Masjid Saka Tunggal
masjid satu pilar
di tengahnya empat sayap
seperti totem tergambar
bawah tiang kaca pelapis senyap
ada tahun pendirian prasasti
abad 12 sebelum wali sanga
di tanah yang disucikan agama kuna
sebuah batu menhir tegak meraja
di hutan dengan ratusan kera
empat sayap penopang yang
menempel di saka empat kiblat dan lima lurus
empat mata angin dan satu pusat tak terputus
manusia dikelilingi
api, angin, air, dan bumi
bahwa hidup haruslah seimbang
yang hidup mestinya seperti alif
jangan bengkok
yang bengkok bukanlah manusia
empat penjuru
mata memandang
hati berdendang
lagu
“jangan terlalu banyak air
kalau tak ingin tenggelam
jangan banyak angin
bila tak tahan masuk angin
jangan bermain api
jika takut terbakar
jangan terlalu memuja bumi
jika tak ingin terjatuh”
empat kiblat dan lima lurus
sufiyah, amarah, lawwmah, muthmainnah
bertarunglah jiwajiwa manusia
hingga hidup hanyalah alif
Cikakak, Wangon, 4 januari 2016
Syi’iran Sunan Bonang
bunyi bonang di masa kecil itu
ditabuh kembali oleh hati yang
sembahyang di sebuah surau sentana
di sini tidak ada cagak yang menegak
namun hidup selalu tegak
ketika kanjeng sunan terjatuh
tersebab tangannya, tercerabut rumput
menangislah penuh sesal
bahwa ketentuan hanyalah hak milik hyang
maha tuan
ketika tongkatnya menunjuk pohon siwalan
sebuah tongkat azimat keramat
tak pernah lepas tangan, ke mana hati berkiblat
bernapas makrifatullah hingga tamat
sebuah tongkat lebih berharga dari pohon emas
tangan kebaikan, tongkat saling berpegang cinta berbalas
tongkat kebaikan, tangan saling menyambung cinta tak terwatas
sebuah tongkat yang menuntun istiqamah
lebih mulia dari seribu nasab yang karamah
bunyi bonang di masa kecil itu
ditabuh kembali oleh jamaah hati yang
berdendang di ribuan surau
menjadi penenang jiwa yang galau
“Tombo ati iku limo perkarane
Kaping pisan moco Qur’an lan maknane
Kaping pindo sholat wengi lakonono
Kaping telu wong kang sholeh kumpulono
Kaping papat kudu weteng ingkang luwe
Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe
Salah sawijine sopo iso ngelakoni
Mugi-mugi Gusti Allah nyembadani”
kutorejo, tuban,
kamis, 21 januari 2016
Syekh Siti Jenar
sebuah cinta di dalam puisi
mengingatkanku kepada penciptaan kali pertama
ketika ia sendirian merekareka sunyi
belumlah ada namanama
sebuah cinta di dalam puisi
mengingatkanku kepada mimpi indah kali pertama
ketika aku sendirian merekareka arti
belumlah ada maknamakna
sebuah cinta di dalam puisi
mengingatkanku kepada mataair bengawan
ketika ia menggemericik dari puncak pegunungan
sesampainya di muara menjelma menjadi
banjir bandang yang
menenggelamkan aku
ke dalam samudera makrifat cinta
sekaligus hujatan sepanjang usia
yogyakarta, 7 februari 2016
Jalan Malam
aku ingin jalan lagi menyusuri malam sendirian
sambil menelponmu, ibu
aku ingin mendengar rasa sakitmu di paruparu
sesak nafas mengeras seperti
suara kereta api yang melintas
di belakang rumah masa kecilku
aku mau menjagamu sepanjang waktu
sambil mengipasi rasa gerahmu, ibu
aku mau membaca 10 surah wasiatmu di sampingmu
laju darah yang tersedot dari paruparu
menyalip tetes infus sebagai
satunya nutrisi yang masuk ke tubuh
aku ingin tidak pergipergi lagi
agar setiap adzan terdengar aku bisa
mengenakan mukena untukmu, ibu
padahal ibu dalam koma
padahal dalam pejam mata
kepadaku ibu sering bertanya
“panjenengan siapa
apakah ini masih di bumi?”
tetapi setiap adzan terdengar
ibu mendadak tersadar
membuat gerakan tayamum
menegakkan salat begitu khusuk
begitu usai salam
kembali ibu dalam koma
aku tidak ingin pulang ke jogja
aku mau menggendongmu ke kamar mandi
ibu tidak mau pipis di tempat tidur
ibu malu kepadaku kuceboki, tapi?
ibu, ini waik kecilmu yang
ketika balita sepanjang malam diare
bapak sedang kirim tembakau ke kota
dan dokter tidak ada
ini putramu yang paling menyusahkan hatimu
ini anak lanang yang tidak pulangpulang
aku tidak ingin pulang ke jogja karena
aku tidak akan pergipergi lagi
aku mau menjagamu sepanjang waktu
aku ingin mendengar rasa sakitmu di paruparu
sesak nafas mengeras seperti
suara kereta api yang melintas
di belakang rumah masa kecilku
tetapi stasiun kereta api itu telah tak ada
suara sesak nafasmu juga telah tak ada
di jogja, aku pergi ataukah pulang darimu?
aku ingin jalan lagi menyusuri malam sendirian
sambil menelponmu, ibu
aku sangat rindu kepadamu
yogyakarta, 21 april 2016
Wajah Puisi
sampai hari ini aku tidak juga mengerti
bagaimana kelahiran sebuah puisi
berjuta kata mungkin saja ada di kepala
tetapi metafora tidak juga bicara
yang ada hanya kata yang
diindahindahkan
tetapi bukan kata yang
diindahkan
hingga tiap mata tidak cuma membaca
tetapi tiap mata berkacakaca
sampailah sebuah wajah terkaca
utuh penuh terbaca sebagai manusia
yogyakarta, 28 mei 2016
- Sajak-Sajak Abdul Wachid B.S. - 13 September 2022
- Sajak-Sajak Abdul Wachid B.S.; Cemburu - 28 April 2020
- Sajak-Sajak Abdul Wachid B.S. - 30 April 2019
Annda Lee
puisi Jalan Malam nya sedih ya, mas..
bacanya sambil mewek..
Dam Mudafiq
benar-benar jalan pulang yang sarat akan rindu ya, pakde.
bikin saya tersenyum—getir.