RUMAHKU
Tubuh adalah rumah.
Segala di dalamnya, mulanya tiada.
Lalu, aku datang menghuninya.
Aku pun merabai segala lekuk bentukku.
Ketika kubuka jendelaku: terhamparlah warna-warna.
Lalu, kubuka pintu: tertujulah berbagai jalan.
Kadangkala, matahari melambaikan sinarnya
dan angin bertamu di telapakku.
Rumahku pun merasa: mengolah hawa.
Kepalaku berumbai rumbia: segala cuaca
yang terunduh menjadi suara.
Aku pun menyalinnya ke dalam dinding,
meresapkannya hingga tampak beraroma.
Ketika rumahku begitu berdebu, bau.
Aku pun memandikannya:
dari suatu waktu menuju malam
hingga esok meninggalkan jingga.
Barangkali berulang kali:
bak memandikan diri.
Kamis keempat, 2020.
BERSETUBUH DENGANMU
dari yang ingin memelukmu, Tuan.
− dengan segala kecemasan yang melebur
menjadi kedamaian
berkelindan ke semua bagian tubuhku
menuju napasmu.
dari yang ingin memelukmu, Tuan.
− kurebahkan egoku ke dadamu yang lapang,
kutelanjangkan siasatku ke matamu yang bersendang
padamu tubuhku pun terendam
mencumbu aroma kehangatan
serupa sentuhan.
dari yang ingin memelukmu, Tuan.
− dengan segala ketenangan yang terkumpul,
akhirnya tetap melahirkan kecemasan
yang lebih pekat di segala peredaran
detakku.
Tuan, kuingin terlelap bersamamu
tanpa bangun tanpa tidur
tanpa doa tanpa resah
tanpa duka tanpa bahagia
serupa hampa meruangkan desah
tanpa masa.
MENELANJANGIMU
Adakah kau tiada meski ada temu?
Adakah kau memang menemuiku?
Adakah kau menemuimu?
Adakah kau di tubuhmu?
Adakah kau di tubuhku?
Adakah kau di tubuh tetumbuh?
Adakah kau di daun layu?
Adakah kau di siang kelabu?
Adakah kau di jalan tak buntu?
Adakah kau di wajah yang pilu?
Adakah, memang, kau di mata ibu?
Sepanjang apakah dunguku itu?
Sepanjang itukah singkapmu?
Sekuat apakah rupa acuhku?
Sedekat itukah kupadamu?
Ku merabai tubuhmu.
Kau pun menelanjangiku.
Malang, Rabu Wage 2020.
MENJADI MIMPI
Tubuhku terbuat dari mimpi:
di dalamnya terhampar miliaran rasi menuju pintu menuju abadi.
Kaki-kakiku digerakkan olehnya – yang nyata di luar realita.
Kepalaku pun memburu ingatan – yang berliar di belantara pikiran.
Telapakku adalah mata – yang merekam segalanya.
Bibirku adalah puisi – yang menarikan bunyinya.
Dan, mataku adalah kumpulan cerita – yang lelap.
Bilamana kauingin membacanya,
mari kita tidur bersama.
Tanpa impian.
Tanpa impian.
Malang, dalam tahun yang kabut.
- PUISI-PUISI DEWI R. MAULIDAH - 9 August 2022
- Puisi-Puisi Dewi R Maulidah - 29 December 2020
zainul febri
ngeri ngeri!!!.
PenikmatPuisi
Kurator, yakin?
Vita
Masyaallah dari Gresik juga
Riyanto
Bagian menelanjangimu terlalu banyak repetisi sebenarnya. Bisa dihapus beberapa tanpa mengurangi keindahan.
Janabijana Nia
Jempol deh
Andre
Membuat lelaki jatuh hati pada puisi-puisi nya dan penulisnya.