Aku
Engkau yang berjalan dalam maut,
Tunjukkanlah rohmu
Engkau yang berkibar dalam senja,
Kumandangkanlah usiamu
Engkau yang berjalan dalam kebebasan
Hadirkanlah setiamu
Engkau yang tewas dalam lepas,
Lafalkanlah mulutmu
Engkau yang terlepas dari diriku,
Siapakah aku.
(2014)
Aku Datang
Aku datang dengan baju
Engkau bilang masih
Aku datang bersama mawar
Engkau bilang perih
Aku datang saat ajal
Engkau bilang sudah dekat
Aku datang usai mati
Engkau bilang hampir
Dengan telanjang aku datang
Menemukanmu enggan membukakan
Pintu makammu
(Maret 2014)
Kebarek Lewo[1]
/1/
Seekor anjing masih berbaring
di samping tungku dengan api yang hampir padam
Sungguh tak lagi imbang
mengapa nyeri di mata kian mendekam
Dikibaskan sesekali ekornya
setelah ina[2] terjaga dari mimpi
Tersadar mengeja temali air ketubannya
yang berangsur kering menjelang pagi
“Mudah-mudahan anakku kali ini laki-laki,” bisik inak
dalam hatinya yang kalut akut
Ketika hidup mereka terbelenggu tradisi
Mematuhi norma dipikir begitu perlu agar amarah leluhur tak tersulut
Perempuan itu sederhana
Hidup secara sederhana dan mati pun
dengan lebih sederhana dibuang ataupun disepelehkan
Dikuliti rambutnya sepanjang usia jika bertahan hidup
/2/
Air yang singgah di rahim bak jentik
setelah melewati sempitnya lorong vagina akhirnya mencapai titik pada detik
Sialnya, kata ama Tokan[3] dukun bersalin,
“Janin itu perempuan”.
Tahulah ina, prahara telah di ambang pintu
Berharap pada ama yang kepala suku adalah mubazir
Perempuan tetaplah perempuan
Sampah tetaplah sampah. Betapa pun berharga kotoran itu bagi bakteri
Dikencangkannya tali pengikat now’i[4]
ama[5] kembali mendapati janin penuh murka
Bara api berdiang tidak lagi ia jumpai
Hanya seekor anjing yang setia meringkuk di sebelah kaki isterinya
/3/
Tuak dalam nawing[6] terasa basi
Terlanjur berdebu kayu pada likat[7]
Takdir diikat enggan erat
bak ikhlas yang pahit pada asi
Sepi ini nyaris lengkap
ketika nuba nara[8] makin angkara
Tak ada wewangi saji atau pun dupa berasap
padahal purnama di Ile Boleng[9] hampir sempurna
Di akhir bait syair miris
ina terlepas dari gigitan kewatek
anak gadisnya seupa gerimis
:putus-putus bak kotak
/4/
Dilarikan anak itu ke kota
pikirnya, “Di sana tak ada belenggu tradisi”
Atau pun Ama yang garang serta
menata korke[10] sepanjang petak narasi
Panasnya kota luput dari tatapan polos ina
Membayangkan keterjaminan hidup dan keramaian membungkus misteri
Ina belum cerdas membaca tanda-tanda
Apalagi demi Barek, puterinya yang lugu
Gelombang bergelora menderu
Menghalau berok[11] menuju tepian
Dan tersadarlah ina akan nasib Arakian
:betapa bergemuruh badai di dada puteranya itu
/5/
Di kota, Barek tergelincir di sudut-sudut jembatan
Digiring pergaulan bebas
Dipangkasi nasibnya oleh deretan makhluk asing bernama teknologi
Sadarlah ia, ikatan belenggu kota lebih hebat dari yang ia amati di desa
Digigit rasa rindu
Dijejali bertumpuk ilmu
Pulanglah Barek bertuju kalbu
Menemu rahim inak masih sesegar dahulu
Mata inak bertelaga saat mendegus aroma tubuh bidadari
Barek yang datang bak halimun
Sesekali nyata lestari
Sesudahnya tiada. Samar ranum
/6/
Hancurnya hati inak mengkista
bersamaan dengan datangnya warta bergegas
Barek raib di kota
walaupun sering akrab di mata headline berita
Pagi itu, direngkuhnya anjing ke dalam dekap
Laut yang tenang di dadanya mulai membuncah kuat
Dan hasrat ina berhasil lengkap
jika ama yang di ladang pulang telat
Kembali ina mengandung janin segar
yang di mata budaya lebih laknat
Terkejutlah ama jika langkahnya berat
Menatap bayi serupa anjing kian mekar
(2013)
[1] Kebarek lewo (dalam bahasa Adonara, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur) berarti gadis kampung. Gadis yang masih memegang tradisi kebudayaan yang ketat. Kehidupan mereka sepenuhnya bergantung pada keputusan dewan adat yang berlaku universal.
[2] Ina adalah panggilan untuk seorang ibu.
[3] Sebutan untuk sebuah suku yang dianggap sebagai dokter atau dukun kampung.
[4] Kain sarung yang khusus dikenakan oleh kaum lelaki bermotif gelap.
[5] Panggilan bagi untuk seorang ayah/bapak atau orang yang dituakan dalam masyarakat.
[6] Nawing merupakan sebuah wadah yang digunakan untuk menyimpan tuak. Wadah ini berbentuk lonjong dan terbuat dari potongan bambu yang tua.
[7] Likat, sebuah tungku api yang terdiri atas susunan tiga buah batu guna menopang sebuah wadah ketika memasak sesuatu.
[8] Tempat persembahan, tempat diletakkannya kurban sajian atau Mime Morok, dalam ritus adat tertentu.
[9] Gunung tertinggi di wilayah Adonara.
[10] Rumah adat dalam budaya Lamaholot, Flores Timur, NTT.
- Puisi-Puisi Hans Hayon - 4 October 2022
- Catullus, Lacan, dan Cinta yang Performatif - 28 March 2020
- Memikirkan Karl Marx dan Foucault dalam “In Time” - 18 January 2018