Puisi-Puisi Ng. Lilis Suryani; Tak Pernah Kulihat Kau Sesepi Itu

pinterest.com

TAK PERNAH KULIHAT KAU SESEPI ITU  

 

kau membuatku bertanya-tanya

seberapa jauh kau datang sampai tak pulang

kuputar ulang ingatan saat kau merangkul

mata sayu yang beradu dengan peperangan masa lalu

saat kau mengelus rambutku

air matamu tumpah dari batas pandang

yang kupikir terlampau luas

 

perkiraanku selalu, kau tak mampu sesepi itu

kata-kata liar dan ungkapan panjang

tentang kampung yang sobek beratus halaman

ternak kurus dan ladang tandus

ingin kupecahkan sepi paling berani

tapi mungkin segala sesuatu yang pecah

bisa terluka lebih mudah

 

Oh, kesepian kita masing-masing

siapa lebih luka tak bisa diduga

 

Yogyakarta, September 2019

 

 

MERINGKUS INGATAN

 

Angin dingin kini tiba

Musim hujan lewat dengan isyarat

Aku ingin kata-kata yang kuyup itu

Tetap mengucur dari tubuh kurusmu

 

Jangan bimbang jika kemarau perlahan

Meranggas ke halaman, pada tanaman
Karena hati kita, pandangan kita, juga
Kecintaan kita pada gaib kata-kata

Ialah asal-muasal pertolongan
Atas hidup yang ganas dan cemas

 

Aku yakin bahwa

Kau harus jadi segala keberanian

Sekaligus ketakutan sepanjang tahun

Bisa saja esok tidak akan pernah ada
Kalender hancur tanpa meninggalkan tanggal
Ingatan berhenti diciptakan
Hingga kosong rongga dada dan hati kita

 

Adapun rumah ialah perjalanan panjang

Tanpa dinding dan ranjang

Hanya ada selimut cuaca

Dan tekad bahwa waktu

Mampu memotong
Setiap detak gairah dalam alir darah
Karena kaki kita tak lagi mampu
Memangkas jarak demi jarak

Yogyakarta, Agustus 2019

 

 

MEMILIH KESEDIHAN

 

Memilih kesedihan sebagai inang

Berarti memberi waktu bagi bahagia
Bertemu nasib yang terlanjur buruk
Pada masa kanak-kanak yang hilang
Ketakutan akan menjadi tua
Dan riuh penolakan dari hidup

Kita tidak bisa terus mendua

Dan pura-pura

Biar hati kita

Hidmat pada satu
Sedih yang liat dan hangat

 

O, kebahagiaan yang sulit dibentuk

Tapi mudah sekali remuk

Lagu-lagu sedih gemelepar

Dalam ketakutan yang lapar

 

Yogyakarta, Agustus 2019

 

 

MERANGKUM TUBUH

 

Ia jejalkan sekoper ingatan yang rontok

Getah puisi diperasnya dari kedua puting payudara

Ia menuduhku diam-diam sembunyikan kata-kata
dalam rimba hutan yang mudah luruh

 

Kau jadikan aku rahasia
Dapur siasat segala luka duka tampak erat
Seolah ketika berhadapan kita tak punya rupa
Yang kau terawang tidak mungkin bisa hilang

Saban hari kau telanjangi kulit keraguanku
Kancing baju kulepas satu demi satu
Hingga terlihat tubuhku marak cahaya

Kini kurangkum lagi, ibunda

Satu-satunya dunia yang kugenggam
Kini mematahkan sayap-sayapnya

Yogyakarta, Agustus 2019

 

 

MENGURAI RINDU

Ambu

Ambu

Ambu

setelah namamu kubaca ulang

nampak jalan setapak

di balik gerbang penuh semak

aroma rambutmu

terbelit pada udara yang kuhirup

senyum, marah, dan senandung

melengkung menyusuri punggung gunung

kini kangenku menggema

menabrak tebing semakin nyaring

 

sambil terus berjalan

kulihat dirimu di mana-mana

tubuh pepohonan

bunga liar

dan alir air

aku tentu tidak keberatan

terus menemuimu

saat cuaca cerah

atau amuk badai

penuh amarah

 

Ambu,

namamu itu

kebahagiaan hidup dan seisi dunia

ketakutan kematian akan kehilangan

 

Yogyakarta, Agustus 2019

 

 

MEMANGKAS JALAN

 

berjalanlah selangkah di depanku

rapatkan jari-jarimu yang kurus

jangan biarkan angin lebih cepat
melingkarkan dingin

 

tangan sibuk bermain-main sebatang rokok
kaki mengetuk-ngetuk lantai
dan ketakutan yang memburai
sepi sendiri telah mengisi
bagian yang longgar pada dada
lalu, apakah yang sia-sia
atas utuh dan remuk hidup kita

 

pada perjalanan berikutnya

ikutilah arah terbit matahari

mungkin akan kau temukan jalan pulang

dan rumah yang kau impikan

melebarkan bahunya yang hangat

bagian mana lagi yang perlu diisi
lamunan bekerja mengukir pandangan
jadi lika-liku angan-angan
hening merambat jadi gema di kepala

hidup ialah rangkaian waktu
napas ialah usia yang terbatas
dan maut, barangkali umpama jembatan
agar kita melanjutkan perjalanan

 

Yogyakarta, September 2019

 

 

 MENAFSIR PERNYATAAN CINTA

 

Ke mana pun kau pergi

akan kubawa kau kembali

kegurat pernyataan cinta
yang tertulis di keningmu

di sanalah kekosongan

yang sering kali tanpa tanda bahaya

tapi bukankah karenanya

kita sering luput dari waspada

melawan ketiadaan

 

jika kemudian
tak kau temukan pernyataan cinta itu
maka carilah bunga paling liar
pinjam bentangan langit
malam, siang, juga gang paling sempit
ia yang kelopaknya kering
ia yang tertumpuk debu, ludahmu
juga kotoran anjing

mungkin di sana cinta yang asing
tumbuh lebih kuat dibanding bau pesing

 

jantungku memuntahkan gelombang

mata terpancang pada senja
yang tak kunjung pulang

kau mencatat jembatan kayu yang roboh

jadi bait sajak-sajak cinta
tanpa pernyataan tapi penuh pertanyaan
setelah itu, buatlah hujan pertama pada tahun
keseratus sekian ia pamit
jadi kuyup karena reda terlalu lama

 

 

Yogyakarta, Sepetember 2019

Ng. Lilis Suryani
Latest posts by Ng. Lilis Suryani (see all)

Comments

  1. Agus nuramal Reply

    Puisi dengan bahasa sederhana dan merasuki kalbu ku yang gelisah derita melihat indonesia hari hari ini.mari.merawat indinesia dengan puisi

  2. Yuni Bint Saniro Reply

    Perumpamaannya ya, cinta yang asing dan bau pesing. Ntahlah, bagaimana yuni menafsirkannya. Hehehe

  3. aa p Reply

    puisinya sangat mantap sekali sederhana namun mendalam

    puisi saya banyak sainganya yah yang lebih bagus jadi saya sadar puisi saya masih belum terbit mungkin karena banyak kekuranganya. tetap semangat masih banyak ksempatan.

    • Fathir Achmad Reply

      Keren 👍👍

  4. Zainal A. Hanafi Reply

    Sy menangkap ada Pablo Neruda dan Oktavio Paz dalam puisi ini. Melibatkan semesta dengan gaya bahasa sederhana. Sy suka..

  5. Anonymous Reply

    Ocenhy Horosho!( Bagus sekali!).Puisi manis, liris bikin hati gerimis. Ya lyublyu Tebya! (Aku cinta padamu) pada puisimu yang manis, Lis!!!👍👍👍👍👍❤❤❤❤❤

  6. M. Syahdan Keliat Reply

    Puisinya bagus teh, meski masih sederhana dalam menggunakan diksi. Mungkin bisa terus ditingkatkan terutama dalam penggunaan metafor dan majas lainnya. Saya melihat ada sedikit kesamaan imaginasi dengan Aan Mansyur dan sajak liris Faisal Syahreza di dalam diri teteh. Sukses terus ya teh.

    Saya suka seluruh puisinya. Selamat teh, puisi ini berhasil menurut saya.

Leave a Reply to Anonymous Cancel Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!