Sajak-Sajak Deri Hudaya; Sebuah Dongeng tentang Mimpi

pinterest.com

 

 

Penciptaan Dunia

 

Membayangkan laut, yang kupikirkan

pertama kali selalu tentang maut

 

Tapi pucuk-pucuk kelapa tak urung

melambai juga, seakan menyambut

Lalu kau membuat istana pasir berkali-kali

 

Ombak berdesir. Batu karang bergeming

seperti ketakutan yang ada di dalam hati

seorang pengecut. Berkali-kali kau

menulis namaku yang selalu cepat terhapus

 

Seekor burung terbang lelah melawan angin

seperti ingin menceritakan sesuatu, seperti

ingin hinggap di pundakmu dan berbisik:

 

“Jika tsunami, tak ada yang bisa dilakukan lagi

selain memeluk erat kekasihmu untuk terakhir kali…”

 

Begitu tawamu berakhir, kulihat arakan

awan hitam di dalam matamu. Kureguk segala duka

di bibirmu. Dan gelombang besar pun

kubiarkan menghantam dada

 

Kita berpelukan dalam amuk gempa

Terombang-ambing arus besar

yang tidak terduga. Adakah maut akan segera

 

Maut adalah laut

Laut adalah maut

Kau menjadi aku

Aku menjadi kau…

 

Lalu matamu bersih kembali

Laut tenang kembali

Semua seperti baru dilahirkan kembali

 

Barangkali benar, dunia dapat diciptakan berkali-kali

Juga ketika kau tak ada lagi

 

2020

 

 

 

Sebuah Dongeng tentang Mimpi

 

Pada mulanya seorang laki-laki berjalan

bersama bayangannya sendiri

menyusuri remang jalan raya dan lengang malam

Pintu-pintu rumah sebisu jam 12 diketuknya

dan disambut umpatan serta caci maki

 

Tidak ada kau, batinnya, tidak adakah

aku di dalam hidup ini? Ia tersenyum

 

Ia berjalan sempoyongan

memasuki gang-gang kecil yang bersilangan

seperti ingatan. Ia bicara dengan beberapa pemabuk

dan semakin tersesat. Ia bicara lagi

dengan dua-tiga perempuan mesum

dan semakin jauh tersesat

 

Ia tersenyum entah mengapa

Atau sedih atau bahagia

dirahasiakan malam, gang

dan orang-orang tanpa nama terakhir

yang sempat bertemu dengannya

 

Nun di sebuah rumah sebelum pagi dan runtuh

seorang perempuan menunggunya

Sudah biasa menunggunya sampai jatuh tidur

di kursi butut sambil mengulum senyum

 

Sejak itu, orang-orang besar di kota kecilku

gemar sekali bicara tentang keutamaan mimpi

 

2019

 

 

 

Rantau

 

Seperti tak ada jalan pulang

Hidup seperti akan selamanya

 

2019

 

 

 

Wajah yang Lain

 

Terlalu lama aku tak melihat wajahmu…

 

Di sini, di rumah-rumah petani, kemiskinan diterima

Sebagai dalih untuk saling berkhianat dengan santai

Di jalan-jalan raya, di hari-hari besar, di setiap melankoli

Yang dirayakan, nama-namamu dijajakan pedagang asongan

 

Aku memang tak mencarimu

Di antara perempuan berwajah cantik

Yang matanya terlalu banyak menimbun kesedihan

Di antara teman-temanku yang mengaku bahagia

Padahal diam-diam kulihat kilau belati

Di balik senyuman mereka

 

Aku hidup hari ini, sementara kehadiranmu

Seakan lebih meyakinkan di hari-hari kemarin atau besok

Aku berjalan mengikuti ibu jari, sementara kau

Seperti bayang-bayang sekaligus terik matahari

Kenyataan sekaligus ilusi

 

2019

Deri Hudaya
Latest posts by Deri Hudaya (see all)

Comments

  1. Matdon Reply

    Alus der. Bahagia rasana

  2. Anonymous Reply

    Nuhuuuuun, Maaaang. Nuhuuun.

  3. Oda Reply

    Keliru ketik label ya ini?

    • Admin Reply

      iya hehe

    • sukanda. Reply

      sae ayi deuh tiasaan nya.ngadamel deui nu sae

  4. Anonymous Reply

    gud job urang garut. hebaatttt

  5. Anonymous Reply

    Baguss….

    • Erestu Fadya Reply

      suka puisi yg penciptaan dunia

  6. Frisca Reply

    Kalimat yg cantik

Leave a Reply to Admin Cancel Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!