Puisi Faidi Rizal Alief

 

Raden Ayu Lentang

jika mata sejarah buta, maka

masih ada telinga sajakku yang

bisa menangkap suara masa lalu yang

mengabarkan pengasinganmu

kata-kata berbicara lewat getar kecipak

taman sari, patahan-patahan batu putih, juga

kuburan kuna yang sering mendatangi

mimpi

ingatan akan mengembalikan sisa-sisa

ke dalam kenangan, ke dalam

dirimu yang disembunyikan rindu

ke dalam diriku yang tetap

akan memercayaimu sebagai ratu

dan pada akhirnya ada sajakku yang

akan terus menyapu daun-daun kering yang

gugur dari lupa dan kekosongan yang terus

berusaha menimbun makammu juga

nama yang mengukir batu nisan

di dadaku

Gapura, 2023

 

Pangeran Wetan I

sepagi ini aku sampai di makam kuna

saat matahari remaja menyela-nyelakan

jarinya ke celah dada

doa-doaku hangat dan kenangan

menggerai sedikit keringat

di dalam sendiri aku mengaji

mengeja masa lalu

yang tubuhnya dipendam dan membiarkan

rohnya menunggu anak-anak sejarah

mengunjunginya saban waktu

sepintas aku tersentak mendengar

denting keris di antara gema

daun-daun sembahyang

aku melongo ke luar jendela

dan aku mendapati orang-orang Kebo Waju

lari terbirit-birit hingga Pinggir Papas

dalam lelah kekalahan

Pangeran Wetan di hadapannya mengangkat

keris, tapi bukan untuk balas dendam atas

kematian saudara kembarnya, Pangeran Lor I

keris menyentuh laut, ombak memulangkan

mereka ke muasal kesadaran

keris menancap bumi, angin menundukkan

mereka di hadapan penyesalan

lalu pengeran Wetan pulang

ke rute kemenangan

sementara diriku kembali ke dalam

kesunyian, merampungkan doa-doa

yang ingin ikut menjaga kenangan

tetap hidup meski harus

tumbuh dan menjalar dari makam

yang jarang diziarahi

Gapura, 2023

 

Tumenggung Huda

gema dari sunyi di ruang pasareyanmu

ini membuka lembar-lembar kuna

yang perlahan dieja ingatan

juga rindu yang telat mengetuk pintu

tak ada ukiran nama di batu nisan

selain batu tua dan suasana yang bisa

menggetarkan dada

juga corak makam yang diamnya adalah

ringkik kuda dan denting keris di medan perang

aku ingin melampaui setiap keraguan

dengan Fatiha dan Yasin

yang huruf-hurufnya adalah jalan

rahasia menuju ratusan tahun sebelum hari ini

yang diabaikan buku sejarah, tapi

diabadikan tutur orang tua

dan dengan puisi

yang sangat sederhana ini

aku bahagia, sebab di kata terakhir

dari doaku, keyakinan

menuntunku menulis kembali

apa yang telah hilang

dengan cara yang tak pernah

aku duga-duga sebelumnya

Gapura, 2023

 

Pangeran Lor I

berangkatlah yang telah gugur

di alas Braji untuk menerima kemenangan

lain di dalam kekalahan

di hadapan hari-hari yang akan datang

tak perlu lagi tanganmu mengangkat keris

dan menerima amis darah peperangan

cukup berdiri dan tersenyum

anak-anak waktu akan

menyerahkan seluruh kembang bertangkai

pun tak perlu gentayangan mencari

keadilan, sebab di dada mereka

hanya dirimu yang tetap berdenyut

di dalam pejam mereka

hanya dirimu yang tetap terlihat

di bumi mereka hanya dirimu

yang tetap hidup menyalami orang-orang

dari bibir Dungkek hingga Gapura

maka biarlah luka dan kenyerian kembali

kepada penciptanya, sebab di sini

mereka benar-benar telanjur menemukan

dirimu sebagai denyut kemenangan

yang akan

hidup sepanjang usia dan ingatan

Gapura, 2023

Faidi Rizal Alief
Latest posts by Faidi Rizal Alief (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!