Perang Dunia Ketiga Dimulai
dari Perselisihan Kecil Dua Batang Jari
1.
Altino, tulang jari sekurus rotan mengeser-geser layar
di dalamnya aurat bumi duduk bersanding fatwa-fatwa
yang menjelma daun kering, yang jatuh sia-sia sebelum
hari kedua tercipta—dan sejak lama meja-meja percakapan
telah dibuat retak oleh kekuatan layar
tujuh digit sandi yang pecah di pintu amoled, oled, dan ips
telah menjadi kutang yang terpampang bagi setiap pengguna jalan
dan dari gang papan sirkuit utama yang disebut mainboard
Altino bertemu perempuan berdada pepaya lembut sutra,
berkulit mulus Cinderella, dan dari kosmo maya melambai-lambaikan tangan
mengajak berkencan di sebuah hotel di dalam diri—yang lupa dipagari
; Altino lupa sudah beristri dan si perempuan lupa sudah punya suami
maka berebutlah dua ratus kolibri ke sebuah ranting yang sepi—mematuk nama Altino
dan perempuannya yang gagal jadi manusia, jadi getah bagi zamannya
bermula dari layar yang sama—berlayar ke petaka yang sama. Sama. Sama. Sama-sama.
2.
Riyan anak kampung yang telah menyembunyikan ketapelnya
ke dalam laci post truth—disertakannya mimpi kecil yang disunggi kayu tenggala
bersama tujuh helai rambut orang terdahulu yang kesaktiannya telah dikalahkan aplikasi
Riyan kini lebih mencintai burung-burung yang hidup dalam gadget, terlebih saat
diarahkannya sebentuk pandangan lugu ke jendela game yang menawarkan waktu rasa susu
jari-jari yang lebih mirip sedotan air mineral itu juga karib menggeser-geser layar
kedua matanya digadaikan pada level-level yang terus membuat penasaran. game itu telah
merampok dirinya tanpa harus menodongkan pistol, dan mengikatnya diam-diam
pada tiang kesia-siaan.
3
di meja maya, Sabto melempar dadu, lima angka dengan dua digit terakhir ganjil
begitu mudah menggoda rekening. dua puluh juta yang pernah didapatnya tanpa
keringat—telah mengantarkan sketsa jalan lapang ke dalam pikirannya, bahwa kaya
bisa didapat dalam sekejap mata. cukup dengan gesit jalan jari—menempuh layar
dengan sejuta debar, di akhir undian, surga selalu membuka pintu bagi kemenangan
Sabto, menjual ladang dan segala hartanya untuk modal undian. Rekeningnya yang
semula obesitas, disedot permainan itu, hingga lumpuh, dan kemenangan yang dibayangkan
terus membuat jarak dengan sebentang jurang dalam, di tubir berlendir ia hanya
bisa melambai-lambai, menggapai-gapai, menjerit-jerit, hingga akhirnya jatuh ke
jurang yang dalam, melebihi sebentuk kuburan.
Gapura, 2024
Coba
Cong! coba sejenak berpaling dari layar
jika tanganmu itu masih betul-betul punyamu
coba rasakan; masihkah bisa membelai
rambut lusuh anak yatim dan merasakan
pantulan yang jatuh ke dalam hatimu?
coba ulurkan; apakah ada haluan
ke telapak tangan kaum duafa?
coba angkat; masihkah bisa untuk berdoa
memohon dijauhkan dari doa
yang seperti mewajibkan tuhan untuk mengabulkan?
coba buat jabat tangan; sudahkah jadi jembatan maaf
atas dua klausa yang belum sempat kauhapus di IG
sedang klausa itu sudah meracuni 33 orang yang membacanya
coba amati baik-baik; apakah tanganmu
masih betul-betul milikmu?
Rumah Filzaibel, 2024
Di Sekitar Mulut Manusia
dengan mulut, kau bersiul
merasa jadi burung—walau tak dapat terbang
dan siulmu kerap hilang sia-sia
tanpa ada yang merasa punya
—tak ada yang mau bertanya
mungkin lenyap ke dalam hutan
sebagai kumbang hitam yang tak diterima lubang
dengan suaramu, kau bisa meniru vokalis
juga bisa meniru iblis
cukup kau hanya cerdik memilih
sebab dalam pilihan, ada jalan ke kampung balasan
dengan bahasamu, kau bisa menjadi anjing
yang menyalak tengah malam
dan dijauhi bulan—bersekutu kelam
ditipu bayang-bayang.
Gapura, 2024
Di Sebuah Jalan Kampung
di bentang jalan ini, aku bertemu matahari
yang terus berganti baju, meski motifnya tetap sama
: penuh gambar goresan kuku orang besar di dada orang kecil
begitulah kata Nyai Sunima kepada Bu’na Toyani
setelah dirinya tahu harga-harga kian meninggi
sedang dompetnya tinggal berisi rasa perih
; dan sebagian bantuan
disalurkan kepada yang sudah kenyang
begitulah di bentang jalan ini, aku bertemu matahari
yang telah memisahkan mata dengan hari
Gapura, 2024
- Puisi A. Warits Rovi - 2 July 2024
- Bibir dan Bibir - 5 August 2022
- Pulang ke Kampung Asing - 23 July 2021
Rifa
Keren, Cong Warits karyanya. Saya sangat menikmati tiap diksi yang sederhana tapi melahirkan makna yang megah
Yyne vl
Ya hidup ku sudah tidak bisah lagi. Dilihat semaki lama semakin kusam dan hilang sudah banyak ku jalani. Jalan rusak sudah ku jalani. Masik saja aku tersandung aku yang ingin bahagia namun bahagia ku di mulai dari kepedihan. Aku mencoba untuk tidak jatuh akan berjalan Pela. Pelan di jalan rusak itu .jika aku berjalan aku seperti kembali dimasa dulu .dimasa aku tidak tau apa apa aku hanya melihat keramai dan tangisa. Pacah di keluarga ku bahakan aku tidak bisa melihat ayah ku yang kata nya baik. Dan ramah. Dan aku belajar untuk berkerja sendiri.dan Aku terjaga di malam hari di malam penuh kehancuran dan kepedihan aku manggis melihat diri ku di kaca semakin lama semaki kusam .dan aku suda dewasa aku kehilangan orang yang kucintai dia meninggal kan ku aku tidak menyakah aku tidak punya dia aku pun tetap belari dan terus berlari tadi melihat luka di kakih .
Dan sekarang aku mulai tau apa arti cinta aku mencintai seorang yang juga dulu mencintai ku
Dan aku sangat bersyukur punya dia dan disaat berganti tahun dia berubah dia jahu berbeda dari yang ku kenal dia membuat ku selalu manggis dan tidak menyakah apa yang di lakukan nya pada ku. Dan dia pergi meninggalkan ku sendiri aku tidak berdaya dan tidak percaya dia kan meninggalkan aku
Dan hari ku di mulai Dangan perkerjan baru aku sangat bahagia berkerja namun di saat itu aku di pecat dari perkerjan aku
Dan di keluarkan di sekolah
Aku udah persah Dangan semua nya
Tapi tidak akan menyarah aku akan tetap berjalan di jalan rusak itu aku kan membayar kepedihan dan nasif ku ini akan ku ubah menjadi diri ku sendiri tidak peduli sebrap benci nya kau Dangan kamu tetap akan bjaln tatap berjalan sampai aku berjalan di jalan bagus dan akan tetap berjalan