Puisi-Puisi Agus Manaji; Masker

Inspired by the Coronavirus Pandemic – Arte & Lusso

 

MASKER

          –Masa pandemic virus corona

Separuh wajah: sepasang mata

menyala mengirim cahaya

ke tubuhku. Ke jiwaku.

Kita tidak saling sembunyi.

Tapi siapa di antara kita mengendap,

meruyak jarak udara dan kata-kata.

Menggetarkan rahasia debu; kematian

bukan kediaman semata, kehidupan

tidak sekadar gerak pindah tubuh benda.

Dalam masker merah jambu,

masih kukenali runcing dagumu

lekuk sepasang bibirmu. Masih kuingat

letak tahi lalat yang menarikku lebih getar

pada rindu. Separuh wajah: kita

saling mengeja. Siapa berkisar diam-diam

menyaksikan kita? Virus: kematiankah

atau kehidupan? Dalam satu meter

ragawi, kesepian kita

dalam cinta.

 

April 2020

 

 

SATU METER

 

Satu meter: betapa jauh tak tersentuh

Meski masih jelas kulihat gaunmu biru

Bibir merahmu, juga rona muram wajahmu

Satu meter: betapa dekat kau dan aku

Namun nyata dua tubuh tiada bersentuh

Ada makna seperti ranting rapuh

Satu meter atau lebih jauh

Angin mengantar butiran debu

Dari pipimu ke bibirku

Satu meter atau lebih dekat

Ajal bukan khayal akan kiamat

kita terkepung virus dan khianat

Satu meter saja: jarak, rindu

Juga seru, lukamu

Tangisku

29 Maret 2020

 

 

SYAIR

 

Tidak siapa pun berlari mengikutiku

Aku mengelana di kota lembah

Yang terbakar oleh dendam dan amarah

Hanya bayang tubuh setia

Mengikuti ruh resah ke mana pergi

Di antara gedung-gedung tinggi

Tidak siapa pun berjalan di belakangku.

Kususuri hutan kata. Memeluk pohon

Pohon rindu menjulurkan daunannya.

Sungguh, tiada ingin kusampaikan

Apa pun, selain makna

Yang menghumus pada luka.

Inilah laku

Gema dari bisik munajat kelu

Bayang mengerut dan memanjang

Tiada sanggup terbang

Cuma tersungkur sujud dan meriang

Siapa di belakangku? Tak siapa pun

Mengikuti kata-kataku lirih

Biarlah aku saja

Sebab syair tak patut bagi Kekasih

Inilah sajak

Doa kata berserak

Semoga jejak.

Kusyairkan namamu

Ampunilah, Rindu.

Tersesatkah Aku?

Desember 2019.

*Mengaji :

  1. Q.S. Asy-Syu’ara’ ayat 224-227 : 
Dan para penyair, mereka diikuti orang-orang tersesat. Tidakkah kau lihat, bahwa mereka mengembara di setiap lembah. Dan bahwa mereka mengatakan apa yang tiada mereka kerjakan?

Kecuali (penyair) yang beriman dan beramal saleh, banyak mengingat Allah….
  1. Surah Yaasiin ayat 69: Tiada kami ajarkan syair kepadanya (Muhammad), hal itu tiada pantas baginya….

 

 

Ruang Aster 8, RSUD Magelang

                             Bersama Sinta Menunggu Bapak Sakit

Tiba-tiba kita pun di sini, di kamar sempit

berdinding krem ini, dan kau seperti menjauh

menempuh batuk dan detak jantung yang rusuh.

Makna mengental lewat patah kata – kata patah

dalam pandang sepasang mata lelah.

Lewat layar elektronik entah apa

kubaca gelombang udara di rabumu

:terbata. Tekanan darahmu mendaki sunyi

yang mengambang dingin di antara kita.

Angka-angka tinggal jejak luka

jejak lupa.

Bersama menyeru Tuhan,

kubisikkan ayat suci ke telingamu.

Mengikuti sesak napasmu:

kuterka takdir

tak terucap bibir.

Cairan infus bagai detik menitik

di nadimu, melindap alpa

pada hatiku yang rawan. Bapak,

kuikhlaskan engkau pulang.

11 Januari 2020

 

 

SAJAK KEHILANGAN

 

Kita kelak bakal kehilangan. Apa pun

Tak cuma sepasang sandal di halaman masjid,

Karenanya sesekali kau susur lagi jejak-jejak di belakang.

Kenang-kenangan alit dari silsilah patah-patah:

Bayang kerut wajah simbah yang memudar di wajahku

Pohon mangga sengir di halaman rumah, sepeda tua

Mengarat dan sepi, jaket lusuh penuh warna detik-detik keruh

Atau deretan pohon cemara sepanjang

Jalan masuk kampung yang kini silam

Kau ajak aku ke sana. Mencatat lagi senyum

Dan tangis itu pada status facebook. Menyelipkannya

Dalam sebait doa khusyuk. Hari, tanggal, dan jam raib

Dalam gegas dalam napas, meski tak luput tersimpan

Dalam diam debu. Tapi di mana debu berserak itu?

Kita menjadi semakin asing dengan keinginan dan luka

Dan sakit yang akut. Delapan arah kehilangan wajah.

Tapi pembuluh darah terus berdenyut memburumu

Menyeruku dari keheningan hulu. Kunci motor yang hilang

Barangkali akan kita temukan kembali. Hidup kita

Ternyata peristiwa penemuan dan kehilangan

Pertemuan dan perpisahan semata.

Lebuh suwung lubuk kalbu, degup melindap

Dalam deru perjalanan rindu. Akukah

akan menghilang lebih dulu

Lalu menatapmu bersama debu? Merindukanmu

Menunjamkan wajah dalam sujud doa.

2019.

 

 

RINDU MENEBAL MERUYAK HARU SEJAK HULU

Kujenguk pepori tubuh, sel-sel darah, tahi lalat

di wajah. Kuhadapi lingkaran ban, cekung mangkuk

dan wajan, kotak almari dan bayang kabah,

juga sajadah membentang: bentuk mematuk.

Sinar matahari memantulkan titik-titik bayang

dari punggung gunung, wajah laut, juga bintang ziarah.

Inikah ruang, tubuhku gigil oleh gema namamu?

Kucari wajahku sendiri

pada kartu ktp, cermin retak

dan kaca jendela kusam.

Mengalir dari bilik-bilik jantung menyusuri pembuluh.

Denyut-berdenyut menghitung rahasia, lalu berdegup

kehilangan kata. Tengah malam, terjaga oleh suara cecak

dan dengung kulkas meretas sepi.

Detak jam memanggil napas. Inikah waktu?

Bersama bintang-bintang berdebar, bumi bertawaf

dan elektron menari, aku berjalan siang dan malam,

terus menghitung tahun-tahun cahaya,

detik luka detik lupa melesap di sekujur tubuh

dan ingatan rapuh.

Apakah ruang waktu di hari ‘alastu, Kekasih?

Rindu menebal meruyak haru sejak hulu.

Sepasang mataku selalu pulang kepada kantuk

di bawah langitmu terbuka. Debar jantung

debur napas, lelap dan jaga memburumu.

Betapa kuinsyafi diri: noktah merabun dan tertegun,

telanjur getun dan ngungun. Kekasih!

2019.

Agus Manaji
Latest posts by Agus Manaji (see all)

Comments

  1. deda nurrafiq Reply

    keren… Pak Goeroe….

    • agus Manaji Reply

      makasihhhhh.. semoga menghibur
      salam

  2. lawbersinfo Reply

    Puisijya mantap

    • agus Manaji Reply

      makasih… semoga cukup bermakna

  3. Nuhay Reply

    Romantis bgt.

    • agus Manaji Reply

      begitukah… tapi ada tema kematian kehilangan juga …

  4. Daridiksi Reply

    Aku lala padamu….

  5. agus Manaji Reply

    aku lili padamu… wkwkwkwk

  6. Muh Taufik Hidayat Reply

    keren

    • Agus Manaji Reply

      makasih mas taufik… semoga menghibur

  7. Taufik sentana Reply

    Indah, relevan dan impresif.moga menginspirasi diri unt terus berkarya..salam

  8. Rin Reply

    keren banget pak

  9. yuzu Reply

    keren banget pak

  10. julia Reply

    Keren Pak Agus. Guru fisika yang benar-benar menyastra. Salam kenal dari saya.

  11. firdauly Reply

    keren masyaAllah..

  12. Nunu Reply

    Dalam satu meter….ada kematian…
    Kematian yang ihtiar kita hempaskan
    Pagulu…telimakacih…

  13. Nia Reply

    Benar benar menyukai puisi berjudul “syair”

  14. Rismawati Reply

    Membayangkan dan meresapi setiap katanya membuat saya menjadi salah satu penggemar bapak sekarang 🙂

  15. Markle Reply

    Mas bapak kaka abng numpang nanya dong kalo mau bikin puisi ngirim lewat hp android gimana ya
    Numpang nanya

  16. Laila fauziah Reply

    Bagus sekali pak, saya juga pengagum puisi. Semoga bisa turut berkarya juga

  17. Dewi Lorenza Reply

    Banyak lope untuk karyamu Pak. Salam kenal dari Puan NTT😊🤝

  18. Anton Reply

    Sehat selalu pak guru…..

Leave a Reply to Dewi Lorenza Cancel Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!