Metamata
ada yang lebih puitis # dari rintik lirik gerimis
yakni sepasang matamu, Alfreda # mata yang menyimpan surga
tatapannya penuh metafor # bumi jadi selebar kelor
serupa jarum bulunya # setia menjahit luka
pada dinding aku melukisnya # diamlah suara padamlah cahaya
mata yang membuatku berkata # “dunia ini alangkah sia-sia”
2015
Gadis Dusun, II
kenapa tiap hujan turun # ingatanku padamu pun berduyun
rintiknya seolah jumlah # rasa yang buncah
: ah aku rindu pulang # pada rumah dan ladang
pada tubuhmu menanam mimpi # pisang, jagung dan padi
semoga sepulangku nanti # musim tidak berganti
hujan tetap turun # dada kita mengalun
biarkan kilat dan petir # pada akhirnya akan berakhir
kita menari di bawah hujan # menyanyikan lagu batin kepulangan
kemudian membersihkan diri # dari luka dan sepi
sungguh perjumpaan kita # surga yang nyata
2015
Sapi Sepi
“jasadmu tidak bermula dari sapi # begitu juga jiwamu tidak dari sepi
kelak kau temukan asal # buanglah segala misal”
ibu berbisik padaku # pagi dekat tungku
asap mengepul mencari udara # menyisakan sawang dalam kepala
menyeruap terasi bakar # waktu semakin lapar
seperti gelas aku terdiam # menatap mata ibu tajam
malamnya aku mimpi ibu # di kakinya mengalir sungai susu
aku mandi berenang # dengan ruh telanjang
dari dadanya kunang-kunang # terbang menabur kenang
aku terbangun dari mimpi # lenguh sapi terdengar dalam sepi
lalu berlari ke halaman # wajah ibu ada di bulan
2015
Filosofia Al-Faatihah, II
anakku berlari di bawah hujan # di antara petir berkilatan
menari memegang kembang # sesekali membuang pandang
: ke langit luas # ke bumi batas
kaki sampai rambut # hujan mengelus lembut
ia pejamkan mata # dengan bibir menganga
“aku jatuh cinta pada hujan” # bisiknya serupa nyanyian
hujan memberinya pelangi # kembang menyeruap wangi
dari atas pohon mangga # sekawanan malaikat melihatnya
sambil mengibaskan sayap # doa-doa basah melesap
hujan reda perlahan # anakku menangis sendirian
2015
Sembilan Telur
mencium hangat tangan ibu # sembilan telur diberikan padaku
dikecupnya pipi kanan # yang kiri ditampar perlahan
: berangkat bulat # pulang bulat
tiap aku pamit pergi # halaman rumah begitu sepi
ibu berdiri depan pintu # tenang tanpa rupa ragu
seperti puncak gunung # melepas anak burung
di jalan aku melahapnya # butir demi butir hingga tiba
dari dalam badan # kokok ayam bersahutan
sekawanan bintang turun # meniup ubun ampun
2014
Secangkir Kopi
1/
secangkir kopi yang rutin # kau bikin setulus angin
berharap aromanya bisa # membuatku segera terjaga
selalu termangu kedinginan # aku bangun kesiangan
malam aku terlambat tidur # sepi dan puisi bertempur
aksara gugur dari udara # menjadikan mata terus terbuka
: bumi moksa # langit terjaga
2/
lama aku tak lihat # matahari terbit dari kawat
lebah menerbangkan nama # embun meneteskan makna
kembang mekar kata # angin semilir rahasia
butiran jagungku dipatok ayam # sebelum tunas jadi gurindam
yang tersisa di depanku # hanya secangkir kopi beku
aku meneguknya dengan mesra # hangat cintamu tetap terasa
2015
Bismillah
kita menjadi kata # berjalan menuju kota
2014
Sajak Kutukan
sajak yang dibakar # pada malam ikrar
hurufnya kembali padaku # dari segala penjuru
aku lempar ke langit # dari puncak sebuah bukit
luruh ke bumi # saban musim semi
tertulis di daun # dibaca oleh embun
dan para pembakar itu # mati tiap tanggal satu
2014
Sumber gambar: imgbuddy.com
- Sajak-Sajak Sofyan RH. Zaid - 28 December 2021
- Fenomena Penyair Perempuan Indonesia - 1 August 2019
- Berbisik ke Bumi Terdengar ke Langit - 17 January 2019