Tragika Hasan Tanjung
– bumi anyar
Oretan merah itu darahmu
muncrat dari maghrib
dekat posko ronda
Celurit diasah dari ludah buju` moddang
sepuluh jari dan mantra jinak kyai lesap
mengabung dalam mata
menjelang isya berganti warna
dengan api dadamu
Tanjung bumi
dari buju` santre
rajuman darahmu
masih kukenal
Hari ini lagi menggenang
ke selokan mata ibu!
(Madura, Januari 2024)
Genosida Kupu-Kupu di Tubuh Melva
//
Di mana kupu-kupu itu bermain lagi, melva
abu-abu, penuh bintik, kecil seperti warna kesukaanmu
Lima tahun kemarin ia memandikan wajahmu
kepak senyum yang sempal dari bunga-bunga
membulati ceriamu di bawah pohon randu
Kau ingin mengundangnya saat pertunangan
meramaikan cincin yang bakal tumbuh di manis jari
–jika itu terjadi, apa aku tidak merasa kehilangan
sulit melupakan bagaimana tubuhmu merangkulnya
sehelai napasku akan jatuh
tapi tidak di dekat matamu
///
Aku senang menggambar pagi tiba
nyanyian berdiri di samping bunga gelagah
kusentuh layar matahari
gugur di ujung genting rumah
Sengaja tak kusempuh tubuhmu pada buku gambar
enggan aku lihat kupu-kupu di samping kemejamu
aku damba deras hujan menyelimuti waktu
agar leluasa kusketsa bayang bibirmu
di tubuhku
sendiri!
(Madura, Januari 2024)
Dadar Hujan Bulan Januari
Hujan hadir membawa sedap tanah bulan januari
suhu rendah juga kelembapan udara
katak-katak saling menarik nadhom cinta
pesta petani dimulai dari caruban air
ditanamlah biji harapan pada luas sawah dan ladang
Ada yang bisa kuingat setiap kali ia datang
jejak kaki yang dititip petani pada matahari
kloneng sapi jantan menggaris jalan hujan
kemudian ia menunggu pintu rezeki sembari memangkukkan tangan
Garis-garis doa telah dibakar
segumpal airmata sekarat di kedua lengan
sajadah hitam tempat merapatkan keinginan-kenyataan
tapi bulan ini tuhan mengabarkan hujan membawa bau
tanah yang tak lagi segar
kemudian kesasar kepada pulau-pulau yang tak membutuhkan
(Madura, Januari 2024)
Kotheka Di Svah Loka Tubuh
Pesan-pesanmu masih tertinggal di tubuh ini
akhirnya puisiku sendiri akan menghapus
sisa kecupan di pundak yang lupa aku buang
Rasanya tidak mungkin mendatangimu
dengan mimpi-mimpi iba
mengajukan sepetak maaf yang telah
tercoreng lember demi lembar
Telingamu takkan menangkap masa lalu
meski terapan dewa parwati bersimpuh
di sela paha siwa
patahan nasib telah diunduh
jauh dari jejak kaki yang biasa disandingkan
Atau lupa menjadi ramalan hippocampus
sugriwa kau tuduh subali
karena wanara kembar dilahirkan dari seorang ibu
pantas kusembunyikan rama dalam suluk inderamu
untuk membunuh satu kebohongan yang aku tunggu
(Madura, Januari 2024)
- Puisi Joko Rabsodi - 13 February 2024
ratih
senang bacanya, sangat bagus
ratih
senang bacanya