Puisi Cinta
Aku mencintaimu
Bahkan ketika kemiskinan mengintai kita
Sebab seburuk-buruknya kemiskinan
Ada sekaya-kayanya doa
Barangkali cinta kita yang besar
Tidak bisa dibandingkan dengan luas langit dan lautan
Tapi tuhan akan melindungi kita
Lebih luas dari keduanya
Mendekap kasihi
Agar kita malu bila merasa miskin hidup pada dunianya yang kaya
Aku mencintaimu
Meski aku tahu suatu hari
Lilin tak akan dinyalakan lagi di atas cake ulangtahun
Pesta tak digelar
Gelas sirop tetap tersimpan di lemari
Tapi cinta pagi yang yang murni tidak hilang
Meski embun hanya datang sebentar
Kucintaimu tanpa syarat
Pada dingin nol drajat
Atau suhu tertinggi yang tak tercatat pada termometer
Juga pada waktu yang melebihi angka 12 di dinding rumah kita
2018
Garis Nasib
Kita dipisahkan garis tipis
Kamu dapat melompat ke arahku
Dan aku tidak dapat sebaliknya
Kamu berada demikian jauh
Tapi darah itu
Begitu deras berada di dalamku
Kamu lambaikan saputanganmu
dan berkata
“Sayonara, sayonara”
Kapal menjauh
Makin menjauh
Kamu menghilang selamanya
Bila jarak Eropa ke Surabaya dapat diperpendek
dengan skala dalam sebuah peta
Aku akan datang dan bertanya
“Aku harus bagaimana?”
Bayangan lebih nyata dari kenyataan
Hidupku menanggung kemungkinan
Ilusi dan impian menjadi lebih baik dari sekarang
2018
Genta Pukul 12 Malam
Di langit tinggi
Pada pukul 12 malam
Hari sudah petang
Langit terlihat bercahaya
Lampu-lampu padam
Nyala meriam berwarna merah
pada langit-langit
Seperti kembang api
Ledakan
Deru asing mengepung
Pukul 12 malam
Bulan Gemintang tak ada
Mayat menghitam tak bernama
Seorang gadis kecil menangis
Memeluk mayat ibunya
Didekap peluknya kesakitan
Dan kehilangan panjang
Dia meronta meminta pertolongan
Tapi tak ditemukan bantuan
Orang-orang lari berhamburan
Gadis kecil itu menyeret kaki pelan
Menuju rumah yang kini tak ada
Kini tak ada
2018
Penyair Tua
Di luar diri,
Orang mati dan berbahagia
karena cinta atau benci
Di dalam diri,
Dia mati dan berbahagia
Mengingat puisi yang ditulisnya
Peristiwa apa yang menyertainya
Dia buka lembaran kertas
Wangi kertasnya memenuhi paru-paru
Dan dia ingat cintanya yang gagal
Dadanya yang berdebar
Nyeri karena ditinggalkan
Puisi mengingatkannya
Pada banyak hal
Cara kekasihnya tertawa
Membangkitkan kesedihan
Membuatnya merindukan
Sekaligus takut kehilangan
Dikutuknya puisi dan kesedihan
Cinta dan kehilangan
Seperti burung jalak lepas dari sangkar
Melintas menciptakan keindahan
2018
Rumah Masa Lalu
Aku menyimpan bau tahi kuda
dari andhong di depan rumah
Dan aroma pohonan meranggas
Pernah aku pikir
Rumahku seperti lubang sumur
Melempar pada kegelapan
Mengantar dalam peristiwa saat itu
Dan datang di masa kemudian
Dulu kakiku kecil
Memandang pohon rambutan
Dan durian yang begitu tinggi
Kini kakiku memanjang
Namun tidak ada lagi pohonan
yang dapat kupandang
Di jalan menanjak,
Masa depan sering kulamunkan
Seorang anak kecil melintas
Mengucapkan kata kasar
Seperti sengak bau limbah dari pabrik
Mengalir pada sungai di seberang jalan
Kupandangi rumah masa lalu
Telah berubah
Ruko-ruko besar mengimpit suara tawa
Tangisan
Kegaduhan pemuda mabuk
Rumah masa lalu yang kukenal
Kenangan dan kesedihan yang kekal
2018
- Sajak-Sajak Mutia Sukma - 18 October 2022
- Sajak-Sajak Mutia Sukma - 13 October 2020
- Sajak-Sajak Mutia Sukma; Sungai Malaka - 10 September 2019