Syaikh Abu ‘Abdillah ash-Shubaihi

Beliau adalah Husin bin ‘Abdullah bin Bakr Abu ‘Abdillah ash-Shubaihi. Beliau adalah seorang sufi dengan akal yang sangat brilian. Beliau memiliki kesanggupan yang begitu cemerlang di dalam menjelaskan tentang dimensi spiritual di dalam Islam. Semula beliau tinggal di Bashrah, kemudian pindah ke Khuzestan, Iran. Di kemudian hari, beliau juga wafat di sana.

Seorang sufi kelahiran Bashrah itu menjalani dan menekuni kehidupan asketis dengan sedemikian ketatnya semata hanya untuk menuntaskan pencapaian spiritualitasnya yang kemudian terbukti memang cemerlang di tengah kehidupan masyarakatnya.

Dikisahkan bahwa beliau sedemikian bersungguh-sungguh di dalam memerangi berbagai macam rintangan rohaninya, sedemikian getol di dalam menghaturkan sembah sujud kepada Tuhannya, sedemikian tulus di dalam melaksanakan berbagai macam perintah dan menjauhi larangan-larangan Allah Ta’ala.

Sehingga dikisahkan bahwa dari saking kuatnya kesungguhan sekaligus kehati-hatian beliau di dalam menempuh perjalanan spiritual, sampai-sampai beliau tidak mengonsumsi makanan yang lazim dikonsumsi oleh orang-orang di zamannya. Beliau khawatir kalau nafsunya bisa mengalahkannya.

Di rumah beliau terdapat sebuah bungker. Selama tiga puluh tahun, beliau sepenuhnya beribadah dan merenung di dalamnya, tidak pernah keluar. Bayangkan bahwa tiga puluh tahun itu sama sekali bukanlah waktu yang sebentar untuk seseorang yang sengaja hidup di dalam sebuah bungker. Betapa semangat rohani beliau sangat kuat dan kukuh.

Kekuatan dan kekukuhan dimensi spiritual beliau mutlak dibangun di atas dua fondasi yang begitu tangguh. Pertama, adanya rasa butuh dan rasa bergantung yang sangat kuat terhadap Allah Ta’ala. Kedua, adanya ketekunan yang kontinyu di dalam mengikuti berbagai macam keteladanan Rasulullah Saw.

Kebergantungan seluruh makhluk kepada hadiratNya adalah sesuatu yang inheren di dalam dirinya, sama sekali bukanlah merupakan tempelan yang sewaktu-waktu bisa dilepas. Tidak ada satu pun makhluk yang bisa membebaskan diri dari adanya ketergantungan tersebut. Tidak para malaikat, tidak para rasul, tidak para nabi. Apalagi cuma para sufi dan para wali.

Syaikh Abu ‘Abdillah ash-Shubaihi adalah seorang sufi yang sangat menyadari hal itu. Bagi beliau, tidak ada seujung rambut pun kebaikan yang bisa dikerjakan kecuali hal itu merupakan karunia yang konkret dari Allah Ta’ala. Apalagi kesanggupan untuk sepenuhnya beribadah dengan penuh ketekunan selama tiga puluh tahun di dalam sebuah bungker: tidak mungkin hal itu muncul dari kekuatan beliau sendiri.

Juga, tidak mungkin ada orang yang bisa menggapai kecemerlangan dan kesempurnaan rohani tanpa mengikuti berbagai teladan Rasulullah Saw. Alasannya jelas bahwa di “luar” Sang Nabi Saw itu tidak ada jalan lain yang bisa mengantarkan siapa pun pada kedudukan yang terpuji dan martabat yang tinggi di hadapan hadiratNya.

Karena itu, bagi sang sufi, biografi Rasulullah Saw dalam pengertiannya yang luas dan mendalam, tidak lain merupakan sebuah jalan yang wajib ditelusuri dan diikuti dengan penuh semangat rohani, kesetiaan, cinta dan penghormatan. Demi keselamatan dan kebahagiaan. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Kuswaidi Syafiie
Latest posts by Kuswaidi Syafiie (see all)

Comments

  1. TIto Afwi Seda Reply

    Sangat menarik Pak..

  2. TIto Afwi Senda Reply

    Sangat menarik Pak..

Leave a Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!