Masjid Jami’ Bluluk
kau selalu ingat sebuah masjid di masa kecil yang
setiap azan memanggil dari puncaknya
terbuat dari genuk, tiada orang mengangguk
orangorang bersitahan di ladang, di hutan, di punuk
sapisapi, terus memamahbiak, tanpa koma
tukang ojek ngakak di prapatan, suaranya menggema
ke balik hutan, kau berlari menuju satunya masjid itu
seorang pria tua dengan wajah wudu, telah menunggu
seorang bapak yang
mengazankan hayya ‘alash sholāh…..
kepada setiap telinga hati
seorang simbah yang
menyerukan hayya ‘alal falāh…..
kepada segenap hati, lisan, perbuatan
bila ada satu dua pria lain
hadir untuk berjamaah
itu pun keduanya orang yang telah tua
tersebab, berangkat ke masjid
hanyalah bagi orangorang yang
telah tua, sudah dekat dengan keranda
begitulah seloroh orang yang
bertahan di pasar: kau masih ingat
sebuah masjid di masa kecil yang
setiap azan memanggil dari puncaknya
terbuat dari genuk, tiada orang mengangguk
orangorang bersitahan di silang jalan, entah …..
sampai kapan, kau kembali menuju masjid itu
seorang pria tua dengan wajah wudu, menunggu rindu
di saf terdepan, kau berusaha selalu menuju
ke saf itu, sembari melewati empat tiang yang
terbuat dari kayu jati, menghayati
sejati hidup dalam cinta yang sederhana, sedari
azan, salawatan, iqamat, hingga salatnya
meluas sapa kepada setiap tetangga
dalam kasihsayang, setiap orang yang
lalulalang, di sebuah desa
yang bluluknya tidak sempat menjelma
menjadi kelapa
yogyakarta, 21 agustus 2017
Batu Layar
di atas tikungan jalan ini
kucaricari apa yang
disebut batu layar
tetapi yang kujumpai
kehijauan pohonan
di sepanjang jalan
kebiruan langit dan laut
bertemu mesra berpagut
di atas undakan ke makam
ternyata hanya kopiah dan sorban
tanda ketundukan bersemayam
ketika sang kekasih pasujudan
ingin pulang kepada sempurna
menyebar kasih tanpa pilihpilih
sekalipun di mana pun jalan cinta
adalah pulang yang sahih
ingin pulang kepada sempurna
sabar yang tak berkesudahan
beristri beranak di bumi lombok
apakah pulang berarti kepergian?
sejak hujan dan petir menyambar
pulangnya adalah perginya
yang tinggal hanyalah batu layar
yang tunggal lurus ke arah ka’bah
sejak itulah di makam tanpa pusara
bersama guru kita tahlilkan rindu
kita nazarkan sebuah pertemuan
sebelum mati sampai menunai haji
lombok, 13 agustus 2017
Ikan
ketika ikan yang
kubawa itu terlepas
muncullah seorang lelaki tua yang
seluruh dirinya adalah jawaban
tetapi sebaliknya diriku malahan
kaupenuhi dengan pertanyaan
padahal terasa tanpa bertanya itulah
syarat yang hilang bertemu pasrah
tetapi di sepanjang jalan lelaki tua
dan aku di belakang mengikutinya
syarafku dimainkan berbagai syarat
sampai leherku serasa terjerat
dan di semua pandangan lelaki tua
seluruh jalannya adalah jawaban
dan di segala pandanganku
seluruh jalanku adalah pertanyaan
ketika ikan yang
kupegang itu terlepas
kembalilah ia kepada lautan
dan berhentilah aku pertanyaan
yogyakarta, 28 oktober 2017
Di Tanjung Aan
begitu turun dari mini bus terhuyung
gadisgadis kecil lontarkan pujian
menawarkan selendang dan sarung
ibuibu muda giliran kemudian
rayuan dagangan begitu jeli
tak pergipergi bila satu tak terbeli
tidak ada pengemis satu pun di sini
di tanjung aan yang landai
pantai putih digelar
lakon kau aku pun digelar
memberi warna langit yang lain
memulas kesedihan demi kesedihan
seperti tanah dan rerumputan
ladang dan bukit ditinggalkan
seperti pemiliknya juga ditinggalkan
oleh jatuhnya kekuasaan
kulihat sedari tadi kau ingin berbagi recehan
tetapi tidak satu pun bocahbocah itu
menerimanya “mari kakak kupotret
berpose menyunggi bukit
atau loncatlah
maka ombak akan menjadi selancar”
bocahbocah itu begitu piawai memainkan
kamera padahal mereka tak pernah punya
kau kembali ingin sekali berbagi recehan
sekaligus airmata yang
melarung angan dan kecemasan yang
tak berkesudahan
seperti orang lombok begitu yakin
warna putih pasir ombak dan angin yang kuat
membuat pertengkaran batin kau aku tamat
air mata larut laut kebiruan di tanjung aan
yogyakarta, 29 oktober 2017
- Sajak-Sajak Abdul Wachid B.S. - 13 September 2022
- Sajak-Sajak Abdul Wachid B.S.; Cemburu - 28 April 2020
- Sajak-Sajak Abdul Wachid B.S. - 30 April 2019