Allah Ta’ala menyebutkan bahwa rahmatNya meliputi segala sesuatu, (QS. Al-A’raf: 156). Hal itu menunjukkan kepada kita semua bahwa tidak ada yang lebih luas dibandingkan dengan rahmat itu. Termasuk lebih luas dibandingkan dengan murka Allah itu sendiri.
Pada ayat yang lain Allah Ta’ala menuturkan bahwa tidaklah Dia mengutus Nabi Muhammad Saw. kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam raya, (QS. Al-Anbiya’: 107). Berbeda dengan nabi-nabi sebelum beliau yang hanya diutus untuk kaum masing-masing. Tak satu pun di antara mereka yang diutus untuk umat manusia secara mondial.
Pada dua ayat di atas itu berarti terjadi konvergensi yang sublim dan konkret. Realisasi dari rahmat yang terlampau luas dan “mewadahi” segala sesuatu itu tak lain adalah nabi paling pungkasan, Rasulullah Muhammad Saw. Beliau secara ontologis lebih luas dibandingkan dengan surga dan neraka, lebih luas dibandingkan dengan dunia dan akhirat.
Beliau merupakan rahmat yang sama sekali tidak pasif, tapi sepenuhnya energik dan kebak dengan kemanfaatan dan kasih sayang. Hari-hari beliau adalah hari-hari kebersamaan dengan umat. Hari-hari beliau adalah hari-hari petunjuk yang penuh dengan ketulusan dan kesungguhan menggiring siapa saja untuk menuju ke taman keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki.
Di sini kita kemudian dapat memastikan bahwa selain merupakan nikmat paling agung bagi segenap kehidupan, beliau juga merupakan ayat Allah Ta’ala yang paling besar dibandingkan dengan seluruh bukti keagungan hadiratNya yang lain.
Secara hakiki, beliau adalah makrokosmos. Sementara segala sesuatu yang lain tak lebih hanya merupakan mikrokosmos yang terlampau kecil di hadapan beliau. Bagi beliau, hanya Allah Ta’ala sebagai satu-satunya yang agung.
Ada dua macam rahmat yang “bersumber” dari Nabi Muhammad Saw. Yaitu, rahmat khusus dan rahmat umum. Menurut Syaikh ‘Abdul Karim al-Jili dalam Kitab al-Kamalat al-Ilahiyyah fi ash-Shifah al-Muhammadiyyah, yang disebut dengan rahmat khusus adalah karunia rohani yang dianugerahkan oleh Allah Ta’ala pada hamba-hambaNya di waktu-waktu tertentu.
Sedang rahmat yang umum tak lain merupakan hakikat Nabi Muhammad Saw. yang dengannya Allah Ta’ala mewujudkan segala sesuatu dan dengannya pula Dia memberikan rahmatNya kepada segala sesuatu itu.
Dari sini dapat dipastikan bahwa seluruh yang ada di alam semesta, baik yang konkret maupun yang abstrak, sesungguhnya secara hakiki merupakan duplikasi atau fotokopi dari cahaya atau hakikat Nabi Muhammad Saw. Dan fotokopi itu ada yang suram, ada juga yang terang.
Ya Allah, mohon anugerahkan kepada kami pikiran yang terang, jiwa yang lapang, hati yang bersih, dan kehidupan yang tenang, agar kami menjadi “duplikasi” yang cemerlang bagi Sang Panutan, Nabi Muhammad Saw. Amin. Wallahu a’lamu bish-shawab.
- Mayyirah an-Nisaburi - 6 September 2024
- Syaikh ‘Ali Bin Hasan al-Kirmani - 30 August 2024
- Syaikh Musa al-Jirufti - 23 August 2024