
Ong dan Maut
Ia gambar maut dari sisa napas
Suaranya muncul tapi terdengar jauh
Matanya melihat ke lubuk dalam
bagi segala batas yang berakhir
“Aku akan berakhir … tapi benarkah?”
Demam hinggap, tangannya mendekap
beban segala hal yang pernah terjadi:
seperti sejarah ia pernah mencintai
perempuan berwajah dewi, yang membuat
hidupnya jadi layak, dan terus membijak
Juga kisah gaji yang mungkin hanya cukup
untuk diri sendiri
Terlihat, kakinya berpudar warna
Sedikit gugup sedikit hampa
Kadang dingin kadang nyengat
Lehernya, menjelaskan fungsi iba
dan arah derita
Membentuk sendiri bunyi udara
dengan aliran yang sesak
“Sudah sebentar lagi. Sebentar lagi ….”
Untuk kesekian, ditatapnya kembali
tanda-tanda dunia yang pernah melanda
di wajahnya:
aroma pintu, potret ibu, sebuah sajadah
di samping tasbih yang menggantung
dan tak sempat dicuci
Juga tas kerja yang menjanjikan
hari tua, dengan sunahnya yang setia
Perlahan, seperti daun jatuh dari dahan
ia terpejam pelan-pelan
Bangkalan, 2021
Bram dan Maut
(Ketika ia tak bisa lebih lama lagi
besanding dengan segala kenang)
Yang melekat di paru-paruku
ingin segera kusisihkan
Walau ia terbuat dari goda dan keinginan
yang dapat memanjangkan hitungan usia,
walau sama sekali aku tak paham apa-apa
apa makna umur yang menekat pada tubuh,
dan membukakan mata melihat
kenyataan dunia
Yang melekat di paru-paruku
ingin segera kusisihkan
Agar bisa kutangkap tafsir-tafsir hidup
yang hilang dari napasku berembus
kencang
Yang melekat di paru-paruku
ingin segera kusisihkan
Karena jika suatu saat diri terpapar,
maka kunyatakan bahwa di kala itulah
kudapatkan warna ampunan
Dengan begitu, dengan sepenuhnya
dapat kurindukan kehidupan
Bangkalan, 2021
Mesdi dan Maut
Hal yang rendah hati darimu—
bagaimana engkau menyambut maut
dengan tersenyum
Tak melukai, dan tersusun rapi
seperti puisi
Bangkalan, 2021
Bagus dan Maut
Pada suatu waktu
kita saling mengingatkan
ketika kita rindu
pada seseorang yang tiada,
pilihannya hanya satu
Yaitu takkan pernah bisa
bertemu lagi
Bangkalan, 2021
Soni dan Maut
Aku ingin beriman
dengan maksud tak bersandiwara
Dalam lakon apa pun
Tapi kehendakku terlalu kecil
untuk bisa bertahan di dalam naskah
Yang Maha Besar
Ajal adalah hadiah terakhir
yang cuma bisa diterima oleh peran
dengan menjadi diam
Meski pada suatu adegan khusus
dengan cara tak berkutik,
kita mampu melihat malaikat
tengah membawa tali ikat
untuk menarik sesuatu dari tubuh
Seperti slide show
Seperti slow motion
Menarik, lalu mencarik
Dan membuat tubuh rubuh
Menjadikan ruh terpisah dari peluh
Lalu utuh ke bawah runtuh
Ke dalam pertunjukan paling gelap
dan tak riuh
Bangkalan, 2021
Roci dan Maut
(Tapi sayang, kita tak pernah
bertemu lagi)
Untuk laki-laki itu
Saya sering menyebutnya
sebagai cinta yang seimbang
bahasa yang jujur
juga rahasia yang tak mendustai
apa-apa
Jika sempat bertemu
Saya selalu sampaikan
bahwa ia adalah sebuah film
yang alurnya mengagumkan
dan bahagia
Jika bertemu lagi,
saya pasti sampaikan
untuk kesekian kali, bahwa
yang terindah dari hidupnya
adalah caranya mengagumi bahagia
Bangkalan, 2021
- Puisi-Puisi M. Helmy Prasetya - 5 April 2022
- Sajak-Sajak M. Helmy Prasetya - 14 September 2021
- Sajak-Sajak M. Helmy Prasetya - 18 September 2018
soim anwar
Salam settong dara.. tretan madura
Rizky akmalsyah
Two thumbs up! Luar biasa puisinya…
Kawe
Mantabs puisinya kental…
Syahrul Hanafi
Itu mautt puisinya kawan…
Jayamaneez
Aggoh……
Ba ha ya
Aggoh…..
Diingatkan lagi
Aggoh…..
Segalanya milikNya
Aggoh…..
Semuanya,
-maut
Moh Ridlwan
Mantap
Buyung
Membekukan waktu dalam kasih Tuhan, indah pasti.
M Helmy Prasetya
Terima kasih pak
M Helmy Prasetya
Terima kasih semuanya
Dirga
Alapiu, mas.
M. Helmy Prasetya
Depade Mas Dirga yang cakep