surat dari dalam bui
aku tak punya kertas, tak juga pena
tapi aku—karena sengatnya panas dan getirnya nestapa—tak bisa tidur, kawan
bagaimana andai aku bicara lewat puisi saja, ucapku
tiba-tiba ada yang mengunjungiku melalui lubang selku yang hitam
jangan pernah anggap remeh.. kelelawar telah mengunjungiku
lalu pergi dengan gesitnya
ia ciumi dinding selku yang hitam
lalu kusampaikan: wahai pengunjung yang berani
kabarkanlah! bukankah kau punya berita tentang dunia kami?
sungguh, tuan
sejak lama aku tak pernah membaca koran di sini
tak pernah mendengar berita
ceritakanlah tentang dunia
tentang keluarga dan orang-orang tercinta
tapi ia tak menjawab!
ia mengepakkan sayap hitamnya melewati lubang.. lalu terbang
aku teriak: wahai pengunjung asing
sebentar, tidak inginkah kau bawa berita tentangku kepada kawan-kawan
***
dari panas yang menyengat, dari kecoa dan getirnya nestapa
aku tak bisa tidur, kawan
dan sipir yang malang masih berdiri dibelakang pintu
masih saja.. tak bosan memindahkan kakinya
seperti diriku, ia pun tak bisa tidur.
seolah-olah ia diriku, dihukum tanpa alasan
***
kusandarkan punggungku ke dinding
celaka! aku tercekik dalam pusaran tanpa keputusan
lalu di balik keningku pikiran berkobar
– – – – – – – – – – – – – – – – – – –
ibu! betapa menyedihkannya ini
demi aku, pada malam-malam yang menyakitkan
engkau menangis dalam sunyi, kapan akan kembali
saudara-saudara tercintaku dari kesibukannya
demi aku, engkau tak bisa makan
tempat dudukku kosong, tak ada tawa, tak ada kata
ibu! betapa menyakitkannya ini
kau teteskan air mata
setiap kali kawan-kawanku datang bertanya
tapi aku yakin, ibu
aku yakin dalam bui ini
akan lahir keindahan hidup
aku yakin pengunjungku yang terakhir
bukan lagi kelelawar malam yang berkelana tanpa mata
siang harus mengunjungiku
lalu para tawanan menunduk dengan penuh khidmat
bernyanyi.. oh, buiku bernyanyi..
celaka! siang adalah kobaran!
dengan tegak aku berjalan
dengan tegak aku berjalan
dengan mendongak aku berjalan
di tanganku kugenggam zaitun
dan di pundakku kupikul keranda
lalu aku berjalan.. lalu aku berjalan
hatiku bulan merah
hatiku taman
di dalamnya, oh, di dalamnya tanaman berduri
di dalamnya tumbuh kemangi
bibirku layaknya langit hujan
kadang api, kadang juga cinta
di tanganku kugenggam zaitun
dan di pundakku kupikul keranda
lalu aku berjalan.. lalu aku berjalan
orang-orang asing
kami menangis ketika orang lain bernyanyi
kami mengungsi ke langit
saat orang-orang meremahkan kekuatan langit
karena kami lemah
karena kami terasing
kami menangis sembari berdoa
saat mereka bermain dan bernyanyi dengan gembira
***
kami bawa, oh, luka kami yang berdarah-darah, kami bawa
ke ufuk di balik alam gaib yang memanggil kami… lalu kami tinggalkan
rombongan anak-anak yatim
lalu kami menyelinap dalam pekatnya kesia-sian… dari tahun ke tahun
dan kami masih saja terasing
dan kami masih saja menangis ketika orang lain bernyanyi
***
usia keangkuhan di thursina telah mencapai empat puluh tahun
kemudian orang lain kembali
dan kami pergi… saat orang lain kembali
lalu ke mana? tentu, kita akan tetap kebingungan
atau tetap terasing?
majulah
majulah
majulah
seluruh langit di atasmu, neraka
seluruh bumi di bawahmu, neraka
majulah
anak-anak dan orang tua kami telah mati
namun ia tak kunjung menyerah
seorang ibu terjatuh di hadapan mayat anaknya
namun ia tak kunjung menyerah
majulah
majulah
dengan tank-tank tentaramu
dengan rajaman muslihatmu
ancamlah
cerai-beraikanlah
yatimkanlah
hancurkanlah
kau tak akan mampu melenyapkan jiwa kami
kau tak akan mampu menaklukkan kerinduan kami
kami adalah takdir yang tak bisa diubah
majulah
majulah
jalanmu di belakangmu
masa depanmu di belakangmu
lautanmu di belakangmu
tak pernah ada di hadapan kami
jalan
masa depan
daratan
lautan
kebaikan
bahkan kejahatan
lalu apa yang membuatmu tertarik
dari mayat mayat ini
lalu apa yang membuatmu tertarik
dari wabah-wabah ini
kegilaan yang ambigu telah pergi
majulah
di balik semua batu
ada tangan
di balik semua rumput
ada kematian
dan di balik setiap mayat
ada jebakan indah yang direncanakan
bila tak dapat betis
mereka masih mengincar pergelangan tangan
majulah
seluruh langit di atasmu, neraka
seluruh bumi di bawahmu, neraka
majulah
majulah
yang haram untukmu, halal
yang halal untukmu, haram
majulah dengan segala hasrat membunuh
sebagaimana hasrat para pembunuhmu
bidiklah dengan cermat, jangan berbelas kasih
lalu bersihkanlah dengan kasih sayang
sebab sungguh, tetesan darah kami sangat mahal
majulah sekehendakmu
bunuhlah
pembunuhmu merdeka
korban kami terpenjara
tuan tentara masih saja berdiri dan terjaga
begitu juga si hakim yang jahat
majulah
majulah
jangan buka sekolahan
jangan tutup tahanan
jangan kasih ampun
jangan takut
jangan mau mengerti
awalmu
akhirmu
mukminmu
kafirmu
penyakitmu adalah aibmu
maka luncurkanlah, tantanglah
gempurlah, tabraklah
untuk rindu terakhir yang masih bersamamu
untuk tali terakhir yang masih bersamamu
sebab semua kerinduan punya akhir
sebab semua tali punya akhir
dan matahari kami adalah awal dari segalanya
tak usah kau hiraukan
tak usah kau pahami
majulah
seluruh langit di atasmu, neraka
seluruh bumi di bawahmu, neraka
majulah
majulah
bukan baret tentara
bukan pentungan polisi
bukan gas air mata kalian yang membuat kami menangis
gazalah yang membuat kami menangis
karena dalam diri kami
ia adalah kekuatan gaib kerinduan
yang berdarah-darah untuk kembali
majulah
dari jalan ke jalan
dari rumah ke rumah
dari mayat ke mayat
majulah
semua batu yang dirampas, menjerit
semua alun-alun teriak karena marah
semua saraf meraung
mati tak berarti menyerah
mati tak berarti menyerah
majulah
majulah
lihatlah, tenda-tenda telah maju
yang terluka telah maju
yang terpenggal
yang kehilangan anaknya
yang menjadi yatim
batu-batu rumah
tanduk telinga
bayi
orang tua
janda telah maju
pintu janin dan nablus telah maju
jendela-jendela al-quds datang
doa matahari
dupa dan rempah-rempah
pembunuhan telah maju
pembunuhan telah maju
tak usah kau hiraukan
tak usah kau pahami
majulah
majulah
seluruh langit di atasmu, neraka
seluruh bumi di bawahmu, neraka
perdamaian
orang lain bernyanyi tentang perdamaian
orang lain bernyanyi tentang persaudaraan, persahabatan dan kesetiaan
orang lain bernyanyi.. tentang burung gagak
dengan girangnya, ia menjeritkan malapetaka di antara bait-baitku
orang lain bernyanyi tentang burung hantu.. pada puing-puing benteng merpati!
orang lain bernyanyi tentang perdamaian
sedangkan tangkai-tangkai sawahku sedih karena rindu
pada mesin pembajak yang disembahnya, yang membuatnya abadi dari fana
pada gema nyanyian para pemanen
pada penggembala di lereng-lereng gunung
ia bercerita tentang kambing betinanya, tentang cintanya yang malu-malu
tentang matanya yang hitam, dan kulitnya yang kemerah-merahan
***
orang lain bernyanyi tentang perdamaian
sedangkan mata tak lagi membasahi suara dahan-dahan anggur
ranting-ranting zaitun.. menjelma kayu bakar
bagi tungku perapian yang berkobar, ah, celaka!kayu bakar!
terali kami yang tengah terancam dihiasi ringkikan kuda pada anak-anak kecil yang menggemaskan
palung mengadu tentang kepergian.. sedangkan teko berharap datangnya tamu
dengan ((selamat datang)).. ketika matahari terbenam
melihat pigura-pigura berdebu yang dihancurkan
menangis pada bingkainya, sebab tercerabut dari foto-foto masa lalu
tas anak-anak kecil… adalah kepingan keyatiman
yang tertinggal di atas puing-puing sekolah yang dirobohkan dan menyedihkan
ia masih di sana.. masih menyisakan tawa dengan tenang
pulang dari sekolah terakhir..
dari cinta dan perdamaian!!
***
orang lain bernyanyi tentang perdamaian
sedangkan di sana.. di balik blokade kawat berduri.. di balik kegelapan
penduduk kota tertahan dalam tenda penampungan
menjadi tempat tinggal bagi kesedihan, demam dan keranjang bagi kenangan
di sana.. kehidupan telah padam
pada manusia kami
pada warga sipil.. yang tak pernah jahat pada kehidupan
di sini..
kebun-kebun jeruk sedih atas perbuatan mereka, manfaatnya berlimpah
nenek moyang mereka menanamnya untuk mereka
namun, oh, betapa malangnya, manfaat yang berlimpah itu justru dirasakan oleh selain mereka
sedangkan warisan yang mereka dapatkan hanyalah kesedihan bertahun-tahun lamanya
dan anak-anak yatim kenyang dari sisa-sisa hidangan para penjahat yang hina
***
orang lain bernyanyi tentang perdamaian
dalam genggaman tuhanku, tanah airku, namun dalam lembahnya, perdamaian telah dibunuh?
(delapan larik terakhir dari puisi ini dihapus sebagaimana bentuk berikut)
(xxxxxxxx)
tak ada monumen, tak ada bunga, tak ada kenang-kenangan
tak ada bait puisi.. tak ada gitar
tak ada sobekan kain yang dicelup dengan darah
pada saudara-saudara kami yang baik hati
tak ada batu yang menulis nama-nama mereka
tak ada apa-apa, oh, sungguh memalukan!
***
hantu-hantu mereka masih saja gentayangan
menggali kubur pada bekas kuburan di kafr qasim
(delapan larik terakhir dari puisi ini juga dihapus sebuah tanda dalam pengawasan zionis)
Samih Al-Qasim lahir di kota Zarqa’ pada 11 mei 1939. Ia menghabiskan seluruh hidupnya di kota Nashirah/Nazareth, salah satu kota di Palestina yang kini telah masuk dalam administrasi Israel. ia adalah penyair Palestina modern yang namanya kerap kali dikaitkan dengan tema-tema revolusi dan perjuangan, karena, sejak peristiwa nakbah 1948, ia sering kali melakukan perlawanan dari dalam. Selain itu, penyair yang satu masa dengan Mahmoud Darwish ini juga pernah menjabat sebagai ketua redaksi koran Kull Al-Arab, dan mantan anggota Partai Komunis Palestina. Puisi di atas diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Fazabinal Alim.
- Puisi-Puisi Samih al-Qasim; Surat dari Dalam Bui - 18 December 2018
- Ketika Usman Arrumy Salah Memasuki Kebun Nizar Qabbani - 28 September 2017