Membuka Waran Baru
: Mandalika
1.
Riwayatmu,
tertahan dalam waran
orang-orang: kali ini,
izinkanlah aku membukanya,
membaca lain kemungkinan, di antara
garis-garis suratan, dan pertanyaan
yang berkelana
dalam kepala.
Di tangan mereka,
terlalu lama: amatan langit
telah ditepikan; dan nyanyian bulan
disenyapkan.
2.
Wangsit yang tiba, pun mencipta jeda:
para peminang meruwat sedekap;
dan dalam selongsong,
bilah-bilah keris
tetap terlelap.
Kau memang benar-benar pergi,
ke Selatan, searah pintu
rumah-rumah nelayan—tatkala gelombang
jelang berkembang, dan sayap camar
belum bergetar.
3.
Tetapi dirimu,
bukanlah cacing-cacing itu.
Tubuhmu hanyut,
hilang di antara: desah angin
dan debar langit; isak lautan mengikis karang;
serta nyala nyale
serupa selendang
tujuh warna.
4.
Engkau merenangkan diri—
sebab bagimu, tubuh kesepian
adalah rahim bagi pendosa.
Engkau pun lenyap,
menolak ditemukan: antara terdampar
di betis-betis bakau; tertahan di liang karang;
dan bertapa di lambung paus
setamsil nasib Yunus—
selamanya,
selamanya.
Praya-Yogya, 2021-2022
Sambutan dan Kematian
: Prins Hendrik, Koningin Emma, dan Tromp
1.
Dari arah Barat,
mereka pun menahan angin
dari tegar layar
kapal-kapal kita.
Sementara getar-gelombang
dan bayang-bayang maut
terus mengambang pada permukaan,
mesiu-mesiu kita, akhirnya
bertemu perhentian
tepat pada palung
harapan Anak Agung.
Tidak ada
senjata yang tiba,
padahal larik-larik perjanjian—
tentang kongsi perang—
masih seusia tinta
di atas kusut
kertas kuning.
2.
Seribu serdadu
di tubuh Prins Hendrik,
Koningin Emma,
dan Tromp yang berenang,
seperti menyulap angin jadi panas
tarik-lepas
napas cuaca.
3.
Malam selalu
seperti selembar
tirai gelap yang ditebar;
dan mimpi-mimpi kita
(mereka yang di luar cerita,
engkau, juga para
serdadu itu)
ialah suratan sembarang
yang ditabur dan ditebar
di atas peta
kematian.
Dan pagi pun
membentangkan langit—
juga cahaya—sewarna sisa
darah di sangkur senapan.
Praya-Yogya, 2021-2022
Orang-orang dari Seberang Pulau
: Lombok, XVII
1.
Tak ada
rempah-rempah di sini, tetapi dari
sebelah barat sana:
orang-orang berdatangan
terus menautkan kapal;
mendirikan permukiman;
dan mendentangkan gamang
pada palung
jantung kami.
2.
Engkau mengetuk
di pintu angin
pada abad-abad
dan larik ramalan babad
mulai menurunkan
ketidakberpihakan
pada nasib kami:
ada yang sedang
dipeluk api
di bawah lengkung langit
arah Gowa
yang jauh.
Kami pun jadi gagap
ketika kapal-kapal
pengangkut ikan dan jabat tangan—
ke arah selatan—
mulai kehilangan nakhoda
dan para pembaca peta
yang lihai menipu gelombang.
3.
Kemurungan
telah telak
menundukkan kami:
langit lamat-lamat dilupakan,
dan rasi bintang
tak lagi bersua
dengan para
pembacanya.
Kekalahan pun
seperti segenap petaka
yang tiba tanpa gelagat
apa-apa.
Kami tahu:
tak ada rempah di sini,
hanya tanah dan upeti,
juga rentetan kekalutan,
bertebaran dalam garis
susur-galur kami.
Orang-orang
terus berdatangan,
mendirikan cemas dan permukiman
di atas simpang-siur suratan
dan panjang
garis kekalahan.
Praya-Yogya, 2021-2022
- Sajak-Sajak Ilham Rabbani - 29 November 2022
- Yogya, Sastra, Komunitas Maya - 16 November 2022
- Sajak-Sajak Ilham Rabbani - 4 January 2022