Api Drupadi
ketika dendam berdentum dalam hati
panggilannya menembus jagad dewa
di tengah mantra dan api suci
aku lahir untuk membakarnya
namun siapa sanggup mengubah dendam jadi abu
ia mendekam dalam darah, mengalir sepanjang hayat
aku tumbuh di depan wajah ayah yang berpaling
ibuku adalah api suci
ia lindungi langkah-langkahku
dengan lingkar kobaran diri
ia ajari kedua tanganku menyalakan lentera-lentera
hingga para dewa melimpahkan lima lentera ke mayapada
kuberikan nyala mataku, kuberikan nyala jiwaku
tubuhku berjalan di antara doa dan kutukan
jika kau coba menyentuhnya tanpa restuku
kelak kau dapati dirimu terbakar
dan abumu terbang bersama debu-debu
tapi kenapa di depan segala lentera
kau coba lucuti kemerahan dari kobaran tubuhku
kenapa kau coba padamkan kesucian dari apiku
kini dendam lain telah tumbuh
di luar kuasaku jagad ini kian menyala
hujan dan sungai-sungai tak sanggup menyiramnya
hanya darah para pendosa dan ksatria
kini tiap lelaki yang terkenang merah tubuhku
akan saling berhadapan
aku menyala dalam dendam dan kesucian
tubuhku berjalan di antara doa dan kutukan
2014
Momentum
: Jogja—Istanbul
malam ini bulan pecah serupa kembang api hari raya
berpasang-pasang mata menyaksikan segala yang lekas sirna
aku memanggilmu dari negeri rindu dendam
riuh oleh pesta, sirna oleh lupa
tahun demi tahun menempa jiwaku
hingga tiada kehilangan yang muram itu
hujan bisa turun tiba-tiba untuk lekas meninggalkan kita
tiap kali aku menepi, tiap itu pula tepian berjalan
maka biarkan saja basah tubuh ini sesekali
lalu memanggilmu dalam segala kelekasan ini
datanglah, datang pada panggilanku
menyaksikan kembang api itu
mengukiri detik-detik ini
sebelum bulan berganti baru
dan kita tak lagi saling tahu
2014
Mori Seribu Kodi
gamelan bartalu-talu
juga derap langkahmu
menyerahkan diri telanjang
ke pinggir sungai takdir
luput dari perhitungan
Pulebahas!
mori seribu kodi telah kuisyaratkan
kenapa tak kau gulung hasrat itu
kau kafani cintamu padaku
mori seribu kodi kautandu
kau persembahkan bersama hati telanjangmu
sebelum kau sibak
yang luput dengan tanganmu
mata keris menancap pada ulu hati itu
mengucurkan cinta dan hasratmu
aku Ciptarasa
telah ditunjuk sebagai lengan
menyeret jiwa para pecinta
ke dalam riwayat pertarungan
di atas tanahku
mimpi buruk melayang
jasadmu pulang dalam tandu dendam
darahmu tinggal
merembes dan tumbuh bersama pepohonan
anak cucu kita bangun
dengan sepasang mata curiga
di atas mori seribu kodimu
kelak mereka lukis riwayatnya
2013
Peniup Klarinet
hitam tubuhnya berbaring
menyerahkan jalan hidup pada kedua tanganmu
napas mu menarik masa lalu
sehembus riwayat tertiup dari lubang klarinetmu
jari-jari hitammu menekan bulatan waktu
tapi wajah-wajah dari dunia hilang itu
tak kuasa muncul ke hadapanmu
bernyanyi tentang dirinya
yang direnggut suatu masa
mereka menyanyikan rimbanya
fauna-fauna yang enggan bernasib sama
berlari mengepulkan debu-debu
kau tiup lubang-lubang itu
pohon-pohon Grenadilla menjerit
bersama jeritan silam bapak ibumu
suara-suara mengeras dan melengking
sedetik saja mereka tutup telinga
suaramu terperangkap di dalamnya
menembus sudut-sudut tergelap dalam kepala
jangan kau tiup keras-keras sudut itu
sebab tiap kenangan akan menghamburkan abu
dari ribuan wajah yang terbakar
sesaat klarinetmu berhenti
jiwa penuh api mengheningkan diri
abad-abad itu telah dilecut dan berlari
meski tiap lecutan meninggalkan memarnya sendiri
maka telinga-telinga itu memohon
kau akhiri komposisimu malam ini
dengan tarikan napas terdalam
hembusan melodius terpanjang
tiupan-tiupan kemerdekaan
2014
Pesta Bayang-Bayang
dalam dirimu sedang berlangsung sebuah pesta
yang tamunya adalah bayang-bayang dirimu
mereka bicara apa yang dirasakannya
mereka memilih apa yang diinginkannya
mereka adalah keputusan-keputusannya sendiri
pesta kesunyian
kau menyambut sekaligus disambut
sebuah musik yang kencang dari jantungmu sendiri
ia menarikmu untuk berdansa
dengan bayang-bayang yang begitu ringan
dari asal-usul dan tuntutan
malam hampir melepas gaun hitamnya
segala yang kau undang tengah memasang matanya
kau berdiri di antara kelap-kelip cinta dan benci
bagaimana pesta ini mesti diakhiri?
2015
Sajak Tukang Becak
hujan mencuci senja
mempercepat langkah sepasang pelancong muda
wajah mereka penuh cemas
kakinya yang kokoh melangkah lekas
masuk ke rumah kecilku
mau ke mana, tanyaku
ke stasiun, jawab mereka
kututupkan plastik kelambu
yang melindungi mereka dari hujan
sekaligus menghalangi pandangan
aku pun tak bisa melihatnya
hanya tawa mereka yang lepas
sesudah mengatakan bahwa hidup memang berat dan keras
ah, tahukah mereka seberapa berat
rumah kecil yang diisi timbunan minyak kafe ini?
tahukah mereka seberapa keras
betis yang melintas ribuan kilo aspal kota ini?
hujan mencuci senja dan keringat seluruh kota
sepasang pelancong muda hendak pulang ke kotanya
hendaklah mereka ingat pula
bagaimana rumah kecilku melaju
melewati jalanan yang berat dan keras itu
2015
Sebuah Kereta dari Ujung Timur ke Barat
sebuah kereta dari ujung timur
ke ujung barat pulau ini
berjalan belasan jam
seperti juga belasan tahun aku
selalu berjalan menujumu
setiap pandangku melayang ke luar jendela
dunia begitu kuat menyerap kita
mengalirkan dalam denyut pikiran
pencarian akan hal-hal hilang
yang kita yakini bagian diri kita
dengannyalah kita akan hidup
dengannyalah kita akan merangkai huruf-huruf api
membakari kecurangan di luar jendela ini
setiap telingaku mendengar derit pintu gerbong terbuka
kemungkinan-kemungkinan baru masuk
hal-hal yang senantiasa di luar rencana
dan aku dengar pula peluit dari tiap stasiun
ketergesaan-ketergesaan yang menghantui
bagaimana harus kita putuskan untuk mencintai waktu
memintanya lebih cepat atau sebaliknya
bagaimana harus kita putuskan untuk mencintai bumi
yang telah begitu jauh memisahkan kita selama ini
hingga kita lahir dalam darah dan udara yang berbeda
menjelajahi tiap jengkalnya
memberi darah dan udara yang baru
atau membiarkannya sendiri seperti dulu
tapi aku telah sampai di ujung barat pulau ini
belasan jam dan belasan tahun
tidak ada yang akan terus-menerus
disembunyikan dunia ini
aku menemukanmu dari dunia yang teramat jauh
kau menemukanku di dunia yang teramat jauh
kita tidak pernah tahu bahwa cinta bisa sedekat ini
2015
Sumber gambar: fransiscariasusanti.blogspot.com
- Puisi-Puisi Retno Darsi Iswandari (Yogyakarta) - 9 June 2015