Beliau adalah seorang sufi dari Persia yang dianugerahi kondisi rohani yang agung. Beliau salah seorang yang menjadi periwayat hadits. Disegani oleh para sufi yang lain. Pernah berselisih pendapat tentang makrifat dengan Syaikh Junaid al-Baghdadi dan Syaikh Abu Bakar asy-Syibli. Beliau wafat pada tahun 345 Hijriyah.
Berkaitan dengan salah satu peristiwa spiritual yang beliau alami, ada kisah sebagaimana berikut ini. Pada suatu hari, Syaikh Abu Muzahim asy-Syirazi akan berkunjung dan sowan pada Syaikh Abu Hafsh al-Haddad. Sebelum kedatangan asy-Syirazi, si al-Haddad mendapatkan kasyaf dan inspirasi dari Allah Ta’ala untuk membersihkan toilet.
“Bersihkan saja toilet itu dengan menggunakan uang-uang dirham ini,” kata beberapa orang sembari menawarkan alat tukar itu untuk dibayarkan kepada orang suruhan yang bersedia membersihkannya.
“Jangan,” tukas si al-Haddad dengan tangkas. “Aku saja yang akan membersihkannya. Sedangkan uang-uang dirham itu, silakan berikan kepada para fakir miskin.”
Dengan dipimpin langsung oleh si al-Haddad itu, orang-orang ikut serta membersihkan toilet. Kemudian datang seseorang yang meminta kepada si al-Haddad untuk berhenti duluan dan membersihkan diri karena akan kedatangan tamu agung yang tak lain adalah Syaikh Abu Muzahim asy-Syirazi dari Persia.
“Kalau beliau adalah Syaikh Abu Muzahim yang aku kenal,” kata si al-Haddad, “biarlah beliau menyaksikan langsung apa yang sedang aku kerjakan ini.” Setelah asy-Syirazi datang dan melihat sendiri apa yang sedang dikerjakan oleh si al-Haddad, beliau mencopot pakaian kebesarannya dan langsung bergabung dengan mereka yang sedang membersihkan toilet.
Di dalam menyikapi dan memberikan komentar terhadap peristiwa yang seolah biasa-biasa itu, Syaikh Abu Bakar al-Warraq menyatakan: “Tidaklah mudah mengerjakan hal-hal yang transenden dan murni untuk hadiratNya semata kecuali bagi orang yang telah sanggup membersihkan toilet dengan sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan.”
Apa hubungan antara transendensi setiap pekerjaan dengan membersihkan toilet secara sungguh-sungguh dan ikhlas? Jelas sekali bahwa membersihkan toilet itu bukan merupakan pekerjaan yang disenangi banyak orang. Itu terkesan jorok sekali. Juga bau tengik. Terutama toilet-toilet zaman dulu ketika belum ada pengharum.
Maka dapat dipastikan bahwa ketika seseorang sudah sanggup membersihkan toilet dengan sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan, dia akan sangat mudah untuk beramal yang lain dengan nilai transendensi yang sangat tinggi.
Itulah yang secara substansial pernah ditauladankan oleh Kanjeng Rasulullah Saw. ketika membersihkan kotoran seorang tamu yang kekenyangan dan bermalam di rumah beliau. Karena tak kuat menanggung rasa malu, si tamu kabur dengan meninggalkan kotorannya di rumah Sang Nabi Saw. yang diberkati itu.
Tapi malang. Kalung kesayangan si tamu itu tertinggal di rumah Sang Nabi. “Harus diambil,” bisiknya. Dan ketika tamu itu sampai di tempat dia tidur tadi malam, dia menyaksikan langsung tangan mulia Sang Nabi Saw. sedang membersihkan kotorannya. Terkejut dia. Nyaris pingsan. Seolah melihat tangan Tuhan bekerja membersihkan kotorannya. Dan tidak boleh tidak, dia akhirnya masuk Islam. Wallahu a’lamu bish-shawab.
- Syaikh Abu al-Hasan al-Hamadzani - 13 December 2024
- Syaikh Abu al-Husin as-Sirwani ash-Shaghir #3 - 6 December 2024
- Syaikh Abu al-Husin as-Sirwani ash-Shaghir #2 - 29 November 2024