Beliau adalah sebagaimana judul di atas. Tidak lebih dan tidak kurang. Satu-satunya kitab yang menyebut nama beliau di dalamnya adalah Kitab Sirah ‘Abdillah bin al-Khafif yang kemudian dikutip oleh Kitab Nafahat al-Unsi min Hadharat al-Qudsi karya Mulla ‘Abdurrahman al-Jami.
Syaikh Abu al-Hasan al-Hakimi pernah mendengarkan dari Syaikh Junaid al-Baghdadi pada suatu hari bahwa suatu waktu beliau berada di majelis Syaikh Sirri as-Saqati. Beliau pada waktu itu merupakan yang terkecil. Ada golongan para pembesar Baghdad yang ikut hadir pada waktu itu.
Syaikh Sirri as-Saqati mengajukan pertanyaan: “Lewat pintu apa tidur bisa terusir jauh?” Sebagian menjawab bahwa tidur bisa terusir jauh lantaran seseorang menahan lapar. Sebagian yang lain menjawab bahwa tidur itu bisa terusir jauh ketika seseorang mendapatkan sedikit air.
Setelah giliran Syaikh Junaid al-Baghdadi tiba, beliau mengatakan bahwa ilmu hati yang mengetahui Allah Ta’ala Mahamelihat segala yang diperbuat setiap jiwa, Syaikh Sirri as-Saqati kemudian bilang: “Bagus wahai anakku. Beliau kemudian meletakkan aku di sisinya. Dan sejak saat itu aku dikedepankan di antara umat manusia.”
Syaikh Abu al-Hasan al-Hakimi berpikir bahwa Syaikh Junaid al-Baghdadi menempuh jalan keilahian sejak umurnya masih sangat belia. Ketika orang-orang seusianya masih senang bermain, ketika orang-orang seusianya masih belum memikirkan akhirat, ketika orang-orang seusianya masih belum berikhtiar kelak akan menjadi apa.
Syaikh Abu al-Hasan al-Hakimi berpikir keras bahwa Syaikh Junaid al-Baghdadi telah mencintai dunia keilahian walaupun orang sebayanya masih memikirkan tentang keluarga, makan dan minum. Walaupun orang sebayanya masih memikirkan tentang segala sesuatu yang kelak akan dijadikan sarana hidup berumah tangga.
Syaikh Abu al-Hasan al-Hakimi berpikir keras bagaimana Syaikh Junaid al-Baghdadi telah jatuh cinta kepada Ilahi melebihi cintanya kepada apa pun yang lain. Sungguh luar biasa. Cinta kepada hadiratNya telah membawanya pada ‘Sesuatu’ yang tersendiri, pada Sesuatu yang kelak menjadi kebanggaan hadiratNya.
Itulah yang menjadikan Syaikh Abu al-Hasan al-Hakimi tidak bisa tidur. Seorang anak kecil yang telah menjadikan Allah Ta’ala sebagai kiblat hidup dan matinya. Yang telah menjadikan Allah Ta’ala sebagai segalanya. Yang telah menjadikan Allah Ta’ala sebagai sumber kebahagiaannya.
Yang telah menjadikan Syaikh Abu al-Hasan al-Hakimi tergugah untuk menempuh jalan tasawuf adalah sekali orang memilih Allah Ta’ala sebagai jalan hidupnya, pantangan bagi orang itu untuk memilih sesuatu yang lain. Seperti Syaikh Junaid al-Baghdadi, walaupun masih kecil, pilihan untuk kesenangan di akhirat adalah sesuatu yang pasti.
Berbagilah orang yang telah memiliki panduan sebagaimana Syaikh Abu al-Hasan al-Hakimi yang memiliki Syaikh Junaid al-Baghdadi. Kepemilikannya itu jauh melampaui kepemilikan yang hanya mengusai isi bumi. Karena dengan kepemilikan itu orang bisa memiliki Allah Ta’ala. Sungguh sangat mengagumkan. Wallahu a’lamu bish-shawab.
- Syaikh Abu ‘Abdillah ad-Dinuri - 8 November 2024
- Syaikh Abu ‘Abdillah at-Turughbadzi - 1 November 2024
- Syaikh Abu Muhammad ar-Rasibi - 25 October 2024