Puisi-Puisi Willy Ana; Hutan Terbakar

Jerome Bianchi

 

SINGAL

 

Aku diarak ke sungai

dimandikan dengan  kunyit,

kencur, kemiri dan mantra

menggosok-gosok daki

 

seorang pengantin kecik

tumbuh dari riwayat batu

bunyi-bunyi tetabuhan melengkapi

upacara diayikkahku

 

sebiji tunas kelapa

aku putari sambil menari

berkali-kali

dalam salawat dan kasidahan

 

hujan membasuh tubuh

melesepkan darah hitam

dari rahimku

jauh ke hilir muara.

 

aku tumbuh

dari tunas kelapa itu

berbunga, berbuah

dan menemukan jodohku.

 

Jakarta, 23 Januari 2019

 

*) Singal – sebuah upacara tradisi di Bengkulu.

 

 

 

SELUANG

 

 

Kita membawa kambu ke ayik nafal

Menagang di papakan, menggiring seluang

 

Kau mencari unji, aku memungut kayu bakar

Kau mengangkat ikan, aku menyalakan api

 

Kita pun membakar seluang

Membangunkan dongeng-dongeng Poyang

 

Dalam pekat rimba

Pada hikayat tua

 

Jakarta, Januari 2019

 

 

 

ODE KAMPUNG

 

 

Hutan itu telah terbakar

menjelma kampung yang riuh

 

Raden Sungging terus memanjatkan doa

Ia khusuk dalam tidurnya

  1. Abdurrahman mengumandangkan zikir

Memanggilmu yang tersesat pulang.

 

Di tepi Ciliwung para penyair

meneriakkan diksi-diksi sunyi

dan terbakar di dalamnya.

 

Aku semakin linglung

menelusuri jalan-jalan kampung.

orang-orang membuat jeruji

memagari diri sendiri.

 

Tapi puisi takkan sunyi

Tetap ada suara adzan di pucuk bambu

pun lampu-lampu di ubunmu tetap menyala.

 

Depok, 23 September 2017

 

 

HUTAN TERBAKAR

 

Aroma dupa menyeruak

di gigil senja

melengkapi pekik gagak

di ranting cemara

 

hujan hanya tempias.

 

Lupakah kau pada jejak lorong

dan hijau telaga

membeku

menjadi hikayat malam kita

 

Aku tersesat di antara huruf-huruf sajakmu

mirip lembah dengan pohon-pohon tumbang

sia-sia belaka kudoakan hujan

yang turun adalah jelaga

 

Aroma peluhmu tak lagi asin

bercampur amis ikan

 

Tapi ayat-ayat tak pernah berhenti kulafalkan

agar hujan kembali turun

membasuh tubuhmu,

tubuhku

 

Subuh yang memompa sendi-sendi tulangku

makin memerah

Selalu saja ada hutan terbakar

dan gunung memuntahkan lahar

 

Cabang dan ranting rapuh.

 

Depok, 2018

 

 

MIQNA

 

Hujan menyiram tubuhku

dengan doa-doa langit malam

mengirim kupu-kupu

mengikis debu

dalam darahku.

 

Katamu, kau adalah hijakyah

Huruf-hurufmu seperti percikan wudhu

serupa nur menembus jannah

 

Seperti arloji selalu berdetak

pada angka-angka fana

Kau terus memantik lusuhku

Hingga binar benar-benar nyata.

 

Kau seperti senja menyongsong bulan empat belas

Hingga ratapanku menjadi  pohon-pohon zikir

 

Menggiring kerikil-kerikil di jalan kecilku

menembus dinding-dinding kusam

yang dibalut lumut dan ilalang

 

Depok, 2018

 

 

TAMAN TOPI

 

— Ade Irma Suryani

 

Aku mencarimu di antara pohon-pohon tua

dan decit rem kereta

yang kudapati hanya beberapa makanan purba

yang pelan-pelan fana

 

Aku mencarimu di antara bunyi hujan malam itu:

kau berlari ketika berpasang-pasang sepatu menjadi peluru

Kau pun menjadi cahaya

bagai seribu kunang-kunang di balik arca.

 

Aku mencarimu di antara jari-jari petang

yang mengais-ngais artefak

Tapi mereka tak mengenal siapa-siapa

meski jejak rambutmu pernah tertinggal di sana

 

Aku mencarimu namun yang kutemukan

orang-orang kasmaran dan sepotong apel kering

Kulit melepuh terbakar lampu jalanan.

 

Bogor, 2017

Willy Ana
Latest posts by Willy Ana (see all)

Comments

  1. Cecep Hasannudin Reply

    Singan dan seluang mengingatkanku Bengkulu…

  2. Novita Reply

    ;’)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!