Membuat janji dengan Reza Nufa dan Wawan Esideika bukan perkara mudah. Reza dikenal sebagai karyawan kantoran yang setiap Jum’at arisan cum penyair, sementara Wawan adalah lelaki yang sukanya nolak pekerjaan dan nolak cewek. Keduanya sangat takut dengan hujan. Terbukti, dari awal kenal beberapa tahun lalu, kami selalu gagal untuk jalan bersama. Alasan andalannya adalah hujan. Untung saja cuaca tidak bisa protes walaupun sering dijadikan pelampiasan dan disalahkan.
Sampai akhirnya beberapa hari lalu, saya berhasil “menculik” Wawan untuk datang ke pertunjukan orkestra. Lalu, Reza bagaimana? Dia sedang mudik ke Bogor. Saya rasa, keberhasilan saya jalan dengan Wawan pun karena faktor Reza tidak ada.
Minggu malam, 19 Februari 2017, setelah gerimis tipis-tipis, saya dan Wawan tiba di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Kami akan menyaksikan pertunjukan bertajuk Simfoni Keistimewaan. Sebelum masuk, saya terlebih dahulu bertemu dengan Devy Kartikasari untuk urusan tiket masuk. Devy adalah teman kami sekaligus satu dari 60 musisi Ayodhya Symphony Orchestra, tergabung dalam tim Violin 1. Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta selaku penyelenggara acara menyediakan banyak undangan, namun dalam waktu singkat sudah habis. Inilah bentuk apresiasi dari para penonton yang sangat menunggu pertunjukan tersebut.
Asisten Keistimewaan Setda DIY, Didik Purwadi, dalam sambutannya mewakili Gubernur DIY mengungkapkan, “Musik orkestra sudah ada sejak sebelum era kemerdekaan. Pertunjukan musik seperti ini merupakan hiburan sekaligus budaya. Yogyakarta yang dikenal sebagai kota seni, sudah saatnya untuk menghidupkan kembali musik orkestra. Sebab, menikmati budaya sama dengan menikmati musik.”
Lagu-lagu dalam Simfoni Keistimewaan mengusung tema “Jawa Jawi Jowo”. Istilah “orang Jawa, tiyang Jawi, atau wong Jowo” sering kita dengar sehari-hari. Ayodhya Symphony Orchestra dipandu oleh konduktor Eki Satria menampilkan 12 karya. Ada pula penampilan Iqbal Harja Maulana pada violin, Desti Indrawati selaku vokal, dan paduan suara juara dunia dari Klaten, Vocalista Angels.
“Overture Tresna Kula”—merupakan campuran etnik nuansa Jawa dan Barat—dijadikan sebagai pembuka pertunjukan. Sebuah bahasa universal yang begitu berharga. Nomor berikutnya adalah “Rek Ayo Rek” dan “Jaranan”. Dilanjut “Melati Suci” ciptaan Guruh Sukarno Putra dengan aransemen Catra Henakin yang dinyanyikan begitu apik oleh Desi Indrawati, alumnus Vokal ISI Yogyakarta. Vocalista Angel lagi-lagi mengundang membuat decak kagum penonton saat membawakan “Cublak-Cublak Suweng”, “Dondong Opo Salak”, “Go Jago”, dan “Tul Jaenak”.
Ada sebuah kejutan yang dimunculkan bersamaan dengan lagu “Anoman Obong”. Dari kursi penonton, muncullah Anoman yang berjalan lincah ke sana ke-mari hingga akhirnya sampai di panggung, menggoda para pemain Ayodhya Symphony Orchestra. Siapa sangka, si tokoh kera putih mengambil biola dan dengan sangat apik memainkannya.
“Prau Layar”, “Denok Fantasy-Cinta Tak Terpisahkan”, “Pada Tiap Senja”, “Andante Religioso”, “Delman vs Becak”, dan “Gugur Gunung” adalah deretan lagu yang selanjutnya dihadirkan untuk para penonton. Dan, sebagai klimaksnya adalah “Gundul-Gundul Pacul” dalam format kolaborasi lengkap.
Simfoni Keistimewaan yang bernuansakan musik Jawa dibalut sajian orkestra khas daratan Eropa. Tak pelak, kolaborasi ini sedemikian memikat penonton. Tepuk tangan meriah menghiasi setiap akhir repertoar hingga pertunjukan selesai.
Pada pertunjukan-pertunjukan selanjutnya, saya masih ingin berniat datang dengan formasi lengkap. Tidak hanya saya dan Wawan saja yang melihat Devy di panggung, Reza juga harus lihat! Demi menularkan kebahagiaan.
- Menciptakan Kekuatan Magis dari Dalam Pikiran - 24 November 2018
- Drama Musikal Hamlet; Tragedi, Kekuasaan, Cinta, dan Balas Dendam - 1 August 2018
- Dukun Kimin; Santet dan Dendam Masa Lalu - 23 May 2018