Judul : Tujuh Pelajaran Singkat Fisika
Penulis : Carlo Rovelli
Penerjemah : Zia Anshor
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Pertama, Maret, 2018
Jumlah Halaman : viii + 70 halaman
ISBN : 978-602-03-8147-3
Buku yang berisikan tujuh esai dari Carlo Rovelli ini merupakan perluasan serangkaian artikel yang pernah diterbitkan di edisi hari Minggu salah satu koran yang ada di Italia, Il Sole 24 Ore. Secara umum, Rovelli menyajikan penjelasan-penjelasan yang mudah dipahami oleh khalayak umum tentang beberapa hal; relativitas umum, mekanika kuantum, zarah-zarah dasar, gravitasi, lubang hitam, arsitektur jagat raya, hingga peranan manusia dalam dunia yang terhampar luas ini.
Salah satu filsuf Yunani, Aristoteles, pernah mengemukakan gagasannya mengenai fisika. Bertrand Russel dalam mahakaryanya History of Western Philosophy and Its Connection with Political and Social Circumstances from the Earliest Times to the Present Day memaparkan bahwasanya dalam pandangan Aristoteles, fisika merupakan ilmu pengetahuan tentang apa yang oleh bangsa Yunani disebut “phusis” atau “physis”, suatu istilah yang diterjemahkan menjadi “alam” (nature).
Berbagai paradoks tak bisa ditampik dalam perkembangan ilmu fisika. Salah satu contoh yang menjadi gambaran itu di antaranya adalah persepsi soal cahaya yang dalam keberjalanannya di ruang lingkup fisika klasik dimaknai sebagai sebuah partikel, sementara di fisika modern cahaya dimaknai sebagai sebuah gelombang. Perbedaan itu tak lain dan tak bukan adalah pengaruh dari gagasan salah seorang fisikawan Jerman, Max Planck. Gagasan Planck adalah percobaan menghitung medan listrik dalam kotak panas, hingga dia menyimpulkan bahwasanya energi di medan terdistribusi dalam kuanta, yaitu paket atau gumpalan energi.
“Dalam nomenklatur fisika, penemuan tersebut juga menandai awal lahirnya salah satu percabangan ilmu fisika yaitu berupa mekanika kuantum, tepat pada tahun 1900. Bagi Planck, memperlakukan energi seolah-olah terbagi-bagi menjadi paket-paket adalah trik perhitungan, dan dia sendiri tak sepenuhnya mengerti alasan mengapa cara itu efektif. Einstein-lah yang lima tahun sesudahnya mengerti bahwa ‘paket-paket’ energi itu nyata.” (hlm. 12).
“Revolusi besar-besaran terjadi di fisika pada abad ke-20 dan ke-21, yang di mana dalam keberjalanannya teriring banyak sekali pertanyaan dan misteri yang ditimbulkan. Sains menunjukkan pada kita cara memahami dunia dengan baik, sekaligus memperlihatkan betapa luasnya ketidaktahuan kita.” (hlm. vii). Pelajaran pertama berkaitan mengenai lahirnya gagasan revolusioner dari Albert Einstein melalui teori relativitasnya, yang dibagi menjadi dua tahap; relativitas khusus (1905) dan relativitas umum (1915). “Karya Einstein awalnya dianggap hanya omong kosong seorang anak muda brilian oleh para koleganya. Sesudahnya, Einstein mendapat hadiah Nobel karena karya itu. Jika Planck adalah ayahnya teori kuantum, maka Einstein adalah pengasuhnya.” (hlm. 13).
Senada dengan pernyataan tersebut, tak heran ketika seorang profesor astrofisika Universitas Nottingham, Peter Coles, dalam bukunya Einstein and the Birth of Big Science, menyebutkan sosok yang terkenal pemalas saat sekolah itu sebagai tonggak lahirnya Big Science. “Abad ke-20 memberikan kenyataan bahwasanya ada dua permata penting dalam perkembangan ilmu fisika, yaitu: relativitas umum dan mekanika kuantum. Dari relativitas umum, berkembanglah kosmologi, juga astrofisika, penelitian gelombang gravitasi, lubang hitam, dan banyak lagi. Mekanika kuantum memberi dasar untuk fisika atom, fisika nuklir, fisika zarah dasar, fisika zat terkondensasi, dan banyak lagi.” (hlm. 35).
Dua teori tersebut, baik relativitas umum dan mekanika kuantum dengan berbagai diskursus yang berkembang hingga saat ini sangat bernas dan menjadi bagian penting dalam peletak dasar perkembangan teknologi bagi kehidupan manusia. “Fisika membuka jendela-jendela di mana kita bisa melihat sampai jauh. Yang kita lihat tak henti-hentinya membuat kita tercengang.” (hlm. 43). “Pada paruh kedua abad ke-20 para fisikawan mengembangkan dua teori fisika tersebut pada aras struktur makro alam sampai struktur mikro zarah dasar.” (hlm. 19).
Perkembangan
Perkembangan demi perkembangan fisika sepanjang waktu yang telah berjalan begitu panjang. “Alasannya adalah bahwa sebelum ada percobaan, pengukuran, matematika, dan dedukasi ketat, sains adalah soal pandangan.” (hlm. 19). Hal tersebut relevan dengan apa yang pernah disampaikan oleh Gerry Van Klinken dalam bukunya Revolusi Fisika, ilmu alam adalah proses, bukan sekadar segunung fakta. Segenap hasil penjelajahan fisika, yang sekarang menjadi bahan pelajaran di kelas, adalah hasil pergumulan dan perdebatan. Pergumulan dan perdebatan itulah yang dimaksud dengan berilmu, bukannya hasil akhir yang mungkin kelak akan berubah lagi.
Dalam wacana-wacana yang berkaitan mengenai struktur mikroskopis, Rovelli juga menuliskan ihwal zarah dalam pelajaran yang keempat. Ia berangkat dari penjelasan mengenai struktur atom yang menjadikan sebuah benda dapat dilihat oleh manusia, karena kumpulan-kumpulannya. Atom terdiri atas inti yang kemudian dikelilingi oleh elektron-elektron. Inti atom sendiri terdiri atas dua penyusun yang masing-masing adalah proton dan neutron.
“Perincian teori zarah dibangun pelan-pelan pada 1950-an, 1960-an, dan 1970-an oleh beberapa fisikawan terbesar abad ke-20, seperti Richard Feynman dan Gell-Mann.” (hlm. 29). Di luar itu, banyak fisikawan terus melakukan penelitian demi penelitian maupun percobaan demi percobaan, sembari dengan penuh pengharapan mendapatkan model standar. “Elektron, kuark, foton, dan gluon adalah bahan-bahan dari semua zat yang bergerak di ruang sekitar kita. Mereka adalah ‘zat dasar’ (elementary particle) yang dipelajari dalam fisika zarah.” (hlm. 28).
Hal tersebut tentu menjadikan para fisikawan terus mencoba untuk membuka tabir realitas yang tersaji di alam semesta. Model standar tentang zarah dasar dituntaskan pada tahun 1970-an, melalui rangkaian panjang yang membuktikan kebenaran semua prediksi. Konfirmasi terakhir yang bisa dilacak adalah pada tahun 2013 dengan penemuan Boson Higgs atau dikenal dengan istilah “Partikel Tuhan”. “Namun, meski ada serangkaian panjang percobaan sukses, Model Standar tak pernah dianggap serius oleh para ahli fisika. Model Standar adalah teori yang sekilas tampak tak lengkap dan hasil dari sambungan-sambungan beberapa teori. Model Standar dibangun dari berbagai bagian dan persamaan yang disusun tanpa keteraturan yang jelas.” (hlm. 29).
Rovelli yang juga merupakan ketua grup Quantum Gravity di Pusat Fisika Teoritis Universitas Aix-Marseille, dalam satu bagian, memperkenalkan istilah “gravitasi kuantum simpal” (loop quantum gravity). Teori tersebut merupakan hasil penelitian yang ia lakukan bersama peneliti lain berasal dari banyak negara. “Gravitasi kuantum simpal adalah usaha memadukan relativitas umum dan mekanika kuantum, yaitu usaha penuh kehati-hatian dalam menggunakan hipotesis-hipotesis yang terkandung dalam kedua teori tersebut, ditulis ulang agar saling cocok.” (hlm. 37-38). Di luar itu ia juga menyatakan bahwa ada sebuah konsekuensi yang radikal, “suatu perubahan besar lebih lanjut dalam cara kita memandang struktur realitas.” (hlm. 38).
Jagat raya yang sedemikian luas, membuat para kosmolog maupun fisikawan teoretis terus mencoba mempelajari dan menjadikan pengetahuan tersebut “di genggaman tangan”. Tak lain dan tak bukan hal tersebut adalah faktor perkembangan dan kemajuan dari ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berbagai alat-alat yang kian canggih dan modern. Ambil contoh adalah apa yang telah dilakukan oleh seorang fisikawan kelahiran Inggris, Stephen Hawking, sebelum kematiannya pada tanggal 14 Maret 2018 lalu. Ia terus berkarya meski kondisi tubuh membuatnya harus hidup di atas kursi roda dan tak bisa bicara tanpa bantuan mesin.
“Dengan menggunakan mekanika kuantum, Hawking berhasil menunjukkan bahwa lubang hitam selalu ‘panas’. Lubang hitam memancarkan panas seperti kompor. Hal ini merupakan indikasi nyata pertama mengenai hakikat ‘ruang panas’. Belum ada yang pernah mengalami panas itu karena sangat samar pada lubang-lubang hitam yang telah diamati sejauh ini-tapi perhitungan Hawking meyakinkan, sudah diulang dengan berbagai cara, dan realitas panas lubang hitam sudah diterima secara umum.” (hlm. 55-56).
Pelajaran
Kecenderungan manusia yang memiliki sifat ingin tahu segalanya atas pengetahuan yang terhampar luas dalam alam semesta setidaknya juga disampaikan Rovelli dalam buku tersebut. “Ada garis depan tempat kita belajar, dan hasrat kita akan pengetahuan terus membara. Pengetahuan ada di sudut-sudut terkecil tatanan ruang, di asal usul jagat raya, di hakikat waktu, di fenomena lubang hitam, dan di proses pemikiran kita sendiri. Di sana, di ujung pengetahuan kita, di depan samudra ketidaktahuan, bersinarlah misteri dan keindahan dunia. Sungguh menakjubkan.” (hlm. 70).
Ia mengajak para pembaca untuk melakukan usaha refleksi maupun perenungan atas diri pribadi terhadap keterbatasan pengetahuan dari manusia melalui beberapa pertanyaan, “Peran apa yang kita pegang sebagai manusia yang membuat persepsi, membuat keputusan, tertawa, dan menangis, dalam gambaran besar dunia sebagaimana digambarkan oleh fisika zaman sekarang? Bila dunia adalah segerombolan kuantum ruang dan materi yang fana, teka-teki gambar besar yang terbuat dari ruang dan zarah dasar, maka apakah kita ini? Apakah kita juga sekadar kuantum dan zarah? Jika demikian, maka dari mana kita mendapat rasa keberadaan individu dan diri unik yang kita semua bisa nyatakan? Lalu bagaimana dengan nilai-nilai, mimpi-mimpi, emosi-emosi, dan pengetahuan individual kita? Apakah kita, di dalam dunia tanpa batas dan penuh kemilau ini?” (hlm. 57).
Melalui buku tersebut, setidaknya mampu menjadikan diskursus maupun wacana baru dalam memahami perkembangan fisika, baik bagi para akademisi yang ada di perguruan tinggi maupun orang awam yang ingin tahu seluk-beluk dan tetek bengek yang ada di dalam fisika. Toh, dalam serangkaian tulisan yang telah disampaikan oleh Rovelli tidak banyak menyertakan bahasa-bahasa matematika yang njlimet dan membuat pusing kepala para pembaca. Yang ia lakukan justru adalah menyampaikan secara garis besar narasi demi narasi yang mudah dicerna dan dipahami dari apa yang telah berkembang di dunia fisika modern itu sendiri.[]
- Matematika dan Etos Keilmuan - 23 November 2022
- Soekarno dan Teknik - 21 September 2022
- Pelajaran Penting dan Keindahan dari Fisika Modern - 12 May 2018