Puisi-Puisi Isbedy Stiawan ZS

PAGI KOPI DAN HUJAN

pagi –

di ruang depan segelas kopi

dari tanganmu yang menulis

kunikmati tiap kecupan; bibirku

meratapratap di bibirmu

apakah masih seperti pagi

kemarin, ada rindu yang sama

saling mengisahkan di luar

sana—misal dukalara semeru,

kota yang ditutup-buka —

atau cinta kita?

kopi –

kau belum lupa kalau kopiku

tanpa gula. biarkan pahit

yang kuseruput, kuingin

hitam menetap di tubuhku

serupa malammalam

kita lalui bersama. mengarus

jauh. tiada sauh: — baik,

jauhkan pula aduh! — sebab

bukankah sudah lama kita

mengaduh, dan orangorang

sudah lupa bagaimana

bahasa keluh?

hujan –

tanpa hujan, kita bisa

bersama? dingin ini telah

mengundangmu ke sini. dan

merampungkan rindu jadi

perjalanan. semakin jauh

ke ceruk pagi. lupakan

embun, tak perlu tulis

di antara percakapan ini

“bukankan embun selalu

datang di pagi?” katamu

berkalikali. kata yang seakan

melekat di setiap menulis

pagi. seperti aku menyebut

masuk ke dalam, “aih. hujan

tak terasa sudah semayam

di badan kita. mengapa jadi

aliran di matamu, sayang?”

       dalam gelas ini, hujan

bercampur kopi; aku masih

sendiri…

9 Desember 2021

*

KAU INGIN MENJEMPUTKU

DI DEPAN PINTU

sewaku aku tiba di depan pintu

kau ingin menjemput di situ

aku pun kembali masuk. menutup

dari dalam. ingin lama lagi

mencintainya karena membuatku

ada

kalau kau menginginkanku

baiknya tunggu di halte

atau dekat gapura kebun

tua bagi ayah ibu berpisah

“bukankah kita menyenangi

yang sama; aroma kamboja?”

kataku pertama bertemu di sana

(kau pegang jemarijemariku,

aku memilin setiap sudut jarimu)

ah, mimpi itu berulang lagi

dan sebaiknya kuhapus pintupintu

dari jejak di kepalaku

*

BERCUMBU SEBELUM MIMPI BUYAR

masih kau mau menemaniku?

ini bukan lagi malam

sebagai waktu, langkahnya

telah jauh pergi. bahkan

barangkali hilang ditelan

lumpur. untuk menemukan

bekas pun hanya aroma

bangkai yang diendus

seperti jalan itu yang

baru dihapus lahar panas

dimuntahkan gunung

: segala yang hidup gosong

begitu pun malam, sebagai

waktu tak lagi terbaca

jejaknya. kecuali datang

pada pagi, pada siang

dan peluk kekasihmu

seketatketatnya: cumbui

– bercumbulah, sebelum

mimpi buyar –

*

ESOK GILIRANKU MENEMUIMU

esok giliranku menemuimu;

jalan terbentang, malam

terang

aku sudah pamit pada meja

dan kursi di ruang tamu

kepada kamar yang membuatku

malas menatap luar

hanya jam + teve yang bersuara

aku bisu di hadapan keduanya

tanganku kaku, bibirku makin kelu

di jalan aku akan melesat

ke rimba riuh dan terang

ya, esok giliranku menemuimu

*

BERI CATATAN UNTUKKU

beri aku catatan untuk

kedua kakiku yang telah

lepas dari jeratan akar

di dekat sungai itu. andai

satu langkahku terlilit,

kumasuki arus dan hanyut

— mungkin tersangkut

di bawah jembatan atau

sampai di muara sana —

dan aku tak perlu lagi

catatanmu. meski kutahu

hanya ocehan, tak lebih

sebaris kalimat. sebelum

aku tiba di akhir alamat

di mana saat itu kita

akan saling lupa atau

(bahkan) tidak ingat

    kita pernah satu kelambu,

lain waktu semeja menikmati

kopi, gorengan, dan buku puisi

yang bertumpuk di depan

   -semua kita santap bersama-

*

KEMBALI KE PUISI,

BUKA HALAMAN SEMBILAN

kembali ke puisi, buka

halaman sembilan

ada sebuah perjalanan

ke bengkalis ataupun

pinang. dua pulau yang

dulu kita bertandang

untuk melupakan gaduh

          yang sangat aduh

tak perlu ke jalan, kalau

di puisi aku tidak lagi risau

— katamu, sambil megang

erat tanganku. terkenang

malammalam di akau

tempat hilang risau

sambil menatap langit

dari atap akau; kadang

benderang, tapi ada kelam

juga menghampiri. kita

akan tersenyum. berbual

ihwal negeri yang seakan

piatu. usah temberang, katamu

lagi

       aku pun hanya tertawa…

2021

Isbedy Stiawan ZS

Comments

  1. Maxlandhuizchev Reply

    Alamat puisi basa-basi kok gak dapat ditemukan min? Apakah sudah diganti?

    • Admin Reply

      alamat apa ya,kak?

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!