For The Love of God
: steve vai
jalan menanjak ke bukit bukit di tenggara
menuju riwayat petuah yang disimpan
kediaman batu batu
buanglah ramalan cuaca
karena es di kutub utara makin gegas mencair
mengalir seperti leleh anyir darah
kelahiran geliat abad baru
di antara kepungan gagap waktu
lalu salju di puncak gunung
pun banyak yang bergumam
begitu berat menahan beban
serbuan angin simulakra dan preseden hitam
menempuh di ketinggian
hingga memanas ke tingkap awan
dan mulai luruh butiran putih
membuih seperti jutaan angsa berlarian
lalu terjun ke sungai di dalam lukisan
sementara burung elang melayang
semut merah meratap di dahan pepohonan
ikan ikan di danau dan laut berkerumun
menanti kabar dari daratan
sambil menatap matahari yang kini
terlihat kuyu dan mengantuk
dipaksa berjaga dan menyaksikan
khianat menjadi lagu yang diulang ulang
dalam ruang ruang di pedalaman diam
berkali kali pembuahan sperma pada ovum
lalu menjadi janin di teduh rahim
meski sebagian kelahiran dirahasiakan
dijauhkan dari hasrat cerita dan percakapan
dan menghuni belukar wilayah
yang terpisah dari sejarah
lantas letusan peluru
galak ledakan mortir
lari peluru kendali
simtom bom atom
getar reaktor nuklir
gelak gelombang kejut
penjelajahan alam semesta
kembali memusar dan berlomba melesat
dengan gaya sentrifugal yang banal
dan semuanya hancur menjelma renik merebu
berderet mengorbit di batin semesta
setelah reda kesibukan dan melandai ruang
tak ada lagi perburuan
hanya memanjang sembahyang
mengapung doa doa di layar malam
dan teringat senarai pembunuhan atas nama cinta
tak usai usai hari hari disucikan
lewat isak tarian dan nyanyian
serta keinginan yang ditahan
ketika makin tergerai urat urat hujan
di antara pendar lampu taman
dan kata kata yang gagal keluar
dari tempat persembunyian
ada yang tertinggal
dan luput dari tangkapan tangan sunyi
barangkali agar bumi tetap ingat
alamat keberadaannya
untuk menerima segala yang mewujud
betapa banyak fantasi akan pulang
pada pusaran sepasang sedih dan senang
sisanya mengendap dalam residu kenang
di bilik ingatan yang kerap disamarkan
setelah semua kisah memendar di udara
dan tersaksikan begitu nyala
apakah kita tetap berhasrat menjadi manusia?
Bekasi, 14 Mei 2021
Cracking the Midnight Glass
: bruford levin upper extremities
tetap ada yang mengetuk
menggedor gedor dalam gelap
pikiranmu
seperti karib yang tak kau sadari
telah menjadi musuh
menyelipkan bilah bilah khianat
ke sayap malam yang lembam
tanpa bulan
kau pun kembali mengingat dongeng
pengantar tidur di lantai tanpa kasur
hingga kau petik gigil dari riwayat
yang menjauhkanmu dari percakapan
dengan tokoh tokoh sakti
hingga teronggok kata kata keriput
di benakmu yang haus
sementara abai memenuhi kusut udara
seperti hendak berperan sebagai sosok menenangkan
rajin mengusap lapis lapis cemas
di dinding ruang yang rumpang
lalu kau pun menduga duga
apakah suara nyaring itu dengking anjing
atau jengah musim yang tak sampai sampai
mengawini ilusinya
dan menyerbuk gerah gerutu
ke hutan hutan
ke gunung gunung
ke gua gua
ke hulu senyapmu
kemudian terbit bunyi
dari sunyi yang terbentur dengkur
yang mencuat di tepi mimpi
hingga serpihan menghambur
tak usai usai seperti hendak mengatakan
betapa puing puing tetaplah runcing
menghuni di ingatan berdenging
meski ada yang makin memberat
terus saja kau seret
mainan yang kau panggil dengan nama alias
yaitu waktu
Bekasi, 3 Juli 2021
Black Utopia
: derek sherinian
hari hari adalah ribuan gelas piala yang dijatuhkan
dari lantai tujuh apartemen ke lantai dasar
ada runcing bening menyerpih
melukai cakrawala
tak ada anggur
para pendatang meminum kekosongan
di lorong lorong kota
sampai mabuk terhuyung meracau
seperti menjadi pemateri
dalam seminar filsafat modernitas
yang gagap pada definisi dan batas batas
di antara detak jam di sebuah menara
menggema koda lagu
seperti remaja bermata merah
menerjang pagi
mencari nama silsilah nama kota
yang tertimbun puing puing sengketa
dari deret ledakan panjang perang pemikiran
barangkali kekacauan kekacauan
adalah simulasi dari penguasa
yang diterbitkan ulang dengan sedikit improvisasi
karena fobia yang disebar telah menjadi jala
dan menuju pada gerombolan ikan yang kebingungan
di tandon air berwarna pekat
oleh limbah percakapan tentang masa depan
seperti kerakap di dinding
fiksi ilmiah yang mendaki dan sastra fantasi
mempertanyakan apakah masih terhasrat eugenika
dan menantikan sebuah teriakan: eureka
sementara masih bertahan narasi represi
semburat buram potret pembantaian
menggantung di langit malam
sayup sayup udara membagikan bisik kejauhan
apakah kemerdekaan memilih warna
: mengeras rezim batu jelaga
Bekasi, 28 Juni 2021
The Thing That Never Was
: office of strategic influence
adakah yang benar benar ada
atau realitas telah tercacah
tanyamu pada waktu
angan dipenuhi dengung lebah
harum nektar di lapis langit
taman taman asing berjela
sebelum musim
lari melesat mencari
ruang tak lagi punya dimensi
teramat ganjil
bentang yang muskil
cetusan bagi definisi
tersumbat katup
terlekap pengap
tak bercelah
kata kata tersimpan di mana
sebagai apa
tak juga menjelma
pada kamus multibahasa
udara melengking
bertanya pada lengang
ilusi ilusi itu
ke mana pulangnya
adakah yang benar benar ada
atau hanya sekadar sisi simulasi
bisikmu pada nyeri
: sepenuh hampa
Bekasi, 29 Juni 2021
Epiphany
: intervals
lapis lapis malam seperti selimut
bagi seorang yang menggigil demam
cahaya violet
menerobos hamburan planet
melambai terka
sulur sulur esok berjela
mengerjap warna warna
hijau jingga bersama eksplosi
terbit bisikan
menjadi uliran eksplorasi
sekelumit hening
memurnikan gulungan waktu
ribuan kunang kunang
keluar dari halaman buku sejarah
Bekasi, 16 Juli 2021
- Puisi Budhi Setyawan - 3 December 2024
- Sajak-Sajak Budhi Setyawan - 12 October 2021
- Sajak-Sajak Budhi Setyawan; Mendefinisikan Yogyakarta - 25 September 2018
Ma'ruf
keren.
Budhi Setyawan
matur nuwun mas Ma’ruf. salam progresif
Puput sekar
Keren
Budhi Setyawan
terima kasih atas apresiasinya kak Puput Sekar. Salam progresif
Madurapers
Spektakuler
Budhi Setyawan
terima kasih kawan2 Madurapers. salam progresif
Aisyiah
Tinta tinta itu begitu indah
Menyapa dalam gerakan hati dan pikiran
Tak kulepas satu huruf menelaah setiap baitnya
( keren keren keren ) mas Budhi Setyawan
Budhi Setyawan
Terima kasih mba Aisyiah. semoga berkenan dan menghibur yaa, sehingga makin semangat beraktivitas dan makin bahagia.
salam progresif.
Maymen
luarbiasa