Belum Tengah Malam di Campaka
Dinding ini putih melulu
sebelum hujan setelah lewati jeruji sangkar unggas rintit
di beranda
genangan air seperti sebuah rindu dan doa-doa
Barangkali rumput di halaman itu pun
ingin bermain menjaga kata dan aksara
derit roda yang mengantarkan kegembiraan
kepada pucuk-pucuk teh
setara halimun di Halimunda
Jalan itu
kususuri
kusyukuri
2019
Belum Tengah Malam di Gorkha
Juni yang kering dan angin dingin
mengirimkan napas dan bisik
bebukitan Himalaya
Kau tersaruk di ketinggian
4000 meter dari kenangan-kenangan
dan harapan yang tertunda
Ada yarsagumba dalam pikiranmu
kepalamu dihinggapi fungi
Jiwa ini sesekali memang
perlu istirah dan berkemah
membikin interupsi dari cuaca-cuaca
Garis lurus itu
menakik jiwamu
menuju yarsagumba
nan bersarang dalam hatimu
2019
Belum Tengah Malam di Tirtagangga
24 jam tamu harap lapor,
di kursi lobby diguyur bajigur
dan ucapan selamat datang
sesore ini
Seperti kedatangan albatros biru
yang riuh melulu itu
dari seratus lima puluh mil ranting doa
Stasiun penyair adalah halte kata-kata
pada bola matamu serupa ingatan
dari musim subtropika
Matamu mata salju
mata yang cerlang dan ambigu
2019
Belum Tengah Malam di Monumen Frederick Holle
Kita memasang tali hamuk
di antara dua pohon
seperti tahu bahwa pagi selalu akan kembali
Kau naiki hamuk itu
sambil membayangkan suatu danau di Switzerland
membuka tutup botol minummu yang berisi harapan
Dulu dia di sini
berkawan kebun dan kitab pustaka
menghitung sisa-sisa kenangan
pada daun teh dan aksara
2019
Belum Tengah Malam di Sukabumi
Hujan masih hujan yang sama di Sukabumi
seorang penyair dan mimpinya
ia susuri rel dan pematang sawah
juga jembatan sungai atau jalanan kota
Di kota ini Andries de Wilde juga bermimpi
menemukan nyenyak-senyap pada teh dan kopi
Seperti kota ini yang dikepung ruko
dan truk-truk malam lalu-lalang
seperti monster aligator raksasa
2019
Belum Tengah Malam di Danau Zug
Dengan sepeda kau mengayuh rasa
yang dibikin dari kata-kata
membentangkan dunia di tepi danau
membumikan bahasa ke dalam mata
Bala-bala yang kau hidangkan
menjadi bahasa lain dari pertemuan
yang tak karam dalam ingatan
Kau jepit kutub-kutub suara sunyi
para penyair dalam kertas warna-warni
2019
Belum Tengah Malam di Landraad
Sepotong hujan bergegas
memungut daun-daun di halaman landraad
mengeja silam jadi berkas-berkas
Siapa bisa tegak berdiri tanpa terguling?
menebus tirani dengan jeruji
Diam-diam kau punguti keping-keping
sisa hujan tadi
atau kepak kepik yang telanjur kau lipat
dalam sapu tangan
bersama buku yang kau letakkan
di ranting-ranting pohon waktu
2019
- Puisi-Puisi Ujianto Sadewa; Belum Tengah Malam - 23 July 2019
Ujianto Sadewa
Terima kasih telah berkenan membaca. Salam.
Anonymous
Mantap
Rohyati Sofjan
Puisi-puisi itu membuatku ingin kabut saja sebagai admin sekaligus pendiri Indonesia Saling Follow. Kadang terlalu sering menegang ponsel dan memantau grup follow loop anti-mainstream yang bekerja demi amal semata itu sangat melelahkan.
Aku ingin kembali menyusuri belantara aksara. Mendedah peristiwa menjelma puisi lagi.
Selamat telah dimuat. Selamat pula telah membuatku merindukan puisi sebagai ruang renung hakiki.
Puisinu adalah belantara sunyi yang kurindukan juga.