SEBENARNYA AKU MERINDUKANMU
Di kotamu wajah bulan
Menggoda langit hati
Gedung-gedung baru
Meruntuhkan kampung dan desa
Juga kata-kata
Pernah mengalir lewat surat kita
Di sini yang tak berubah
Hanya nama-nama
Dan kenangan kccil
Makan siang di rumahmu
Rasa asinan dan masakan ikan gabus
Kuahnya membasahi rindu
Peristiwa-peristiwa datang
menggempa
retak hasrat karena waktu
sungguh menenggelamkan
luka
membisu.
2019
MENUJU JALAN RAJAWALI
Hampir semua jalan, searah
melingkar-lingkar bagai waktu
Kota bertambah tua, banjir konvoi
pengemar bola meledakkan knalpot
Menonton ini teringat waktu muda
Suka berjoget di atas jok membara
”Sia-sia?”
”Tidak.”
Jalan Rajawali ketemu, Rumah Sakit
dan Pasar Swalayan telah buka
Sambil mengunyah cakue mini
menunggu jemputan tiba.
2019
SEPANJANG JALAN PULANG
Dua jam
antre menuju persimpangan
yang pulang ke barat ketemu
yang pulang ke timur
Anak-anak bertengkar
di dalam mobil
menimbun amarah
dan lapar
Warung-warung menyerah
kehabisan nasi
dan lauk perangsangnya
Malam menaklukkan percakapan
juga tikungan dan gelombang jalan
seperti tidak ada ujungnya
Di antara Ciamis dan Banjar
ada warung Pelipur Lapar
pepes bandeng, ayam goreng
dan oseng-oseng genjer
”Lumayan, sebelum masuk hutan
Penuhi dulu perut sampeyan,” bisik sopir
Aku mengangguk ke arah teh panas
ini perjalanan memang tanpa jeruk hangat
Seperti pasukan menuju medan tempur
Semua jiwa menjadi segar kembali
Diiringi lagu-Sepanjang Jalan Kenangan
Tapi tanpa hujan rintik dan payung bersama.
2019
TERSERET BUBUR KACANG HIJAU
Di utara Alun-alun utara
Di utara pagar pendek
Di utara pohon beringin tua
Ada anak muda menjual bubur
Kacang hijau terasa kacang hijau
Ketan hitam terasa ketan hitam
Santan kelapa terasa santan kelapa
Gula dan panili terasa peyedap hidup
Bubur panas dalam mangkok kembar
Kuaduk-aduk, berubah menjadi cepat
Menjadi pusaran peristiwa amat kuat
Menyeretku tidak berkesudahan
Aku tidak sempat mencicipi lezatnya
Panik karena sendok mirip kapal
Yang tenggelam banjir di awal tahun
Kulihat rumput alun-alun berubah cokelat
”Mas, mas, sadar mas,” teriak penjual bubur
memegang tanganku yang gemetar
menghentikan mangkok yang bergoyang
”Kalau lapar sekali, habiskan isinya.”
Ternyata yang lapar bukan perutku
tetapi jiwaku, hatiku pun dahaga
semangkuk bubur kacang hijau
tidak cukup menghiburku.
Ini sungguh pagi yang menyiksa
seperti berita-berita tanpa irama
senyum kenalan, bahkan gadis muda
tidak bisa meredakan keteganganku.
2020
- Orang-Orang Gembira - 9 September 2022
- Jamu Ambung - 11 March 2022
- Sajak-Sajak Mustofa W Hasyim - 26 October 2021
Anonymous
Keren
Anonymous
Banyak salah ketik? Jadi kurang nyaman bacanya.
Anonymous
Puisinya bagus, namun sayangnya ada kesalahan ketik di sana-sini yg mengganggu kepuitisan. Apa gak dicek sama redaksi ya?
Anonymous
kalau penulisnya udah punya nama, editor seringkali abai. tapi kalau penulisnya masih bau kencur atau sedang belajar, naskah langsung dibuang jika ada salah ketik.
Anonymous
Waahh iya juga ya, hmm gtu ya baru tau.
Kesatria Pena
bagus puisi nya.