Paris Malam Hari
Ini kali ketiga
aku di kota Paris.
Alir Seine
terang oleh cahaya lampu
pinggir jalan. Ada juga
kapal air, yang hilir-mudik
entah ke mana. “Itu
kapal pesiar, dan ini kapal
barang!” katamu.
Lalu mana kapal hatimu
yang siap berlabuh
di dermaga hatiku? Aku bilang,
dan kau tertawa ngakak
lalu mengucap baris-baris puisi
Baudelaire, atau Rimbaud
sebelum angin dingin
menggigilkan tulang
dan daging. Sebelum maut
memisah kau dan aku
di kota ini
2016
Graben Sore Hari
Seekor gagak bertengger di pucuk salib
gereja tua, seperti sang ajal
yang menatap nyalang ke segala arah.
Langit mendung sepanjang pandang
sore itu. Lalu gerimis turun.
Ribuan turis tak peduli
dengan semua itu, jalan ke sana
ke mari, entah apa yang dicari.
“Inilah Graben, yang sibuk
oleh para pelancong,” katamu.
Sebagian ada yang keluar masuk
tempat ibadah,
yang di dalamnya dihiasi
dengan nyala lilin, bau dupa,
dan lukisan Yesus memanggul salib,
menanggung dosa umat manusia.
Ada juga lukisan Bunda Maria
dengan malaikat bersayap dua.
Lainnya ada peziarah yang duduk
di atas bangku kayu,
memanjatkan doa ke langit yang jauh,
seakan diawasi malaikat maut
yang siap mencabut nyawanya.
Dan aku, seperti juga dirimu
asyik duduk di lantai jalanan
yang dingin, medengar seseorang
memainkan musik klasik dengan piano
yang dibuat pada awal Abad 20
“Ia datang dari Asia Timur
mengais euro di kota ini. Ia bukan
orang pertama,” katamu. Di atas kepala
koak gagak melintas lagi, entah terbang
dari mana. Lalu gema lonceng
begitu nyaring aku dengar, menyatu
dengan gerimis, jadi puisi
yang lain di kota ini.
2016
Amsterdam
Di tepi kanal aku berdiri
dipukau camar laut
yang melayang rendah
dan hinggap di atas kapal
yang siap melaju entah ke mana.
Hujan jatuh sepanjang hari
hujan yang lembut. Udara dingin
menyergap adaku yang menggigil
di balik mantel. Di sebuah kafe
yang tidak jauh dari halte bus kota
aku teguk secangkir kopi. “Anda
datang dari Indonesia?” tanya
seorang bule dengan bahasa
yang nyaris sempurna diucapnya.
“Ya,” aku bilang. Dan kini
aku tak sendiri di sini
2016
Alor Malam Hari
Lampu menyala di atas kepala,
wangi masakan menyebar ke udara;
di sini sungguh merdeka. Tuan
dan puan bisa pilih udang atau kepala babi;
untuk di masak sesuai selera. Ah ya,
duren berbagai ukuran dijual juga. Oh ya,
bila tuan dan puan bertemu dengan perempuan
yang paha dan buah dadanya serba terbuka
jangan kaget. Inilah setengah sorga dunia.
Setengah, sebab yang setengah lagi ada di jalan
sebelah. Di Jalan Bukit Bintang yang selalu ramai
oleh dentuman musik dan penyanyi jalanan.
Bila pagi tiba semuanya tampak lengang dan sepi;
hanya koak gagak yang nyaring terdengar. Ya!
2016
- Sajak-Sajak Soni Farid Maulana; Lagu Musim Dingin - 17 April 2018
- Sajak-Sajak Soni Farid Maulana; Paris Malam Hari - 7 March 2017