
Komposisi
Sedikit aneh. Seperti harum cengkeh dan ampas teh.
Dia keluar dari marka kamar. Bulunya serat jeruk.
Suaranya. Bunyi jarum di daun-daun. Cakar samar.
Lima sila kiri. Lima sila kanan. Jantan melintas
di halaman. Hitam jintan. Waspada. Awas pada banyak
derap kanak. Tanah lunak. Jejak cacing merah.
Mereka berhadap-hadapan. Demonstran dan dinding
dewan. Berahi persis melati. Diam-diam mekar. Sedetik.
Surai sore berkibar. Surat kabar datang dan sebuah berita
melompat keluar. Mereka bergulungan. Ombak warna
membuat pelik paras dunia.
(2019)
Puisi Kecil tentang Gadis Kecil
-buat Aulia Sulhani
bau subuh telah terhidu di rambutnya
rambutnya serabut arang, titian tempuh dibelah tujuh
sesabit satelit nyaris padam di bibirnya
bibirnya sinyal salju yang sampai ke sumsum tulang.
lampu besar ditinggikan, bulat, tak bisa dipandang
terang memancarkan paras aulia,
menara jaga para tentara.
tapi perang sesungguhnya terjadi di sini, dalam puisi kecil
tentang gadis kecil.
bau subuh telah terhidu di rambutnya; semua prajurit terapung
bagai tepung mesiu. apakah akan jatuh hujan, lalu tumbuh
tumbuhan dan seekor lebah menyerap sari dari kembang
sebatang?
gadis kecil dalam puisi kecil jadi garis-garis kecil,
serat air yang merembes celah kata, hingga bahasa basah
dan cinta, serupa matahari, berpayah susah mengeringkannya.
(2019)
Mooi Indie I
Di sungai. Lembar air dilapis lagi. Pernis tembus-pandang
dari darah kadet. Setelah perang fajar, sisik-sisik ikan berpijar.
Ada seorang tua mengisap tenaga gunung. Tahun-tahun dilalui
dengan murung.
Orang tua itu nenek dari nenekmu. Matahari melepaskan
peluru ke rahimnya. Peluru yang tidak menamatkan,
peluru yang menghidupkan. Hingga tanaman tetap menjalar,
membangkitkan arwah tentara dari filamennya.
Keluar dari sungai ia telah jadi gunung. Kau meniup shakuhachi.
Bunyi fabel basah ketika ia melangkah. Hewan-hewan mengungsi
ke dalam tabel peneliti. Lalu ia putuskan untuk meletus, suatu pagi
ketika kekuasaan dipindahkan dalam tempo singkat.
Pada tiupan penghabisan kau lihat seutas filamen melayang.
Nenekmu tak mengenal ibunya. Suaminya duri pada tangkai mati.
Jadi transmigran setelah bermimpi melihat sungai penuh buah khuldi.
Bagimu itulah pembuangan. Tajam giwang menusuk daun telingamu.
Lalu kau kawin. Seluruh korban perang datang. Hari ini suamimu
tampak seperti barang industri. Gaun pengantin menembus tubuhmu.
Hari ini sejarah meruntuhkan gravitasinya sendiri. Dan sekali lagi, nenek
dari nenekmu mendangir rahimnya dengan tanah, dengan air.
Dengan tanah-air ini.
(2019)
Mooi Indie II
angkasa dai nippon, pesawat mengambang
di atas hinomaru kayu:
bayangan kuda cebol, burung kali, mistik air raksa. regu penerbang berbaris,
mirip huruf kitab suci. tapi pengharapan kembali buntu. jugun ianfu.
sudah pukul pagi, hantu-hantu dokter memesan taksi. potret artis di saku.
fosil kepulauan dengan sisa mineral meresap di bulu-bulu mata suster.
jadwal terakhir koloni, laporan keibodan: dua bom besar dijatuhkan.
lampu padam dan bau musik. matahari sudah cukup matang. tapi hanya ada periskop
dan sebuah kantor kempetai berdiri dalam peti mati.
(2019)
Riwayat
Telah diriwayatkan dari si unggas pengabar kepada penjaring udang
kepada kuli pelabuhan kepada dukun beranak kepada janda giwang-tiga
kepada pemadat candu kepada ahli ornitologi;
bahwa dengan mengendarai laut, penakluk itu sampai di gili
cacing-cacing dasar air melubangi waktu, kapal yang sudah tenggelam
memanggil kembali tulang-tulang admiral.
Hari baru. Lonceng belerang menggema sampai pintu huma.
Petani yang sedih menimbun jiwanya dengan abu jerami,
sementara amaterasu menebar benih matahari; kuning badai
di seluruh kawasan. Para cempiang dengan mata parang
disembunyikan, mondar-mandir dari pasar ke pematang.
Cuaca memang tenang, tapi di belakang ada yang menyerpih,
jangkih-mangkih bagai kiamat datang, mengenakan zirah lamelar,
sisik logam kaum majusi; saudara tua melepaskan
rantai kaki kita hanya untuk menggantinya dengan seikerei
membungkuklah, telah diriwayatkan dari ahli ornitologi kepada
pemadat candu kepada janda giwang-tiga kepada dukun beranak
kepada kuli pelabuhan kepada penjaring udang kepada si unggas pengabar:
penakluk itu akan pergi setelah delapanribu
kilogram kematian dijatuhkan shinigami
(2019)
Kronik
a/
Ingin menghibur diri dengan daun sawi
atau musikalisasi puisi. Tapi diri aneh benar
hingga tak bisa diduga perangainya.
Pilih jadi pencuri, sijingkat sebelum
pergi, melalui sisi kiri, agar hilang dari rumah
tanpa mesti mengecup kening istri.
b/
Ingin jalan sambil tutup mata, bagai serangga
tak bisa menembus kaca. Lantas untuk
apa bingkai menangkap kerlipan benda angkasa?
Padahal bisa jadi itu petunjuk, atau pancal gaib
ke arah pengertian; dulu ada banjir dan kalian
dipisahkan satu sama lain.
c/
Sekarang pun ada banjir. Tiap kali petir mengubah
diri jadi cemeti api. Rumah akan tergenang, mirip
cangkir di atas tatakan kopi. Buku-buku diselamatkan,
sambil menggerutu; bau daun busuk meresap
ke dalam kantuk. Bagaimana bisa tidur dan mimpi
menatap sakura di antara lesatan shuriken ninja?
d/
Jadi tak-jadi jadi pencuri, cukup lihat cermin,
teliti pada bayangan yang sedang telanjang,
gugusan tulang dada turunan gen romusha.
Dipikir-pikir, bahagia juga dia
tak pernah jadi bagian dari aneka genosida.
(2019)
- Puisi-Puisi Kiki Sulistyo - 15 November 2022
- Kelipatan Waktu - 2 September 2022
- Puisi-Puisi Kiki Sulistyo - 5 July 2022
Tigo W
kumencium bau-bau fans anime jepang :’)
Pro-Fanny
Setelah kualami, ini tidak cocok dibaca sambil ngopi