Menulis Perihal Yang Sulit
Pintu membuka, seraut
Usia yang tak lagi muda
Ini gambar yang kau ingin mencarinya
Sebentuk paras terpejam dan menunduk
Ia, ah seandainya tak kuberikan padanya buah itu, sesalnya
(pintu menutup
ia keluar, membawa gambar itu
merambahi seluruh rasa sakit makhluk yang pernah hidup)
Ampenan, Januari 2022
Selalu Ada
-Novia Widyasari R-
selalu ada tangan gemetar
menandai
kalender Desember
berat awan, beban hujan
deru guntur dini hari
mengantar petir, menggentarkan diri
selalu ada yang tak tertampung
luapan air, deras sedan
seperti langkah diam memilih jalan
tergelincir ke hening tebing
kesedihan membawanya ke sisi pusara
di sana seorang ayah terbaring
lantas seperti sebentuk memori
ia rebah, tenang abadi
matahari tiba dalam sisa gerimis
seorang gadis tak lagi menangis
pelan angin mematahkan
tangkai kembang
dan duka pamit
sebelum menyembuhkan
Ampenan, 5-7 Desember 2021
Tahun Ketujuh
tahun ketujuh kutinggali tanah ini
tanah rantau kedua
dari tempatku lahir
kutemui ikan, kangkung dan padi
seolah berdenyut abadi
di jantung air
jalan-jalan yang belum kuhafal arahnya
diberi nama para guru dan tetua
kubawa diriku berjalan menunduk
belajar membaca
riwayat; kisah-kisah yang tercatat
yang terucap
tanah ini, tanah yang dijaga oleh air
di atasnya aku belajar mendengar bahasa
Sasak, hutan-hutan, gili-gili
yang belum kumasuki
dan di depan pasar di tepi kali itu
seekor kuda tertambat
pandangannya jauh, seakan ke seberang waktu
menyembunyikan ringkiknya
dariku
Ampenan, November 2021
Memandang Kembali Laut
memandang kembali laut
biru tersaput ombak
terlontar pada batu, pecah menanjak
membentang merupa sayap burung
menyusun gerak di udara
aku menyeberang dari tanah lahir
dua selat, empat dermaga
darinya kusaksikan jatuh peluh dan luka
basah, mengering, kembali basah
memandang kembali laut
kubangun rumah dari kata-kata
dari atap serbuk berguguran seperti serbuk sari bunga
ke teras, dapur, tumpukan baju, sepatu, buku-buku
juga ke kamar, ke selembar tikar pandan
di luar malam dan hujan
mencecap nyeri duri, manis akar-akar tanaman
paginya aku seolah hafal
matahari seperti kupu-kupu
memperlihatkan paras baru; kuning menyala
mengepak ke udara
dengan napas panjang,
mengitari Nusa Tenggara
Pantai Ampenan, 2021-2022
Di Sebuah Kota
di bawah lampu-lampu menyala
begitu subur air mata
begitu rimbun luka-luka
sebelum fajar membuka
di bawah menara
seorang tua membungkuk
berdiri, membungkuk lagi
seperti kisah tangan yang menggapai
ia temukan pada tanah
sebutir karunia yang jatuh
meggelinding mencari tempat rendah
Ampenan, 2018 – 2021
Kebun di Sekolah Anakku
bunga-bunga dan sayur-sayur
menggantung
hijau menjuntai menyusun
rambut kebun
kau dalam kelas bermain
tawamu pecah seperti kemarin
tertangkap ringan oleh gurumu
dan teman-teman lain
bunga-bunga dan sayur-sayur
membangun diri
huruf, angka, bahasa, tercelup ke warna-
warni mimpi
“akulah hijau yang lentur terulur
dari jemari tangan guru
ke anak-anak riang itu”
bunga-bunga dan sayur-sayur
bersandar di pagar menunggu
membayangkan dirinya
tercebur ke petak-petak buku
Ampenan, 2021
Kaktus
ia ingin menjadi yang tidak
dikenali
menyelinap di antara tubuh-tubuh tinggi
atau berumah di tebing-tebing rendah
menyaksikan penggembala dan
musafir lewat
sebelum petang gelap
lantas berhias, mengharumkan diri
tak terlihat
oleh berpasang-pasang mata duri
Ampenan, 2021
Benih
kaulah benih
terhimpun dari keindahan
paling putih
akar-akar tunasmu tumbuh bernas
memanjang
menembus batas remang
sementara aku; rahim yang berdiam
sendiri
tak lelah pada kurun-kurun tersepi
menantikan
kapan sekiranya keindahanmu
kesabaran lain itu
Engkau tiupkan
Mataram, 2017 – 2019
- Puisi Lailatul Kiptiyah - 25 June 2024
- Puisi-Puisi Lailatul Kiptiyah - 17 January 2023
- Puisi-Puisi Lailatul Kiptiyah - 25 January 2022
Galih Agus Santoso
Luar biasa keren puisinya
Lailatul Kiptiyah
Terima kasih sudah membacanya🙏
Elina
keren kak. kayak titisan chairil anwar
Abdul
Keren sekali puisinya. Semoga bisa nyusul terbit di sini hehe.
Yulianti
Indahhhh 🥺
Sugiyanta Pancasari
Keren. Cerminan kedekatan dengan alam dan lingkungan. Aku suka
Gutahlima
Saya suka sekali dengan puisi pertama kedua. Sebenarnya saya tidak terlalu paham arti detail dari puisinya, tapi rasanya emosi dari penulis tersampaikan ke saya. Saya rasa itu perasaan kehilangan, sedikit penyesalan, dan sebentuk usaha keikhlasan?