Doa
kukuhkan aku
dari jalanmu
hitamkan pandanganku
dari melihat segala
yang petaka
di ini petang
betapa rapuh
jika tanpa cinta
begitu lapar
kalau tiada getar
dan haus ini
segerakan hapus
meski di belakangmu
aku tak ingin khianat:
“kalau tak ada yang tahu,
lalu di mana Tuhan?”[1]
Lipat Lembaran Koran
telah saya lipat lembaranlembaran koran
berisi cerita orangorang meninggalkan
kota atau dari perantauan menuju kampung
ibu. tubuh berpeluh dan debu. menembus
jalan yang padat, menjejakkan ombak
ataupun melawan udara. di tanah
harapan
yang hanya kenangan. pilu telah dikumpulkan
berbulanbukan.
kini mesti dimuntahkan:
“kemenangan atau kekalahan?”
taklah penting
saatnya rindu ibu
kenangan susu
lubang bagi nama
masa kecil
Pakaian
kukenakan pakaian orangorang
sebelum aku. menjadi muslim
ke keramaian: bulan yang ramai
surau masjid mengaji
tak pernah sepi dari
menyebut namanama
lalu apakah aku muslim
sudah jadi saleh? di kepalaku
tumbuh peci, jemariku mengulang
ulang biji tasbih. rambut berselimut
aurat tak lagi terbaca
sepanjang bulan yang selalu
bercahaya
dari malam hingga fajar. dari pagi
sampai petang dikaruniai
apakah aku yang terpilih
berjalan dalam barisan
orangorang pilihan?
aku mengenakan pakaian ini
di keramaian, namun tak sampai
ke hatiku
aku tak henti mengeja
setiap mengaji
mengumpulkan kalimat
para aulia,
ya Allah
Angin
angin menepati janjinya
bulan tersenyum di sana
aku pun melangkah
tak lelahlelah. di gurun
yang diharamkan air dan makanan
sepanjang siang berdebu
kecuali malam, kecuali percintaan
hingga jelang fajar. ketika malaikat
turun: meluruhkan sayapsayapnya?
angin membelai, bulan menepati
janjinya untuk datang
membawa riang. aku terpukau
karena semerbak wangimu
lelaki pilihan. bagiku bersumpah
kau adalah pesuruh
dan mesti kucari tiap langkahmu
bahkan sampai raudhah
serta rumah istirah
Sebuah Jalan
sebuah jalan menuju rumahku
tiap saat terbuka. tanpa hutan
dan kembang berduri. aku pun
bisa kapan saja melintasi
untuk melabuhkan rindu
tak ada panggilan sebab
cintaku akan mengantar
ke sebuah jalan yang sejak
anakanak ayah telah
mengenalkan aku ke sini
agar aku tak abai mengaji
dan mengerti arti sujud
maka sebuah jalan
menuju rumahku
kini sudah di dalam diriku
aku pun pulang dan pergi
tak akan tersasar
ke lain tuju:
Kau
Akhir
jika matahari terbit
dan aku masih terjaga
setia padamu
kuminta ini bukan akhir
meski setiap mula
kausiapkan lembar penutup
karena aku selalu
merindukanmu
dan ingin bersama
seperti di bulan
yang kaunisbahkan
sebagai penghulu
dari yang lain
jika matahari terbit
dan kembali ke asal
biarkan kedua mataku
berkubang air
sebab hanya itu
kusesali lalaiku
ketika matahari hilang
dan aku masih berdiri
dalam sendu
biarkan aku di situ
untuk mengeja lagi
takbir tahmid tahlil
yang belum habishabis
akan kuingat seluruh
perjalananku: sujud
dan mengaji. silaturahmi
kosong dan pecah
di aliran berdebu
dan di tanah kosong
aku mengabarkan
harapan
taman mahligai
— bibibirku
perutku
hanya milikmu —
aku sudah sampai padamu
Setelah Salam
setelah salam
matahari tenggelam
malam syawal
namamu diagungkan
rampung saumku
lengkap salat malamku
ayatayatmu kutadaruskan
“terimalah…”
puasaku, ibadahku
hanya padamu
pakaian ini
cuma duniawi
tubuhku milik ilahi
terimalah terima
jadikan aku kekasih
[1] pertanyaan/pernyataan seorang bocah penggembala
- Sajak-Sajak Isbedy Stiawan ZS - 12 July 2022
- Puisi-Puisi Isbedy Stiawan ZS - 8 March 2022
- Puisi-Puisi Isbedy Stiawan ZS; Kisah Beberapa Bagian dari Pelayaran - 22 June 2021