Sajak-Sajak Alexander Robert Nainggolan; Meja Kantin

theyellowsparrow.com

Situ Patenggang

kabut tipis melintas. sepintas-sepintas, gerimis menetas. bayangan air danau, mengayuh perahu ke ujung pulau. namun gerimis terus curah, aku tak sempat menuliskan namamu pada namaku di ujung batu. sebelum pulau direngkuh. hanya dingin bergeming. mungkin mesti kucari lagi getah cinta, bukan dari sekadar tatapan mata. dan danau begitu tenang, namun ingatanku mengerang. kabut menjelma jadi pagar sepanjang situ patenggang.

di situ patenggang, angin merayap penuh diam-diam. gerimis masih abadi. sepintas demi sepintas memeluk jaket, membalut kalut juga sebuah tanya. seperti mata mencari kata. di kedalaman dirimu. di danau itu.

 

2018

 

 

 

Meja Kantin

            – penyair nanang r. supriyatin

 

 

 

kita tak akan menulis puisi di meja kantin ini

hanya dua gelas kopi

dan percakapan biasa

kota telah sibuk

kebisingan mematuki gendang telinga

 

kata-kata telah berkelahi sepanjang usia

bahkan dalam setiap ucapan

seperti orang-orang di sebelah yang terus bercakap

dan tertawa bersama kekosongan

kekosongan yang dihimpun bekas hujan semalam

 

barangkali kau akan berkisah tentang hal remeh

tentang rutinitas

dan malam yang tak pernah berhenti di jarum jam

pada bilangan kedua belas

 

namun selalu ada yang tertinggal

seperti akar kata yang tak kunjung kugali lebih dalam

waktu berpendar mengubur debar

dan kopi tandas

kedua matamu semacam berkata

puisi akan terus berpinak

bahkan ketika penyair bergelut di kantornya

membuka arsip selain sunyi

 

Menteng, 2018

 

 

 

Layang-Layang

            – asykur fadhlun

 

 

 

1.

ia menaikkan layang-layang. menebar riang pada angin. tapi angin padam, ia menudingkan telunjuk mencari arah.

“lihatlah ayah, layang-layangku sekarang tinggi di langit biru,”

hanya keramaian kota yang pecah, hari semakin cerah.

 

semakin panjang benang, semakin tinggi melayang. sebagian usiaku berpindah pada tubuhnya. ia tak lagi peduli pada masam keringat, juga jerat cahaya terik di wajahnya. sebagi lelaki kecil, ia ingin bermain sepanjang hari dengan layang-layangnya. ia telah tunai mengikatkannya, menarik dan mengulur.

 

3.

usiaku tumbuh bersamanya. bahkan saat layang-layangnya putus. tak ada tangis di matanya, meski kehilangan merayap diam-diam di relung hatinya.

 

2018

 

 

Variasi Untuk Beberapa Peribahasa

 

 

 

1/

bagaikan embun di daun talas

 

sesungguhnya dirinya telah kuat. ia akan berjalan sepanjang lorong kota. menghirup cuaca. tapi jangan sebut ia peragu. meskipun langkah kakinya dipenuhi benalu. di daun talas, air akan turun sebab gelombang. dari ngarai ke lembah. memahami dirinya. sesungguhnya, ia adalah cemas mengeras. sebelum perjalanan semakin jauh. terombang-ambing.

2/

gajah di pelupuk mata

 

engkau melihat dosa, atau mungkin doa yang redup sekunjur tubuh. dan kau cungkili lagi segala salah tanpa lelah. begitu asik kau telanjangi tubuh yang lain. hingga ke akar paling dalam. apa yang kau selami, hanya sebatas riak. namun mulutmu meracau tentang muslihat jahat dari kenangan yang lama.

 

3/

berakit-rakit ke hulu

 

muasal cahaya, tak semudah membalik telapak tangan. semua akan tumbuh dengan perlahan. juga bantuan tuhan. setiap keringat terlanjur luruh. berangkat membaca nasib. mungkin dari masa kecilmu yang jauh.

 

4/

air yang tenang

 

samadimu adalah perjalanan kedua, setelah hari kelahiran. waktu seperti rebah di punggungmu. memberat. namun engkau akan mengisap jauh ke sedimen tanah. menganyam bekas impian juga pengetahuan di tubuhmu.

 

5/

sepandai tupai lompat

 

kau akan kembali jatuh. ke remah tanah. bahkan sebelum akalmu pecah. namun dari tubir dahan mana engkau akan berhutang budi? engkau merebut hari yang jauh. tergesa menjemput setiap inginmu.

 

2018

Alex R. Nainggolan
Add Me

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!