
Beliau adalah Ahmad bin ‘Umar bin Surayj Abu al-‘Abbas. Seorang ahli fikih yang sangat genius dari Iraq dan bermukim di Baghdad. Saking pandai dan populernya di bidang fikih, sampai orang-orang menyebut beliau dengan sebutan Imam Syafi’ie Kecil. Beliau bersahabat dengan Syaikh Junaid al-Baghdadi. Wafat pada tahun 305 Hijriah.
Beliau adalah seorang sufi yang paling berjasa di dalam mengubah pandangan banyak orang di Syiraz, Iran, tentang para sufi dan dunia tasawuf. Sebelum kedatangan beliau ke Syiraz, para ulama di sana memandang para sufi sebagai orang-orang yang bodoh dan kumuh, sebagai orang-orang yang terbelakang dan sama sekali tidak terdidik.
Apalagi ilmu pengetahuan tentang tasawuf, masyarakat Syiraz waktu itu bukan saja tidak menguasai, tapi betul-betul merasa terasing dari ilmu pengetahuan tersebut. Sehingga tidak ada sama sekali minat mereka untuk bersentuhan dengan substansi ilmu keislaman itu.
Akan tetapi ketika Syaikh Abu al-‘Abbas bin Surayj memasuki wilayah Syiraz, menjelaskan dengan gamblang tentang martabat-martabat kerohanian, tentang berbagai kondisi spiritual, tentang kedudukan-kedudukan rohani kaum kaum sufi, dan semua itu bisa dipahami dengan mudah oleh masyarakat Syiraz, maka mereka membuka diri lebar-lebar terhadap para sufi dan ilmu tasawuf.
Tidak hanya sekali atau dua kali beliau mengungkapkan kalimat berikut ini untuk mengukuhkan tentang betapa pentingnya para sufi dan ilmu tasawuf: “Aku tidak mungkin menjadi manusia yang semestinya seperti sekarang ini kecuali dengan perantara bergaul dengan para sufi. Dan aku tidak akan tahu tata krama yang semestinya kecuali lewat perantara mereka.”
Lewat perantara kiprah dan jasa beliau, para ulama di Syiraz tidak saja mengenal para sufi dengan baik, tapi bahkan juga mereka menjadi sedemikian takzim terhadap para sufi. Mereka menempatkan para sufi pada sebuah martabat terhormat yang jauh lebih tinggi dari sebelumnya.
Syaikh Abu al-‘Abbas bin Surayj tidak saja betul-betul sangat cerdas di hampir semua bidang ilmu keislaman, tapi juga menyelami secara spiritual semua ilmu yang dikuasainya itu. Ketika di sebuah majelis berbicara tentang ilmu ushul dan furu’ atau berbagai cabang keilmuan Islam, pembahasan beliau membuat kagum semua orang yang hadir di majelis itu.
“Kalian tahu, dari mana datangnya semua pembahasan yang cemerlang ini?” tanya beliau kepada hadirin yang datang di majelisnya. Tidak ada jawaban dari mereka. Beliau lalu menjawabnya sendiri: “Tidak lain dari barokah berkumpul dengan Syaikh Junaid al-Baghdadi.”
Realitas dunia kaum sufi, dengan demikian, telah dengan fasih mengabarkan kepada kita semua bahwa untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang melimpah itu tidak hanya dengan banyak membaca berbagai macam literatur dalam pemahamannya yang harfiah, tapi juga bisa lewat jalur barokah ketika kita berdekatan dengan seseorang yang hatinya suci.
Orang yang hatinya suci secara otomatis berarti dekat dengan Allah Ta’ala. Dan semakin dekat seseorang dengan hadirat-Nya, maka dia akan semakin dianugerahi ilmu yang melimpah ruah, bermanfaat dan membarokahi kehidupan sesama. Wallahu a’lamu bish-shawab.
- Syaikh Jahm ar-Raqi - 1 December 2023
- Syaikh Abu al-Husin Bin Sam’un - 24 November 2023
- Syaikh Abubakar Falizaban - 10 November 2023