Kurdi
Kepada suara-suara
yang berdengung di balik gunung
wajah-wajah kayu dan baju-baju dari tanah
membungkus tubuhmu, deru angin sungai
mengalir ke jantung ke sawah-sawah gandum
ke taman luas bunga matahari, ke ujung napas
pekikan terakhir sebelum terkapar
di tanah, memutikkanmu abadi
menjadi waktu!
Matahari
sinarnya tertambat pada secarik kain
sorban dari kapas, dari tanah nahas
di Adana ke puncak gunung Sirnak
atau ke timur, tenggara dan selatan
menjadi bendera, hamparan mitos
kebersamaan samar pada kibarnya
tanah, bahasa dan wajah-wajah polos
di halaman rumah, di sawah-sawah
selebihnya adalah benih
menunggu hujan di musim yang liar
membangunkan ranjau di lereng gunung
mengekalkan serbuk-serbuk mesiu
pasukan Rusia, Prancis dan Inggris
meringkusmu, menuliskan takdir
Amerika datang
berkacak pinggang!
Kurdi
siapa yang lebih dulu mengiris
lukamu senantiasa menganga
tunai kepada janjinya sendiri!
Sembari berbisik, mengarsir Al-Ayyubi
peta dari selatan, bumi para pejantan
“Kami harus mengibaskan pedang
karena di jalan ini banyak duri.
Kepada engkau yang meradang
ke tanah ini mari kembali.”
Tasbih yang melingkar itu
adalah lubang gua. Pintu dari tanah
jalan-jalan menuju langit
berdengung dari dalam madrasah
suara-suara zikir terus mengalir
di malam-malam ke puncak asah
Said Nursi melapangkan sorban
pada taman bunga Rumi dan Attar
juga untuk sepucuk tubuh Al-Bouti
bergeletar pada selaksa qiraah
yang lahir dan besar di tanahmu
Kurdi
apakah kini kau tenggelam kepada rupa-rupa
bukankah angin dari utara begitu mengerikan
ataukah wajahmu akan berpaling ke barat
ke tanah hijau bekas ranjau modernisme?
Dari barat kukabarkan terik intrik pesona
dari timur kucelupkan kerangka-kerangka arca
apa yang terbayang dari tubuhmu, wahai serigala
saat matahari yang kita tunggu adalah sengketa
kapan kita akan berjumpa untuk mencipta titik temu
karena yang alpa dan terlupa akan selalu meronta
Kurdi
selain kepada cinta dan luka
apa yang telah membuatmu berkobar?
Dari atas bukit Egil
pada makam Ilyas dan Zulkifli
para Sahabat menyembunyikan namanya
kepada akar pohon dan mata air
kujumpai dirimu dalam doa
yang tak hendak tunduk
selain kepada tanahmu sendiri
harus paham, aku adalah seonggok tubuh
dari negeri yang curiga kepada bendera
lebih suka membiarkan nama-nama dihapus
untuk selembar hiburan, uang kertas atau kursi
di bawah meja bekas pembantaian
Kurdi
terima kasih sudah memanggilku
belajar berteriak kepada debus angin
kepada langit kepada tanah luas
kepada lembah-lembah dan mata air
memanggil suara-suara yang hilang
di dalam serbuk mesiu. Menjadi arwah
mengutuk meja-meja perundingan
bau amis ikan dari tepi-tepi pantai
atau ke tengah undakan bukit
di mana Kizilay tenggelam
pada bibir gelas raki
dan dansa ala Turka
pengusir kecemasan
rasa awas yang kejam!
Bahasa dan tarianmu, Kurdi
sempurna mengendarai angin
di dadamu tumbuh bukit-bukit batu
mengekalkan jejak dan jarak
melahirkan Tigris, mengiris-iris
tubuh-tubuh dalam mozaik
keutuhan adalah rangkaian
pecahan demi pecahan
wajahmu menjadi cermin
di sana, sebagai bayang
bagi perlawanan!
[Turki, 2016-2017]
Opium
Dari semananjung Mediterania
ujung tanjung batu-batu karang dan kayu tua
Asia Kecil bergelinjang di antara lekuk-lekuk bukit
Yunani menyimpan hasrat menabur liur di sini
di antara bukit-bukit kecil yang menjorok ke laut
istana, perpustakaan dan panggung-panggung teater
merangkul angin dari timur, membisikkan suara samar
di antara lereng lembah dan pohon-pohon zaitun
Di seberang timur para nabi lahir di tengah kobaran api
kami melempar bunga-bunga opium ke tengah nyala
sempurnakanlah candu, engkau ganas mereguk aroma
opium yang tumbuh di tanah kami, akarnya kami simpan
membangun rel, meruntuhkan keagungan demi keagungan
Kami menghuni dunia dari daun dan kelopak bunga madat
keindahan yang mekar untuk aroma bumbu makan malam
kemenyan menuju moksa, doa kami tidak pernah padam
berpalung ke akar dan aromanya menjadi candu di sana
engkau, mungkin para pengikutmu telah terpapar pesona
aroma bunga ungu ini telah kami sepuh menjadi merah
nenek moyang kami tidak pernah ingkar kepada darah
Hingga perang itu datang
kami tuntas kembali menjadi akar
Yunani tenggelam bersama kastil di laut biru
kami tumbuh menjadi hantu-hantu
Dari semananjung Mediterania
ujung tanjung batu-batu karang dan kayu tua
nyala api itu terus saja berkobar dan membakar
candu telah menghanguskan tanah-tanah mereka
Apakah akar kita sama
opium ataukah wahyu para nabi?
[Anatolia, 2016-2017]
Jalan Karanfil
Adalah nama jalan
saksi bagi mereka
bergemuruh
menukar waktu
menyimpan maut
ke pojok taman
di bawah kayu ranggas
di tengah ibu kota
pun takdir menjemputnya
pada nama jalan yang asing
tanpa bunyi dan kata kerja
Dan ledakan itu lebih perih
dari aroma cengkeh!
Adalah jalanku
jalan menuju rumah
menatap dauh-daun emas
di musim kemarau
menemui ibuku
maha kerinduan
ibu pertiwi
Adalah jalanku
mereka telah mencatatnya
untukku, juga untukmu
cara memaknai kerinduan
lambaian dan air mata
di sebuah stasiun
[Ankara, 2016]
Catatan:
Karanfil Sokak (Jalan Cengkeh) adalah salah satu nama jalan di Kizilay, Ankara.
Di Pengasingan
—Ahmet Kaya
Kurasa
matahari sudah tak terbit di sini
di halaman rumahmu. Bulan terkapar
dan cerita-cerita tak tuntas
melempar tubuhmu jauh
terkubur tanah orang-orang
Engkau terus menyapa ibu dan ayahmu
di tengah ladang luas itu
gandum ranum dan pancar menjalar
biri-biri 2,3 tahun. tomat, cabai dan
daun anggur segar
“Bukan kebab,” ujar ibumu
Tapi lapisan daun anggur pada roti basah
dan daging hangat diseduh minyak zaitun
—rumah abadi masa kanakmu
Selamat pagi ibuku
selamat pagi ayahku
pagi kembali datang
di rumah tak ada pagi
di sana hari-hari tak hadir, bukan?*
Kurasa
engkau memang tak pernah pergi
kembali dalam bait-bait lagumu
menemani kegetiran ketakutan
ketika kematian lebih dekat
dari seorang kekasih!
Kurasa
engkau memang tak pernah mati!
[Turki, 2016]
***
Sajak di atas diilhami lagu Ahmet Kaya (1959-2000) berjudul Dardayım (Aku di Pengasingan) karya Ahmet Kaya, seniman yang melawan kebijakan pemerintah Turki terhadap suku Kurdi. Karena ditentang keras dan ditolak di negerinya sendiri, ia menjadi eksil di Prancis sejak 1999 dan meninggal di negeri Napoleon itu.
Pancar: (Inggris: Sugar beet), sejenis tanaman berakar buah yang menjadi bahan utama gula di Turki dan negara-negara seperti Rusia dan Ukraina.
* Penggalan lirik lagu Ahmet Kaya.
Cermin Jiwa
—Jalaluddin Rumi
Setelah baca!
dengarkan! bisikmu
Baca
dengarkan
baca dengarkan
langit akan terbuka
malam-malam siaga
menyingkap rahasia
Baca
dengarkan
baca dengarkan
lahir samudera diam
Di antara ramai pasar
buih-buih samudera
jerit seruling pesta
di tubuh kita
[Konya, 2016]
Note:
Baca, ayat pembuka dalam kitab Alquran;
Dengarkan, kata pembuka dalam kitab Masnawi karya Jalaluddin Rumi.
Dergah
Pada sebuah dergah
kita punya satu rumah
hati dan malam yang luas
langit terbuka embun lunas
kepada doa-doa mengalir
bibir basah berlumur zikir
Kita saling merangkul diri
kembali di kedalaman ruhani
mencecap madu-madu kesunyian
jalan-jalan cinta di taman
di ujung sana Dia menunggu
kita menari-nari dalam syahdu
Mengepakkan sayap-sayap putih
di sini rumah kami, samudera kasih
litani-litani dari seorang nabi
namanya kita sebut melampaui kali
mengalir dalam darah
menyemai ke pucuk napas istirah
Pada sebuah dergah
kita punya satu rumah
aku sebentar singgah
engkau telah jauh menujah
sampai aku tak ingin pulang
bersamamu mabuk kepayang
[Konya, Desember 2016]
Note:
Dergah, tempat zikir untuk kelompok tarikat
- Muna Mencari Surga - 4 December 2020
- Potensi Menjual Karya Sastra Kita - 18 July 2019
- Sajak-Sajak TerjemahanKarya Nazim Hikmet - 2 October 2018