Menjenguk Bapak
Suatu hari di masa depan
ia pulang untuk menjenguk bapak
di masa lalu
dibawanya tas kresek dan sebungkus
kacang goreng
hari sudah senja ketika ia tiba
di halaman masa lalu
tak ada siapa pun di teras itu
kecuali kursi yang berdebu
dan segelas teh dikerumuni semut
di atas meja, ia melihat ponsel bapak
berdering dan diangkatnya,
“Halo, ini siapa?”
terdengar balasan, “Ini bapakmu le,
tolong simpan nomor bapak yang baru,
sebab bapak tidak bisa tiba
di masa depanmu.”
Ia terdiam dan rindu
pada masa kecilnya dulu
Agustus 2020
Meninggalkan Rumah
Ia pergi meninggalkan rumah
seumpama putik bunga kamboja
yang jatuh ke tanah
hari masih gelap
dan ayam belum berkokok
ini pagi seminggu kemudian
hari-hari terjadi dari sunyi
seperti cahaya padam
ketika bara kehilangan api
rindu belum lekas kering
di antara gumam dan hening
pada dunia yang asing
ia kembali menyerahkan diri
2020
Masa kanak
anak-anak berlarian gembira di bandara
hari masih pagi seperti usia
langit yang biru dan wajah yang lugu
sambil membawa jajan
masa depan ada di tangan
pada mereka dunia diantarkan
seperti cahaya matahari
menyentuh ujung rumputan
betapa hidup adalah kesenangan
hari-hari tanpa beban
berlepasan ke semesta
kita hidup pada anak-anak
dan mati sebagai dewasa
2020
Ruang Tunggu Bandara
ia membuka bekal dari ibu;
sambal terasi dan empal goreng
rasa pedas di lidah mengingatkannya
pada pohon cabai di halaman
yang ditanam almarhum bapak
empal goreng yang gurih seperti
nyeri pandemi yang menghabisi
saat lebaran dan Idhul Adha
tak memberinya sisa
di ruang tunggu
ia seperti batu
2020
Sarean
pohon matoa berbuah
tanah-tanah kering ditinggali sunyi
aroma hidup berganti
getar di dada
sore terlihat purba
di sulur-sulur pohon beringin
air kran telah habis
dikuras kemarau
kelopak bunga
tak lagi tembaga
seseorang yang bersiap
dalam ziarah
dikejutkan ingatan
dan burung-burung terbang
melepas perpisahan
seperti kelahiran
2020
Hari-Hari yang Pergi di Kampung Halaman
hari hari
di kampung halaman
bayang bayang
redup di pematang
angin menguarkan
kesepian
langit memberi doa
daun daun mengering
di atas tanah baka
2020
Obituari Seorang Kawan
:dfnau
kecuali lengking krinok yang patah, bunyi hujan
dan tanah basah, hidup seperti pasar malam
yang menolak keheningan
sepi inilah sakit yang mengalir panjang dalam diriku
seperti mesin cahaya butut yang kehilangan
pendarnya
dan tubuhku dipenuhi simulakra, reinkarnasi demi
reinkarnasi palsu agar kau mengenaliku
sebenarnya aku telah mati berulang kali
sebelum hidup terlampaui menggurui
saat ini tiba, aku telah bersedia
melepaskan tangan ke udara
salamku pada yang hampa dan fana
untuk kalian. amin.
Senin Wage, 9 November 2020
Keluarga
bapakku metafora
ibuku metonimi
dan aku
tanda baca
di akhir kalimat
tanpa pembaca
2020
- Puisi-Puisi Dwi Rahariyoso - 2 February 2021
- Bahasa dalam Puisi; Permainan dan Euforia yang Paradoks - 29 July 2019
Annisa A
Jadi rindu masa kecil 🙂
Dedi
Nice pak Yoso
A
Amiin 🙏