyak membahas tentang beberapa teori mengenai datangnya Islam ke tanah Jawa. Secara umum teori tentang seputar masuknya Islam di Jawa meliputi beberapa teori seperti Teori India, Teori Coromandel dan Malabar, Teori Arab, Teori Persia, Teori Makkah, Teori Turki, serta Teori Cina. Pembahasan teori-teori tersebut tentu saja bukan hal yang baru dalam kajian mengenai sejarah Islam di Jawa dan umumnya di nusantara.

Akan tetapi terdapat satu hal yang menarik dalam buku ini, yaitu terkait dengan perkembangan Islam Jawa yang di masa-masa awal lebih dominan terjadi pada masyarakat yang berdiam di Pesisir Utara Jawa. Beberapa bukti arkeologis menunjukkan bahwa pada periode-periode awal, masyarakat Pesisir Utara Jawa diyakini sebagai komunitas yang lebih dulu menerima dan memeluk agama Islam (hlm. 89).

Terdapat beberapa kemungkinan yang menjadikan masyarakat di pesisir lebih mudah meninggalkan keyakinannya terhadap agama Hindu-Budha untuk kemudian memeluk Islam. Daerah pesisir sebagai tempat berlangsungnya aktivitas ekonomi telah memungkinkan terjalinnya interaksi global yang mempertemukan masyarakat lokal dengan masyarakat mancanegara. Intensitas pertemuan itu secara tidak langsung telah “memaksa” masyarakat lokal untuk bersikap lunak dan tidak terlalu menonjolkan identitas keagamaannya demi memperoleh keuntungan-keuntungan secara ekonomi.

Selain itu, ketika Islam mulai masuk Jawa, penguasa yang paling berpengaruh pada waktu itu adalah penguasa Majapahit. Akan tetapi, jauhnya pusat ibu kota Majapahit dengan daerah Pesisir Utara menyebabkan longgarnya kontrol negara atau kerajaan terhadap masalah keagamaan warganya. Kenyataan inilah yang memungkinkan masyarakat dapat menerima Islam dan sekaligus memudahkan para penyebar Islam di tanah Jawa ini menjalankan misinya.

Selain itu, faktor keberadaan tarekat dan ajaran-ajaran sufi yang diperkenalkan oleh para penyebar agama Islam di tanah Jawa ini juga memainkan peran yang tak kalah penting. Apalagi sebelumnya masyarakat Jawa sudah sangat akrab dengan berbagai ajaran seputar olah kebatinan yang telah lama diperkenalkan di dalam agama Hindu dan Budha. Dimensi spiritualitas dalam Hindu dan Budha ini memiliki beberapa kesamaan dengan ajaran tarekat atau sufi sehingga tidak menutup kemungkinan masyarakat yang memeluk Islam tidak merasa telah melanggar terhadap keyakinan lama mereka dan memandang Islam bukan sebagai sebuah ancaman.

Namun demikian, ada satu hal yang tidak banyak diungkapkan dalam buku ini. Bahwa proses penyebaran Islam di tanah Jawa yang oleh sebagian sejarawan dikatakan berlangsung dengan cara damai itu sebenarnya juga tidak bisa dilepaskan dari sikap penguasa Majapahit ketika itu. Kerajaan Majapahit, terutama di masa Brawijaya V, tidak merasa perlu membendung kedatangan agama Islam karena secara politis Islam pada waktu itu dianggap masih kecil, tidak terlalu berbahaya dan tidak menunjukkan kemungkinan untuk melakukan kudeta.

Sikap “lunak” Prabu Brawijaya V inilah yang secara politik juga mendukung mudahnya para da’i untuk menyebarkan Islam hingga beberapa kurun berikutnya, Jawa pun berhasil di-Islam-kan. Bahkan juga untuk sebagian besar wilayah nusantara.

Salman Rusydie Anwar
Add Me

Comments

  1. wi gung Reply

    Bisa mengenal penyebaran Islam. Dengan berbagai versinya. Di tanah Jawa. Dan pertemuan kebudayaan besar dunia.

  2. Apray Reply

    Baiknya, Islam disebarkan dengan cara mengakulturasi kebudayaan yang sudah ada sehingga pesan-pesan keagamaan mudah dicerna masyarakat pesisir Pulau Jawa saat itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!