Melawat Kenangan Diantar Kunto Aji Sampai Pintu Depan

sumber gambar: Kompas.com/Youtube.com

 

Saya ingin bernapas seperti Kunto Aji. Napas ketulusan untuk orang sejagat dalam melakukan usaha kembali ke masa lalu namun bukan untuk terjebak di dalamnya, tapi sekadar mengecek monumen-monumen patah hati, membubuhinya dengan tanda tangan, kemudian melenggang meninggalkan senyuman. Apabila ditanya kepada siapa kita harus berterima kasih sebab sudah tidak lagi mencemaskan ketakutan untuk kembali ke masa lalu, adalah Kunto Aji jawabnya.

“Pilu Membiru Experience” yang digubah dengan medium video musik seolah berubah menjadi petilasan para wali. Ramai didatangi untuk melepaskan segel-segel emosi yang tabu apabila dilepas di sembarang tempat. Keterikatan Kunto Aji beserta Adjie Santosoputro tak bisa disangkal kali ini, dalam proyek yang konon katanya menggaungkan kampanye kesehatan mental. Adjie sebagai praktisi pemulihan batin, merekonstruksi ulang kesadaran lewat komunikasi. Aji sebagai pemusik, berusaha menyisipkan notasi di antara rancang bangun kesadaran yang sudah mengalami pembaharuan. Menangis bukanlah hal yang amoral untuk dilakukan, justru yang amoral adalah ketika hasrat menangis ini terpendam dan mentransformasi ke bentuk perilaku lain, seperti marah, sedih, atau pun murung.

Sepenggal lirik yang saya coba hadirkan di sini, “Masih ada yang belum sempat aku katakan padamu, masih ada yang belum sempat aku sampaikan padamu.” Kunto Aji mencoba mengantarkan kita ke gerbang ingatan, melihat-lihat batu nisan bertuliskan kenangan di sana, dan memeluk kita ketika ketakutan datang. Sangat tidak masalah apabila manusia punya banyak luka, itu hal yang sangat wajar. Yang tidak wajar adalah ketika luka-luka itu menjadi latar belakang dalam pengambilan keputusan diri sendiri untuk mendapatkan enaknya dan menghindari tidak enaknya, dengan cara yang serampangan. Awur-awuran. Ugal-ugalan.

Seorang penghayat Kawruh Jiwa sekaligus Ketua Pusat Paguyuban Pelajar Kawruh Jiwa di Indonesia, Ki Wagiman Danurusanto, pernah berucap, “Luka batin tercipta sebab manusia mengalami kegagalan dalam memahami semesta. Sekali gagal, artinya ia mendapatkan sekali pemahaman. Jadi, luka itu wajar. Sangat dialektis dalam kehidupan. Tidak ada luka, tidak ada pemahaman.” Saya mengimani kalimatnya dengan teguh.

Kesadaran yang ditumbuhkan untuk menjadi observer dalam diri kita merupakan pencapaian terbaik bagi manusia. Pengalaman hidup yang memberikannya. Terbukanya kesadaran atau meleknya “aku” sebagai observer berguna untuk menyadari penuh tentang sensasi rasa yang silih berganti datang ke diri sendiri. Yang demikian itu, adalah kodrat manusia. Ki Ageng Suryomentaram kembali mengingatkan, “Di atas bumi dan di kolong langit ini tak ada sesuatu yang pantas dicari dan dihindari mati-matian.”

Bab-bab semacam ini sudah tak tanggung-tanggung populer di dunia kita, sering digaungkan yang memang rasa-rasanya akhir-akhir ini kita sangat membutuhkannya. Kepada orang-orang yang pergi meninggalkan kita lebih dulu, mantan pacar yang belum sempat kita tanyai atas dasar apa hubungan yang demikian bisa patah, atau ketidakpahaman kita terhadap perlakuan orang tua di masa lalu. Ingatan itu akan mengendap dan menjadi sampah emosional yang sangat mengganggu bila tak bisa dikendalikan.

Dalam video musik yang diawali sesi konseling bersama beberapa subjek dan dipandu langsung oleh Adjie Santosoputro sebagai praktisi psikologi, mencoba berusaha untuk menyadari bekas-bekas luka serta persepsi subjek terhadap pengalaman pahit. Sepenggal kalimat Adjie, “Apakah ada seseorang yang menemanimu, atau istilahnya support system, yang membuatmu berada hingga pada titik sekarang ini?” Subjek mulai mengingat dan menyadari. Di antara mereka kemudian ada yang terlihat sendu dan sembap.

Kejutan segera tiba. Ketika Adjie menutup mata mereka dengan seutas kain, dinding di belakang Adjie yang ternyata seperti rolling door itu, dibuka dan muncul Kunto Aji dengan gitarnya. Dalam kondisi lapangan yang alami, diam-diam Kunto Aji tak memberitahukan kepada mereka bahwa ia akan turut hadir. Mereka tak pernah mempersiapkan atas kedatangan Aji sehingga senyum kebahagiaan yang tulus sangat jelas kentara dari bibir mereka.

Sampai pada akhirnya lirik yang saya singgung di atas dilantunkan serta beberapa kali diulang, tangis subjek meletup dan boom! Proses pelepasan segel kesedihan dan emotional healing, berhasil. Pembersihan batin melalui menangis sangat efektif dalam psikoterapi kedukaan. Menahan tangis artinya memupuk luka berkepanjangan. Sedikit banyak, Kunto Aji dalam karakter musiknya pun berusaha menghadirkan salah satu efek psikologis sebagai perangkat pengantar subjek untuk melakukan pembersihan jiwa yang penuh akan sampah.

Di lain sisi, dalam pemahaman yang lebih luas, pada dasarnya Kunto Aji melalui album “Mantra Mantra” seolah menemani dan membantu setiap pendengarnya untuk mengangkat sampah-sampah itu, bukan untuk dibuang, tapi untuk disadari bahwa itu sampah dan mari mengolahnya.

Kukuh S. Aji

Comments

  1. Anonymous Reply

    Semangat mas kukuh, jaya selalu karirnya✌😊

Leave a Reply to Anonymous Cancel Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!