Sajak-Sajak Astrajingga Asmasubrata

 

LAKON

— buat Jemek Supardi

Panggung tinggal gema

Dari gemuruh koor penutup adegan

Terakhir. Lampu pun padam

Dan tirai menutup usai tali tercurai.

“Hidup betulan juga butuh latihan,” batinnya

Berkata, “agar terlihat meyakinkan?”

Ia selalu menahan kalimat itu

Tak bergetar dari lidahnya yang kelu.

Barangkali ia sekadar tak suka pada

Hampa yang itu-itu juga. Mengacu logam

Jatuh di lantai panggung

Saat sebilah sajam gagal menikam punggung

Di pertengahan adegan. Tentu saja, ia masih

Ingat dialog ditabrak rintihan tipis

Dari gesekan biola.

Tetapi enggan mengulangnya.

Barangkali ia kangen wajahnya yang asli

Saat termenung di ruang-rias, atau rindu

Ingin sekali mendengar suaranya sendiri

Yang cukup bertenaga bilang: Bajigur!

“Hidup betulan butuh latihan berapa lama?”

Batinnya bertanya. “Cukup tidak cukup

Latihannya seumur hidup!” Jawabnya mantap

Menyaru isyarat pejabat yang berjanji tidak korup.

(sorowajan, 2022)

 

 

YANG SAMAR DAN GEMETAR

Kuingat suara batukmu

Dari kamar

Yang tak jembar,

Mengempas dingin kabut.

Tubuhmu

Yang repas,

Tak pernah goyah

Dari sepi dan cemas.

Saat kau bangkit

Dari lengang ranjang

Terdengar derit

Yang meregang

Hening seluruh ruang,

Fajar pun datang

Perlahan-lahan, dengan surya

Yang muncul semenjana.

Lalu kau hirup

Napas waktu,

Memeramnya dalam

Tilas pejam

Yang samar,

Seperti runduk klimaks

Dan gemetar

Melepaskan gejolak

Dari sia-sia

Yang tak punya tanda,

Dari percuma

Yang mungkin saja

Sebenarnya tak ada.

(sorowajan, 2022)

 

 

KUNJUNGAN KUNANG-KUNANG

Kunang-kunang itu selalu datang

Saat aku mengingatmu. Berpendaran

Di sela-sela kata dalam sajakku

Yang menggigil. Kisah kuning-pucat

Seperti batang pohon dikelupas kulitnya

Dan saat aku mengabaikanmu, burung hantu

Berjatuhan satu persatu di bawah pohon itu

Lalu kau sepenuhnya keluar dari ingatanku

Sebagai bayangan silam yang kesumat

Melumat bibirku; lembut lidahmu menyusup

Di katup bibirku mendaras lidahku. Dan dengan

Ciuman itu, kau mendedah gelap-terang waktu

Di kedua alis mataku. Sedangkan air liurmu

Mengurapi setiap kata yang murung dalam sajakku

Aku tak akan bilang jika semua ini

Adalah kutukan. Kenangan dan ingatanku

Tentangmu serumpun harum kembang melati

Yang mengundang kunang-kunang datang

Mengendarai sajakku. Lantaran pernah ada

Sepagut ciuman kita di lengang taman kota

Suatu malam yang menurunkan hujan dengan kasar

 

 

TENUNG ULAR BERMATA MERAH

Berselubung kain hijau

Perempuan itu muncul dari arah Selatan—

Memeluk tubuhku yang terbaring sakit:

Pikiranku dipenuhi air, dan di tepiannya

Ular bermata merah menunggu sesuatu

Yang akan dihanyutkan

Hari ini aku merasa begitu ringan

Setelah kutinggalkan tubuhku dalam pelukan

Perempuan itu. Kini tak ada lagi nyeri

Yang payah kutahan. Dan semua waswas

Pada sepasang mata menyala merah

Yang mengawasiku di kejauhan juga menghilang

Aku berjalan dengan sepasang kaki

Yang kupinjam dari seorang penari di masa silam

Menyatu dengan alunan musik

Dari bawah telapak kakiku yang kini berubah

Menjadi hamparan air; pikiranku mengingat

Sebaris sajakku, tetapi segera kulupakan

Berselubung kain hijau

Perempuan itu muncul dari arah Selatan—

Menyerahkan tubuh yang kutinggalkan

Dalam pelukannya, dan aku melihat seringai

Ular bermata merah sebelum melata pelan

Ke arah tubuhku yang hanyut itu

(sorowajan, 2022)

 

 

BUAT DRAWING ARWIN HIDAYAT

Angin menaburkan harum

Kelopak kembang. Sebagian dari diriku

Yang cacat, menyanggam kepak gagak

Lenyap ke arah gelap. Langit menunda hujan

Sebuah gong ditabuh malam

Lalu kau muncul dari arah gelap

Berkelumun jubah gemilang: keanggunan

Serupa ular membelah bayangan bulan di sungai

Yang tenang. Kedua telapak tanganmu

Tergurat rajah lama yang basah oleh darah

Sebuah gong kembali ditabuh malam

Langit menumpahkan hujan. Sebagian dari diriku

Yang lain, terjebak di kehampaan tubuh

Seorang ibu menyelimuti bayi stillbirth

Dengan raung tangisan. Angin menghilang

Pada larangan agung di luar rajah lama

Kau lima larik dari hari buruk. Dan dari sanalah

Mayatku muncul, terkatung-katung di sungai

Penuh ular terkutuk. Mayat berkelumun kabut

Yang sedih: tak kunjung direngkuh kedalaman air

(sorowajan, 2022)

Astrajingga Asmasubrata
Latest posts by Astrajingga Asmasubrata (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!