PAGI KOPI DAN HUJAN
pagi –
di ruang depan segelas kopi
dari tanganmu yang menulis
kunikmati tiap kecupan; bibirku
meratapratap di bibirmu
apakah masih seperti pagi
kemarin, ada rindu yang sama
saling mengisahkan di luar
sana—misal dukalara semeru,
kota yang ditutup-buka —
atau cinta kita?
kopi –
kau belum lupa kalau kopiku
tanpa gula. biarkan pahit
yang kuseruput, kuingin
hitam menetap di tubuhku
serupa malammalam
kita lalui bersama. mengarus
jauh. tiada sauh: — baik,
jauhkan pula aduh! — sebab
bukankah sudah lama kita
mengaduh, dan orangorang
sudah lupa bagaimana
bahasa keluh?
hujan –
tanpa hujan, kita bisa
bersama? dingin ini telah
mengundangmu ke sini. dan
merampungkan rindu jadi
perjalanan. semakin jauh
ke ceruk pagi. lupakan
embun, tak perlu tulis
di antara percakapan ini
“bukankan embun selalu
datang di pagi?” katamu
berkalikali. kata yang seakan
melekat di setiap menulis
pagi. seperti aku menyebut
masuk ke dalam, “aih. hujan
tak terasa sudah semayam
di badan kita. mengapa jadi
aliran di matamu, sayang?”
dalam gelas ini, hujan
bercampur kopi; aku masih
sendiri…
9 Desember 2021
*
KAU INGIN MENJEMPUTKU
DI DEPAN PINTU
sewaku aku tiba di depan pintu
kau ingin menjemput di situ
aku pun kembali masuk. menutup
dari dalam. ingin lama lagi
mencintainya karena membuatku
ada
kalau kau menginginkanku
baiknya tunggu di halte
atau dekat gapura kebun
tua bagi ayah ibu berpisah
“bukankah kita menyenangi
yang sama; aroma kamboja?”
kataku pertama bertemu di sana
(kau pegang jemarijemariku,
aku memilin setiap sudut jarimu)
ah, mimpi itu berulang lagi
dan sebaiknya kuhapus pintupintu
dari jejak di kepalaku
*
BERCUMBU SEBELUM MIMPI BUYAR
masih kau mau menemaniku?
ini bukan lagi malam
sebagai waktu, langkahnya
telah jauh pergi. bahkan
barangkali hilang ditelan
lumpur. untuk menemukan
bekas pun hanya aroma
bangkai yang diendus
seperti jalan itu yang
baru dihapus lahar panas
dimuntahkan gunung
: segala yang hidup gosong
begitu pun malam, sebagai
waktu tak lagi terbaca
jejaknya. kecuali datang
pada pagi, pada siang
dan peluk kekasihmu
seketatketatnya: cumbui
– bercumbulah, sebelum
mimpi buyar –
*
ESOK GILIRANKU MENEMUIMU
esok giliranku menemuimu;
jalan terbentang, malam
terang
aku sudah pamit pada meja
dan kursi di ruang tamu
kepada kamar yang membuatku
malas menatap luar
hanya jam + teve yang bersuara
aku bisu di hadapan keduanya
tanganku kaku, bibirku makin kelu
di jalan aku akan melesat
ke rimba riuh dan terang
ya, esok giliranku menemuimu
*
BERI CATATAN UNTUKKU
beri aku catatan untuk
kedua kakiku yang telah
lepas dari jeratan akar
di dekat sungai itu. andai
satu langkahku terlilit,
kumasuki arus dan hanyut
— mungkin tersangkut
di bawah jembatan atau
sampai di muara sana —
dan aku tak perlu lagi
catatanmu. meski kutahu
hanya ocehan, tak lebih
sebaris kalimat. sebelum
aku tiba di akhir alamat
di mana saat itu kita
akan saling lupa atau
(bahkan) tidak ingat
kita pernah satu kelambu,
lain waktu semeja menikmati
kopi, gorengan, dan buku puisi
yang bertumpuk di depan
-semua kita santap bersama-
*
KEMBALI KE PUISI,
BUKA HALAMAN SEMBILAN
kembali ke puisi, buka
halaman sembilan
ada sebuah perjalanan
ke bengkalis ataupun
pinang. dua pulau yang
dulu kita bertandang
untuk melupakan gaduh
yang sangat aduh
tak perlu ke jalan, kalau
di puisi aku tidak lagi risau
— katamu, sambil megang
erat tanganku. terkenang
malammalam di akau
tempat hilang risau
sambil menatap langit
dari atap akau; kadang
benderang, tapi ada kelam
juga menghampiri. kita
akan tersenyum. berbual
ihwal negeri yang seakan
piatu. usah temberang, katamu
lagi
aku pun hanya tertawa…
2021
- Sajak-Sajak Isbedy Stiawan ZS - 12 July 2022
- Puisi-Puisi Isbedy Stiawan ZS - 8 March 2022
- Puisi-Puisi Isbedy Stiawan ZS; Kisah Beberapa Bagian dari Pelayaran - 22 June 2021
Maxlandhuizchev
Alamat puisi basa-basi kok gak dapat ditemukan min? Apakah sudah diganti?
Admin
alamat apa ya,kak?