Kelompok kreatif lintas disiplin Kadang Kala menyuguhkan pertunjukan berjudul “Membaca Dee: Supernova” pada Kamis‒Jum’at, 22‒23 Desember 2016 di IFI-LIP Yogyakarta. Dengan menampilkan kreator utama yaitu Annisa Hertami (aktris, alumnus MMTC) selaku Zarah dan Irfan R. Darajat (pencipta lagu, penyanyi, dan pengkaji budaya serta media) yang berperan sebagai Dimas, acara ini sukses memukau para penonton.
Partikel
Zarah sangat mengidolakan Firas, ayahnya. Cara Firas mendidik anak-anaknya memang tidak umum. Dosen sekaligus ahli mikologi itu meyakini bahwa segala yang ada bermula dari fungi (jamur). Inilah yang membuat Zarah mendewakan sang ayah. Namun di sisi lain, pertentangan datang dari pihak keluarga besar.
“Umat manusia selamanya berutang budi kepada fungi. Kita hidup di dunia ini karena fungi menciptakan kehidupan kita. Fungi adalah orang tua alam ini. Fungi adalah nenek moyang spesies manusia, sama-sama menghirup oksigen dan sama-sama mengeluarkan karbondioksida,” ucap Firas.
Aisyah, istri Firas, adalah ibu rumah tangga yang hidup teratur dan sepenuhnya mengurus keluarga. Ia merasa semakin asing dengan Zarah dan Firas. Satu-satunya yang dekat dengannya hanya Hara, adik Zarah. Meskipun di sisi lain, perpecahan keluarga tersebut turut membuat hubungan Zarah dengan Hara tidak begitu dekat.
Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh (KPBJ)
Di kota Washington DC, Amerika Serikat, Dimas bertemu dengan Reuben. Dimas belajar sastra, sementara Reuben belajar fisika. Pada pertemuan pertama, keduanya mengikat janji bahwa sepuluh tahun kemudian mereka akan membuat satu karya romansa sains. Sebuah karya yang rumit sekaligus romantis. Ada hal yang menarik pada akhir cerita, dua penulis ini menyadari kefiktifan mereka di dunia fiksi.
“Lima belas tahun, dan kita melangkah lebih jauh dari yang kita duga. Mungkinkah Supernova itu ternyata salah satu tokoh kita? Andaikan kita berdua adalah bagian dari cerita yang kita buat sendiri. Kira-kira apa peran kita?” tanya Reuben.
Para pembaca seri Supernova karya Dewi Lestari, pasti tidak asing dengan penggalan novel Partikel dan KPBJ. Lalu, bagaimana jika keduanya dipentaskan?
Pertunjukan dikemas dengan selang-seling. Bagian pertama bercerita tentang Zarah dan keluarganya, lalu diganti dengan obrolan Dimas serta Reuben. Di sela-sela itu, Irfan menjelaskan tentang proses lahirnya KPBJ hingga Inteligensi Embun Pagi (IEP) yang membutuhkan waktu selama lima belas tahun. Namun, dalam dunia fiksi antara Dimas dan Reuben, cerita mereka terjadi dalam waktu dua tahun. Inilah yang membedakan waktu di dalam dunia nyata dan fiksi.
Acara yang berlangsung kurang lebih satu setengah jam tersebut juga memadukan berbagai unsur. Di antaranya akting para pemain, lagu yang dimainkan oleh Irfan diiringi petikan gitarnya, tarian Annisa, serta potongan-potongan gambar dan video yang digarap oleh Suluh Senja R. selaku penata sinematografi.
MR Ridlo selaku manajer produksi mengungkapkan, Supernova dipilih karena mewakili karya sastra kekinian dan mempunyai pembaca yang sangat banyak. Ia mengajak kreator-kreator muda untuk berkarya dan berekspresi sebebas-bebasnya. Dan benar saja, kepuasan para penonton dapat dilihat dari ekspresi mereka ketika pertunjukan selesai dan lampu menyala kembali.
Dewi Lestari yang juga hadir, sangat mengapresiasi acara ini. Dia berujar, “Kepuasan penulis ketika menyelesaikan karyanya adalah ketika berhasil mengakhiri ceritanya, menuliskan kata ‘tamat’. Jika karya tersebut dibaca, disukai banyak orang, atau mendapat penghargaan, itu adalah bonus. Pementasan malam ini merupakan apresiasi yang sangat besar. Sebab, pemaknaan karya tulis menjadi lebih luas.”
- Menciptakan Kekuatan Magis dari Dalam Pikiran - 24 November 2018
- Drama Musikal Hamlet; Tragedi, Kekuasaan, Cinta, dan Balas Dendam - 1 August 2018
- Dukun Kimin; Santet dan Dendam Masa Lalu - 23 May 2018
Natasha Deborah Panjaitan
Tulisan yang menarik! Kalau saja saya tahu ada pementasan ini di Jogja 🙂
Muh Rasyid Ridlo
Thanks @utami Pratiwi