DI SUDUT PUISIMU
di sudut puisimu, Raka
ada toko kelontong tua
menjual barang kedaluwarsa
bertahun-tahun terpajang
serupa benda di tempat lengang
tetapi pemiliknya
setia membuka
di meja kasir dia duduk
tak pernah menunduk
memandang ke arah jalan
selalu penuh harapan
suatu saat pasti ada
datang berbelanja
di depannya
tak ada botol minuman
tak ada tempat makanan
yang ada cimpoa
lusuh dan tua
tak pernah disentuh tangan
perkenalkan aku padanya
akan kukatakan, saudara
kesetiaan pada yang sia-sia
kesetiaan tak ada bandingnya
sesudah berjabat tangan
sejumlah uang kusodorkan
sebagai tanda
aku pembeli pertama
/2019/
DOA SEPANJANG KEMARAU
Maha Air, di mana pun berada
hendaknya segera di jiwaku ada
kualirkan ke timur jadi sungai putih
memantulkan sinar jernih
kualirkan ke barat jadi sungai kuning
memantulkan sinar bening
kualirkan ke utara jadi sungai hitam
memantulkan terang tanpa setitik kelam
kualirkan ke selatan jadi sungai merah
memantulkan sinar cerah
usai merapal mantra
kualirkan ke segenap sawah ladang
benih apa pun
tanaman apa pun
ketika disentuh menjulang seketika
sarat buah matang
pemiliknya melihat serta merta berdendang
kekallah mengalir di sini air karunia
lalu kualirkan ke muara
tiba di laut menjelma suara
kami air hidup
mengalir dari jiwa pemberi hidup
kekal berdegup
Maha Air, di mana pun berada
hendaknya segera di jiwaku ada
Kau tak akan tiada
/2019/
DARI SAKIT MENUJU SEMBUH
dari sakit menuju sembuh
sangat panjang jarak kutempuh
tak ada jalan lurus
tak ada jalan mulus
berliku
berdebu
di kiri kanan
tak ada pohon hijau
dihinggapi burung berkicau
di kiri kanan
jurang menganga
dalam tak terkira
kabut mengambang di atasnya
menampakkan pemandangan mengerikan
sepanjang jalan
saat hujan
pada air di udara
kuburan bergelantungan
dengan nisan
berisi pahatan nama
tak terbaca
kilat di angkasa
menukilkan peta
menuju tempat gulita
entah di mana
pagi dan siang
saat terang
terdengar suara orang mengerang
senja, malam, saat menakutkan
terdengar teriak kesakitan
terdengar jeritan mengaduh
riuh, gaduh
walau sesaat, dini hari
tampak bergelimpangan
tubuh berlumuran darah, mati
dari sakit menuju sembuh
sangat panjang jarak kutempuh
o, berbulan-bulan
o, menjalar perih di badan
yang kutuju ada
di pedalaman diri
jauh, terpencil, tersembunyi
akankah tiba?
/2019/
LEMBAH SUDAMALA
/1/
aku kemari
melewati hutan suci
di sela ranting patah
terserak di tanah
tak terlihat jejak
tanda tak ada menapak
bau harum menyebar
dari cabang
dari batang
pepohonan menjulang
juga dari sembulan akar
panjang menjalar
bau lumut dan cendawan
serupa aroma pedupaan
saat pendeta
memuja para dewa
memohon kesentosaan dunia
yang kulintasi
sejuk dan berkilau
yang kulintasi
memancarkan sinar hijau
/2/
bersila. pada pawana
kulukis mega
berbentuk candi purba
di bawahnya
pondok beratap rumbia
berdinding daun kelapa
penuh nukilan aksara
dikitar rumput
tanpa henti berdenyut
seseorang menghuni
bersemadi
seseorang itu, Rsi tua
di masa purbakala
memberkati leluhurku
di sini. di atas batu
berbentuk sekar padma
sembilan warna
/2019/
SESAT DI JALAN BAHASA
mencari jalan kata
aku sesat di jalan bahasa
di kiri kanan menjulang rumah huruf
pintu-jendela terbuka tertutup
berbentuk tanda baca
ada berbentuk koma
ada berbentuk titik dan titik koma
ada berbentuk tanda tanya
berbentuk tanda seru beberapa
marka terpancang pada tiang
berbentuk lambang
tak bisa kupahami
tak bisa kumengerti
walau memperdengar terjemahan
terkadang keras terkadang pelan
bergelantungan terlihat
rangkaian kalimat
tiap akan kubaca melesat
yang hilir mudik
sosok berbentuk titik-titik
tak ada yang berkata
tak ada saling menyapa
tak ada debu
tak ada kendaraan melaju
tak tahu mana timur mana barat
mana utara mana selatan
langit jauh sekaligus dekat
tak berwarna, tanpa awan
ada tulisan mengitar
matahari, melingkar
bergetar
berdenyar
ingat rumah kelahiran di kota sastra
aku berbalik. terpana
jalan yang kususuri semula
tak ada, tak ada
/2019/
BELAJAR MENARI
berdiri dalam kalangan
lampu yang menyala
jadikan
bulan sempurna
rumput yang membentang
jadikan hamparan
tempatmu berpijak, teduh dan terang
panggil penari utama semesta
minta di depanmu berdiri
minta menyatukan diri
sesudah diri kau buka
minta bergerak tangannya
seraya menggerakkan tanganmu
minta melangkah kakinya
seraya melangkahkan kakimu
minta melirik matanya
seraya melirikkan matamu
minta bergetar bahunya
seraya menggetarkan bahumu
sebab dua raga
membawakan tarian
sebab dua jiwa
membawakan tarian
tak akan kau lelah
napasmu tak terengah-engah
bila ada suara mendesah
semua salah, semua salah
bantah dengan ucapan di hati
apa pun benar pada tarian ini
bila ada bisikan kau dengar
tak ada, tak ada yang benar
bantah dengan kata-kata di hati
apa pun sempurna pada tarian ini
suara itu
bisikan itu
milik sang pengganggu
hanya aku yang tahu
berdiri dalam kalangan
pejamkan mata
bila dari dalam dirimu ada
wujud keluar terasa
lambaikan tangan
ucapkan pelan
selamat jalan, selamat jalan
/2019/
- Sajak-Sajak IDK Raka Kusuma; Di Sudut Puisimu - 8 October 2019
Anonymous
Trims
Novita
gudgud
zieah
love tulisan ini
Anang
Jos pembaca setia puisi basabasi