Cinta Gila
Apalah arti kembang api di tengah mandi cahaya
Apalah arti cintaku yang besar bagimu
Bila seluruh zat mencintaimu
Aku menjalankan peta nasibku
Kau rupanya yang menentukan tujuan
Aku menguasai ilmu pengetahuan, peta dunia dan buku-buku
Tapi kau lebih paham segalanya
Akulah pembuka lahan di daratan kering,
Memangkas rumput sahara dan membakar reranting
Dan menjadi pemilik atas wilayah temuan
Tapi ternyata, engkaulah penguasanya
Dengan anggur dan kitab suci, aku mabuk memujamu
Tapi pujaanku, mungkin takkan sampai kepadamu
Sebab aku bagai buah-buahan, yang berharap tumbuh di tepian
Sungai susumu
Tawan aku jadi kolonimu
Penjarakan aku dalam cintamu.
Ironi pada Sebuah Kafe Kecil Depan Gedung Asia Afrika
Pukul tiga pagi
Di saat embun mulai basah dipermukaan batako
Udara Periangan menusuk tulang
Aku memandang Braga dari sebuah kafe kecil
Sepi pengunjung
Di kafe kecil, lewat jendela yang kecil
Aku memandang
Para bule menari reggae di sebuah bar pinggir jalan
Lagu-lagu Bob Marley mengalun sampai keluar
Pukul tiga pagi
Saat embun mulai basah di permukaan batako
Dan udara Priangan menusuk tulang
Aku membayangkan mereka melepas tegang
Seusai konfrensi Asia Afrika
Mata mereka masih menyisakan lelah perjalanan jauh
Pesawat yang delay dan kestabilan negara yang rawan
Maka dipeluk dan kecuplah para gadis bar itu
Mungkin gemetar kelelakiannya,
Atau gemetar dalam diri, membayangkan perang dunia dan kemanusiaan
Pada dua diri yang saling bertentangan
Para bule yang kubayangkan sebagai peserta konfrensi Asia Afrika
Menari reggae
Mereka menenggak bir, tawa mereka mengambang di antara musik yang kencang
Mungkin sebelum pagi, sebelum harus kembali berdebat sengit
Bicara politik, bicara ekonomi, bicara kelaparan dan perang yang sangar
Para bule yang kubayangkan sebagai peserta konfrensi Asia Afrika
Menari reggae
Mereka menenggak bir, tawa mereka mengambang di antara musik yang kencang
Botol-botol telah kosong,
Para bule yang berpelukan dengan gadis bar berjalan keluar
Namun bukan menuju gedung Asia Afrika.
Perjamuan Setan
Bagi instalasi agus rianto
pagi ini kami datang ke sebuah perjamuan
bentuk meja yang bundar dan membuat aku
dan dia duduk berhadapan
arah duduk kami sengaja menghadap jendela
sebab membuat semakin leluasa memilih hidangan mana
yang akan disantap lebih dahulu
mengisi piring dan gelas kami yang kosong
merencanakan mana yang akan dimakan menjadi pembuka
dan mana yang akan dimakan selanjutnya
perjamuan ini rahasia
karena kami berencana makan seadanya
apa yang tertunjuk jari itulah yang akan kami santap
dengan nikmat
tak perlu minum anggur untuk memanaskan badan
sebab pertemuan kami dilingkupi banyak kehilangan
dan rasa dendam
kubiarkan mereka menghina kami
membangun sarang buih di sudut bibir mereka yang tebal
sebab nama yang telah lama disiapkan untuk mereka
hanya memperlancar rencana kematian mereka
yang cepat
kami membantu membukakan pintu ajal
dan mereka mengantar kami ke puncak kenikmatan
rumah yang terbelah
apa yang akan kucoba mengerti
darimu lagi
kesabaran adalah hantu yang paling
menakutkan
juga kamu yang mengirimkan
perasaan dengan cara acakacakan
sedikit berbaikan selebihnya adalah
rasa tak nyaman
bagaimana aku dapat menerjemahkan rumah
sedang tempatku berlindung dari ketakutan
adalah perangkap yang menjebakku pada
kesakitan yang dalam
suatu hari
aku ingin minggat dan tak pernah pulang
tapi semua pintu dan jendela tertutup
juga atapnya setiap kupanjat dia berubah
semakin tinggi dan tinggi
mungkin telah menyentuh bintang dan
planetplanet
telah lama aku bersekutu untuk melawanmu
membalas kekasaranmu
menganggap kau tak pernah ada dirumah ini
tapi kau selalu terpejam
dan merasa aku tak pernah protes atas sikapku
telah lama aku berdoa
karena kumerasa hanya tuhan yang punya telinga:
rumah yang terbelah
terbelahlah rumah
agar aku bisa berlari dan mengetuk dada kekasih
menangis sepuaspuasnya
berteriakteriak sekencangnya sampai aku mengerti bahwa
semua kemarahan tak baik untuk kesehatanku
telah lama aku berdoa
karena kumerasa hanya tuhan yang punya telinga:
rumah yang terbelah
terbelahlah rumah
agar kemarahanku bisa terlihat
dan mereka memaklulmi apa yang aku ingini
sebagaimana mereka memakluminya
telah lama aku berdoa
karena kumerasa hanya tuhan yang punya telinga:
rumah yang terbelah
terbelahlah rumah
agar aku bisa bisa membangun jalan di dalamnya
lalu orangorang mendengar teriakanku
saat aku mulai merasa terancam.
*Puisi ini adalah tafsir lukisan “Image Of Women “
Samarang
bagi The Photograf
sebelum kotamu benar-benar tak cukup jadi mangkuk
menampung luapan laut dan
kotoran kota
aku ingin menjejaki bekas tapak kakimu
dan mencari di mana bingkai bingkai fotomu
dulu kau gantung
“1, 2, 3, senyum, senyum”
serumu dari belakang kamera
tapi di sini,
di samarang tempo doeloe
aku tak bisa tersenyum
sebab aroma mayat yang menguap
dari tanjung mas
membuatku merasakan kau mati
padahal tak benar-benar mati
- Sajak-Sajak Mutia Sukma - 18 October 2022
- Sajak-Sajak Mutia Sukma - 13 October 2020
- Sajak-Sajak Mutia Sukma; Sungai Malaka - 10 September 2019