Dhin Ajuh
Kaulah segala umpama itu
Dan benar, engkaulah perempuan
dengan segala umpama itu
Tubuhmu karya, telingamu pandu
Alismu sungai ratu ibu
Bahasa-bahasa yang kau laksa
betapa sungguh-sungguh
mencipta tatap mata
Sungguh benar,
engkaulah perempuan dengan
segala umpama itu
Buku-buku yang kau ajak bicara
takkan sanggup menganggu
degup ilmu di jantungmu
Jendela di dekatmu pasti mati rasa
Sementara angin kian abstrak
Jam malammu ngantre menjaga
Juga tempat tidurmu, ia pasti susah
terpejam, karena tersihir bau tubuhmu
Kalau kau ke pantai, laut melihatmu
akan berbelok seketika
Karena hendak mencapaimu,
menjadi laluan kapalmu
Kau pasti leluasa memeriksa
setiap bahagia di seluruhnya itu
Dan benar, memang benar
Engkaulah perempuan dengan
segala umpama itu
Bangkalan, 2021
Ketika Sidingkapal
Rebah Bersimbah Darah
di Pangkuan Istrinya
Boleh aku rebah di pangkuanmu
sambil memandang langit malam,
malam yang dalam
Aku ingin tidur sebentar
bersama halal tanganmu yang tak gemetar,
sepenuh cintamu
Agar aku lupa pesta
Agar aku lupa luka
Aku ingin tidur di pangkuanmu
sebelum malam yang dalam
benar-benar berlangsung tidak sebentar
Agar bersih aku memikirkanmu
Sebelum benar-benar tak bisa lagi
memikirkanmu
Bangkalan, 2022
Pawisik Jari: Istri Cakraningrat IV
– Gusti Ayu Made Rai (Siti Khotijah)
Kepada kejujuranmu hamba ingin berbisik:
“Jari terbesar adalah pengakuanmu
kepada Maha Pemberi.”
Kepada sikapmu hamba ingin berbisik:
“Jari telunjuk adalah ketegasan
yang harus kau bawa saat zaman
dalam segala urusan telah saling
menghanguskan.”
Kepada jati dirimu hamba ingin berbisik:
“Jari tengah adalah saka
sebagai pihak yang memberitahumu
bahwa perasaan dan pengetahuan itu
jernih dan adil, meski ia seburuk-buruknya
kotor dan ketimpangan.”
Kepada pikiranmu hamba ingin berbisik:
“Jari manis adalah indahnya bukti
semesta milik kita, yang punya cinta
lebih baik dari pelukan antara
air dan ikan-ikan.”
Kepada pilihanmu hamba ingin berbisik:
“Jari kelingking adalah teguran penting
bahwa mufakat hati kecil menyimpan
kesetiaan dengan kebenaran-kebenaran
yang terpendam di dalam harapan.”
Bangkalan, 2020
Sandur: Sikap
yang Tak Mundur
“Ilham… Kalam…
sejarah Slabadan
Dan pijak tanah kami
tak mungkin tenggelam!”
Lukislah sandur itu,
pantang mundur
Sebab kejantanan
adalah abstraksi bagi taji
laki-laki yang tak butuh
salam mimpi
Ia berhadap-hadapan
—searah Alif:
(gerakan yang tinggi
adalah hadapi, hadapi,
ada Ilahi)
Seikat itu huruf Lam
—manakala nama-nama
tentang saudara dilabutkan,
maka gemakan mereka
hingga derak:
menuju Mim, dan alim
Lalu panggil mereka rentak
Dengan dendang salak;
sebuah realita yang tak mungkin
kalah dari gertak
Sebab pula mereka jalu
Karena sedarah,
karena sedirah dalam
mengumpulkan kejayaan
yang merah
Mereka penyembah iftitah
segala yang diganjarkan
para embah:
Ilmu sah, pengusir durkah,
hingga sikap bagaimana seharusnya
menjaga nafsah tak jadi trah penjarah
Bangkalan, 2020
- Puisi-Puisi M. Helmy Prasetya - 5 April 2022
- Sajak-Sajak M. Helmy Prasetya - 14 September 2021
- Sajak-Sajak M. Helmy Prasetya - 18 September 2018
ST Atmosentono
Bahasanya renyah saat dikunyah. Ada legit yang menggigit, pahit yang melilit, kadang yang manis terasa mistis..
Madura tak selamanya kering dari jiwa yang memuja indah dan derita.
Maju terus ….. !!!
Mr. Jay
Metamorfosis dari doa Penyair, Tuhan jangan beri aku cinta paling indah, beri aku sakit paling indah.
Ibnu sya'nah
Salam ibnu sya’nah kepada komunitas basabasi dan penikmat sastra.
Memang benar, bahwa untuk bisa menggerayangi kandungan puisi harus dibaca secara utuh dan dihayati secara betul.
Saya pribadi baru paham dan sampai salting dengan 2 puisi paling awal. Sangat-sangat bucin. Gue gemeter!!!!!