Demi Allah, sejak di Sepang, tanggal 25 Oktober 2015, saya bulat memutuskan untuk diam saja. Biarinlah pertikaian Valentino Rossi dan Marc Marquez jadi bagian dari “misteri besar” konspirasi kelas dunia. Tetapi, apa daya, setelah melihat Codacons mengajukan gugatan kepada Federation International Motorcycle (FIM) untuk menginvestigasi dugaan konspirasi Marquez dan Jorge Lorenzo, dan bahkan mendepak keduanya dari MotoGP, saya memutuskan untuk bercerita pada Anda. Sebuah cerita yang akan membuat Anda shock bahwa di balik insiden crash di Sepang itu, ada desain besar konspirasi geopolitik dunia, yang dimotori Spanyol dan Yahudi.
Iya, Yahudi; para Wahyudi itu! Anda shock, kan!
Begini ceritanya.
Meski hanya sependek dua tahun (2004-2006), Sete Gibernau merupakan “musuh pertama” Valentino Rossi di sirkuit MotoGP yang berkebangsaan Spanyol, yang kini dilanjutkan oleh Lorenzo dan Marquez. Saya bertanya dalam hati sembari menatap langit Sepang yang kusam dikangkangi asap kiriman bangsa tercinta dari sebuah sudut tribune Sepang, Malaysia: “Mengapa Rossi menjadi common enemy para rider Spanyol?”
Gundah ini lantas menemukan dalihnya tatkala Perdana Menteri Spanyol, Mariano Rajoy, dengan ringan lidah menyinyiri insiden VR46 Vs MM93 itu. Tentu, ini bukan nyinyiran biasa ala lambe bodol Lorenzo yang sok suci menangis di sirkuit Ricardo Tormo, Valencia, sebab keluar dari sosok politikus berkaliber elite itu. Ini nyinyiran politik dan kesumat sejarah yang amat panjang.
Mari kita lihat polanya dulu.
Kitab sejarah MotoGP mencatat bahwa rivalitas Rossi dan Gibernau mencapai puncaknya di tahun 2005 saat keduanya bersenggolan di tikungan akhir Jerez yang membuat Gibernau terdesak ke gravel. Jika sejarah ini ditarik ke insiden Sepang tempo hari, yang berselisih 10 tahun, ternyata polanya sama persis! Marquez mencium aspal setelah didesak “bersenggolan” dengan Rossi.
Lalu ingat pula saat Gibernau bersama Gresini Honda mengajukan protes ke race director dengan tudingan yang tidak main-main: Rossi didakwa curang karena membersihkan grid start jelang race di Qatar guna mendapatkan traksi maksimal. Peduli setanlah sama dalil “Kebersihan bagian dari iman” yang diamalkan kru Rossi, toh poin tudingan itu hanya untuk menyerang Rossi yang notabene cinta kebersihan. Sanksi pun dijatuhkan: Rossi harus start dari posisi buncit. Pola ini sama persis dengan nasib Rossi pascainsiden Sepang yang membuatnya harus start dari posisi buncit di Valencia, 8 November 21015.
Inilah keserupaan pola konflik Rossi versus Gibernau dan Rossi versus Marquez. Sungguh desain konspirasi yang dahsyat!
Rossi pun tak tahan. Usai seri Phillip Island, Australia, 18 Oktober 2015, Rossi mengklaim Marquez dan Lorenzo berkonspirasi untuk menghambatnya jadi juara dunia kesepuluh kali. Rossi menyodorkan data empiris kecepatan motor Marquez yang secara teknis amatlah mudah untuk mengasapi Lorenzo, tetapi Marquez sengaja membiarkan Lorenzo melaju jauh demi memastikan Rossi tercecer. Perkara Marquez lalu jadi juaranya di akhir race, itu justru menguatkan validitas data Rossi bahwa kecepatan motor Marquez sangat digdaya untuk “dimainkan” melibas siapa saja, termasuk Lorenzo. Dan Marquez sengaja “menahan” Rossi.
Situasi kian panas sebab secara teknis, di sirkuit Sepang, Lorenzo sangat mudah melakukan takeover pertanda Marquez sengaja “main lagi” dengan “memberi jalan” di lap ketiga. Tahu berapa kecepatan motor Marquez saat itu? 2 menit 2,003 detik! Kecepatan yang sangat anjlok dibanding rata-rata kecepatannya yang setara dengan kecepatan Dani Pedrosa yang tembus 2 menit 0,818 detik. Lalu saat duel beberapa lap dengan VR46, kecepatan Marquez lebih anjlok lagi sampai 2 menit 2,107 detik setiap dia di depan. Bila disalip, lajunya serentak menanjak.
Adakah penjelasan logis lain kecuali Marquez “sengaja menghambat” Rossi demi memuluskan tuannya, Lorenzo? Dasar budak Wahyudi!
Para menye pemalas memamah begitu saja berita hoax yang berserakan bahwa Rossi sengaja menendang Marquez di lap ketujuh. Tendangan mbahmu, Le! Sana cuci muka dulu, lalu bedakan, terus tidur lagi, dan tolong jangan bangun lagi biar nggak kian sumpek dunia ini. Dari berbagai angle video dan keterangan resmi race director, Mike Webb, tendangan itu hoax maksimal. Rossi dikenai penalti 3 poin karena “menggiring” Marquez terpepet dalam posisi bahaya di lap tujuh. Di titik inilah Marquez menemukan momentum konspirasi kewahyudiannya; njedulke kepalanya ke dengkul kiri Rossi, diikuti setangnya. Refleks Rossi mengibaskan beban 157 kg motor Marquez. Jika tidak, Rossi bisa seturut jatuh.
Kini ajukan pertanyaan di kepala Anda: “Apakah pola yang serba serupa ini kebetulan belaka?”
Bila Anda menjawab iya, Anda benar-benar high-quality-menye-detected. Itu jawaban yang merusak nalar, menodai iman. Anda bisa seturut terinfeksi virus Wahyudi, lho. Tidak ada yang kebetulan di muka bumi ini, Dab. Semua yang terjadi pasti ada alasan logisnya, sejarah musababnya. Dan tentu saja atas kehendak Allah.
Di titik klimaks cerita inilah jantung Anda akan copot!
Tersebutlah Prancis di tahun 1628-1631 yang memulai perang terhadap Spanyol dengan menyerbu wilayah Italia yang diklaim oleh kekuasaan Spanyol sebagai Habsburg. Prancis yang dikelilingi wilayah-wilayah jajahan Spanyol merasa tak aman betul dengan ekspansi politik Spanyol. Perang itu kemudian berakhir dengan penandatanganan Traktat Pirenia yang merugikan Spanyol secara politik dan kekuasaan.
Spanyol pun membara dendam. Apalagi, di mata Spanyol, Italia merdeka bukan lantaran kemenangan Perang Italia sendiri, tetapi “pemberian” Prancis. Dendam itu terseret terus sampai sekarang, termasuk ke sirkuit MotoGP.
Itulah alasan historisnya mengapa para rider Spanyol selalu menjadikan The Doctor sebagai common enemy. Sebab VR46 adalah simbol puncak Italiano di MotoGP; tugu yang mengingatkan para Matador pada luka sejarah itu. Pokoknya Rossi, dan siapa pun Italiano lainnya, tidak boleh jadi juara dunia. Bagaimanapun caranya! Khas antek Wahyudi sekali, kan?
Andrea Iannone pun niscaya akan menemui getir yang sama jika levelnya nanti naik ke big four, setamsil nasib almarhum Marco Simoncelli yang diintimidasi macam-macam oleh Lorenzo di 2011.
Sekali lagi, ini tidak murni tentang mengkudeta taji Rossi di gelaran MotoGP, toh prestasi tertinggi 15 kali juara dunia masih dipegang oleh Giacomo Agostini. Ini soal dendam sejarah! Start VR46 dari posisi buncit di Valencia akibat sanksi dari race director merupakan buah manis konspirasi itu: untuk memuluskan “jalan legal-formal” Lorenzo yang orang Spanyol menumbangkan Rossi yang orang Urbino, Italia. Meski secara moral jelas Wahyudi banget. Clear!
Lalu, di mana peran Wahyudi dalam konspirasi MotoGP ini?
Nah, ini dia yang membutuhkan kejelian level dewa. Jika tidak, Anda takkan sanggup mendeteksi kepiawaian antek Wahyudi bertaqiyah, seperti yang diperagakan Marquez.
Gaya “ngalah” di Sepang jelas bukan tabiat Marquez selama ini. Ia selalu ngotot, ngeyel, dan melawan. Ia pun punya sejarah duel dengan Lorenzo. Inilah alasan utama mengapa cukup banyak pemujanya, melampaui Lorenzo yang lebih dulu hadir di kelas premier MotoGP.
Maka tentu saja kita wajib bertanya, mengapa Marquez tiba-tiba jadi cemen begitu, ya?
Jawabannya tak lain: sebab ia tak mungkin lagi mengejar titel juara dunia tahun ini, menguatlah sentimen kesumat sejarah Spanyol itu, lalu digunakanlah cara-cara menjijikkan khas konspirasi Wahyudi untuk melumat Rossi!
Wahyudi, kita tahu, di mana-mana, dalam segala aspek kehidupan, ia selalu memicu perpecahan umat. Marquez tentu tahu bahwa MotoGP akan tercoreng bila konspirasi buruknya terkuak. Tetapi, sekali lagi, kaum Wahyudi dikenal luas sebagai penghasil segala macam cara dalam memperjuangkan kepentingannya.
Dan topeng kewahyudian Marquez benar-benar terkuak di lap-lap terakhir race Valencia. Sedari lap awal, kita melihat adanya gelagat drama pada gaya balap Marquez. Drama menjadi patwal Lorenzo. Puncaknya, di tiga lap terakhir, ialah saat Pedrosa melakukan takeover pada Marquez, dan bersiap melibas Lorenzo, sontak ia mengerahkan segala daya dan torsi motornya untuk melindungi Lorenzo. Racing line ditutup terus-menerus, lalu gap baru diciptakannya agar Lorenzo aman-aman saja.
Adakah yang lebih memuakkan di hadapan sportivitas dan fairness dibanding aksi balap penuh drama ala Marquez ini?
Sempak. Tiba-tiba saat Pedrosa dihalangi oleh Marquez, meski ia rekan setimnya, saya teringat pada sempak yang teramat dijunjung oleh Sundari. Ia adalah gadis desa yang amat menggilai puisi, sangat menyayangi Trijoko, yang oleh penulis ceritanya, Gunawan Tri Atmodjo, dituturkan selalu berkirim pesan setiap pagi, siang, dan malam: “Mas, sempaknya sudah dipakai belum?”
Sejujurnya, saya tak mengerti benar kenapa Gunawan Tri Atmodjo sangat menyukai sempak, sebagaimana Seno Gumira Ajidarma sangat menyukai senja, selain saya tahu Tri mengoleksi banyak sempak, yang sebagiannya bergambar Hello Kitty dan Frozen. Begitu pula mengapa Sundari tidak memilih berkirim pesan: “Mas, sudah makan belum?” layaknya para sejoli umumnya—yang tak pernah dirasakan oleh Agus Mulyadi dan Adit Dipantara, serta sebagian besar kalian—tetapi memilih sempak, dan pula kenapa Trijoko harus diingatkan untuk mengenakan sempaknya sehari tiga kali.
Tetapi saya haqqul yaqin tahu bahwa seunyu apa pun gambar sempaknya, Tri takkan pernah sudi memamerkannya saat membacakan cerpennya di Gedung Sudjatmiko. Sebab sempak adalah daleman; simbolisasi wadhi, marwah, dan khittah diri. Sempak adalah eternity, sebuah pride, yang seketika akan koyak sakralitasnya bila tidak diletakkan di dalam.
Sayangnya, segala apa yang ada di dalam, daleman, seringkali kurang mendapat perhatian, berbeda dengan hal-hal yang di luar, yang kelihatan. Inilah alasannya mengapa banyak sekali orang yang tak peduli pada kualitas sempaknya dibanding kualitas sepatunya, kendati sempak memikul beban yang lebih rumit dibanding sepatu yang hanya menanggung jari-jari kaki. Maka sempak boleh saja busuk, tetapi tidak dengan sepatu.
Kini Anda bayangkan, nilai sempak yang khittah-nya daleman, sekalipun telah busuk, secara eternity dan pride jauh lebih berharga daripada moralitas Marquez di MotoGP. Lalu apa lagi yang masih tersisa dari seseorang yang kualitas hidupnya demikian?
Jika orang Jepang dulu memilih harakiri sebagai cara mati terhormat setelah melakukan sebuah kesalahan yang memalukan, Marquez sungguh layak untuk mengharakiri tititnya setelah race Valencia. Sebab ia tak lebih berharga lagi daripada sebuah sempak, yang busuk pula, maka akan lebih baik baginya untuk tidak pernah berurusan lagi dengan sempak, agar luka batinnya tak terkuak lagi.
Setiap Marquez melihat sempak, setiap itu pula ia akan tertikam dosa kewahyudiannya pada Rossi. Mau sampai mati didera rasa berdosa? Potonglah tititmu, Marc, itulah satu-satunya jalan untuk menenangkan hidupmu. Jika tidak, Sundari menyimpan sebuah sempak busuk pemberian Trijoko saat pertama kali mereka jadian, yang dengan senang hati akan dikirimkan kepadamu, untuk mengingatkanmu bahwa kamu adalah rider busuk dalam sejarah MotoGP!
- Memahami Peta Syariat, Ushul Fiqh, dan Fiqh Dengan Sederhana - 28 October 2019
- Kembalikan Segala Perbedaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya Saw. - 30 September 2019
- Memahami Kompleksitas Maqashid al-Syariah - 16 September 2019
Abdul Hakim
rossi juga bukan muslim, sudahlah min urusan perkara mereka… lebih baik diam…
umimarfa
heheh
wahyudi
shock bahwa di balik insiden crash di Sepang itu, ada desain besar konspirasi geopolitik dunia, yang dimotori Spanyol dan Yahudi.
Iya, Yahudi; para Wahyudi itu! Anda shock, kan!…….hati-hati kalau menyertakan nama orang….tolong dikoreksi lagi